1.Landasan Hukum Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD)
Landasan
hukum penyusunan APBD adalah:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003
tentang Pemerintah Daerah pasal 25 yang berbunyi: Kepala Daerah mempunyai tugas
dan wewenang ..., menyusun dan mengajukan Rancangan Perda tentang APBD kepada
DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.
2.
Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2003 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
pasal 4 yang berbunyi: Penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi didanai APBD. APBD harus disusun Pemerintah Daerah
setiap tahun, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah:
a. Gubernur dan perangkatnya yang
memerintah daerah propinsi.
b. Walikota dan perangkatnya yang
memerintah daerah kota (dulu disebut Kotamadya).
c. Bupati dan perangkatnya yang
memerintah daerah kabupaten.
3. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
serta Tata Cara Pengawasan, Penyusunan, dan Penghitungan APBD.
2.sumber-sumber pendapatan
daerah terdiri atas :
·
Pendapatan asli daerah yaitu :
1.
Hasil pajak daerah
2.
Hasil retribusi daerah
3.
Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah dan
4.
Dana Perimbangan
5.
Dana Perimbangan
6.
Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Berikut ini adalah sumber-sumber
penerimaan pemerintah daerah (subnasional):a
a.User Charges
(Retribusi)
Dianggap sebagai sumber
penerimaan tambahan, tujuan utamanya adalahuntuk meningkatkan efisiensi dengan
menyediakan informasi atas permintaan bagi penyedia layanan publik, dan
memastikan apa yang disediakan oleh penyedialayanan publik minimal sebesar
tambahan biaya (Marginal Cost) bagi masyarakat.Ada tiga jenis retribusi, antara
lain:
a. Retribusi
perizinan tertentu (service fees)
Seperti penerbitan
surat izin(pernikahan, bisnis, kendaraan bermotor) dan berbagai macam biaya
yangditerapkan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan.Pemberlakuan
biaya/tarif kepada masyarakat atas sesuatu yang diperlukanoleh hukum tidak
selalu rasional.
b. Retribusi
jasa umum (Public Prices)
Adalah penerimaan
pemerintahdaerah atas hasil penjualan barang-barang privat, dan jasa. Semua
penjualan jasa yang disediakan di daerah untuk dapat diidentifikasi secara
pribadi dari biaya manfaat publik untuk memberikan tarif atas
fasilitashiburan/rekreasi. Biaya tersebut seharusnya diatur pada tingkat
kompetisiswasta, tanpa pajak, dan subsidi, dimana itu merupakan cara yang
palingefisien dari pencapaian tujuan kebijakan publik, dan akan lebih baik lagi
jika pajak subsidi dihitung secara terpisah.
c. Retribusi
jasa usaha (specific benefit charges)
Secara teori,
merupakancara untuk memperoleh keuntungan dari pembayar pajak yang
kontrasseperti pajak bahan bakar minyak atau pajak Bumi, dan Bangunan.
b. Excise Taxes
(pajak cukai)
Pajak cukai berpotensi
signifikan terhadap sumber penerimaan daerah,terutama pada alasan administrasi,
dan efisiensi. Terutama cukai terhadap pajak kendaraan. Pajak tersebut jelas
dapat dieksploitasi lebih lengkap daripada yang biasanya terjadi di sebagian
besar negara yaitu dari perspektif administrative berupa pajak bahan bakar, dan
pajak otomotif.Pajak bahan bakar juga terkait penggunaan jalan, dan efek
eksternal sepertikecelakaan kendaraan, polusi, dan kemacetan. Swastanisasi
jalan tol pada prinsipnya dapat melayani fungsi pajak manfaat, didasarkan pada
fitur umur danukuran mesin kendaraan (mobil lebih tua, dan lebih besar biasanya
memberikankontribusi lebih kepada polusi), lokasi kendaraan (mobil di kota-kota
menambah polusi, dan kemacetan), sopir catatan (20 persen dari driver
bertanggung jawabatas 80 persen kecelakaan), dan terutama bobot roda kendaraan
(berat kendaraanyang pesat lebih banyak kerusakan jalan, dan memerlukan jalan
yang lebih mahaluntuk membangun).
c. Personal
income Taxes (Pajak Penghasilan)
Di antara beberapa
negara di mana pemerintah subnasional memiliki peran pengeluaran besar, dan
sebagian besar otonom fiskal adalah negara-negara Nordik.Pajak pendapatan
daerah ini pada dasarnya dikenakan pada sebuah flat, tingkatdaerah didirikan
pada basis pajak yang sama sebagai pajak pendapatan nasionaldan dikumpulkan
oleh pemerintah pusat.
3.Pengeluaran daerah terdiri dari :
1. Belanja
Daerah
Belanja daerah merupakan perkiraan
beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif
dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya
dalam pemberian pelayanan umum.
Jenis-jenis belanja :
a. Belanja
tidak langsung
Yaitu belanja yang dianggarkan tidak
terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok
belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja
pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan
keuangan, dan belanja tidak terduga.
b. Belanja
Langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan
terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
Kelompok belanja langsung dari suatu
kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: belanja pegawai,
belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Ketiga jenis belanja langsung untuk
melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah ini dianggarkan pada
belanja SKPD bersangkutan.
2. Pengeluaran
pembiayaan daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua
transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus.
Jenis-jenis
pembiayaan daerah :
a. Penerimaan
pembiayaan
Merupakan semua penerimaan yang
perlu dibayar kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada
tahun-tahun anggaran berikutnya.
Penerimaan pembiayaan mencakup sisa
lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana
cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman
daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, penerimaan piutang daerah.
b. Pengeluaran
pembiayaan
Merupakan pengeluaran yang akan
diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada
tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pengeluaran pembiayaan mencakup
pembentukan dana cadangan, penerimaan modal (investasi) pemerintah daerah,
pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah.
4.Pelaksanaan
APBD
Pelaksanaan APBD
dimulai dengan uraian tentang asas umum pelaksanaan APBD yang mencakup:
1.
Bahwa semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan daerah harus dikelola dalam APBD.
2.
Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan daerah
wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
3.
Dana yang diterima oleh SKPD tidak boleh langsung digunakan untuk membiayai
pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
4.
Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening kas umum daerah
paling lama 1 (satu) hari kerja.
5.
Jumlah belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk
setiap pengeluaran belanja.
6.
Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk
pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD.
7.
Pengeluaran seperti tersebut pada butir (6) hanya dapat dilakukan dalam keadaan
darurat, yang selanjutnya harus diusulkan terlebih dahulu dalam “rancangan perubahan
APBD” dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA).
8.
Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9.
Setiap SKPD tidak boleh melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk
tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD, dan
10.
Pengeluaran belanja daerah harus dilaksanakan berdasarkan prinsip hemat, tidak
mewah, efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.