BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembangunan
kesehatan pada hakikatnya diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, menyangkut fisik, mental, maupun
sosial budaya dan ekonomi. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terarah dan
berkesinambungan. dalam globalisasi ekonomi kita diberhadapkan pada persaingan
global yang semakin ketat yang menuntut kita untuk menyiapkan manusia Indonesia
yang berkualitas tinggi sebagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan
sebaik mungkin secara terencana, terpadu dan berkesinambungan. upaya tersebut
haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yakni sejak janin dalam
kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga dewasa bahkan sampai usia
lanjut.
Bidan
merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan
strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka kesakitan
dan Kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang
berkesinambungan dan paripurna berfokus pada aspek pencegahan, promosi, dengan
berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-saama dengan tenaga
kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang
membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Untuk menjamin kualitas
tersebut diperlukan suatu pemahaman mengenai falsafah dan pelayanan kebidanan
untuk melakukan segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek
pengabdian profesinya kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik dari aspek
input, proses dan output.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sejarah filsafat?
2. Apa pengertian filsafat?
3. Apa itu persalian?
4. Apa pengertian fungsi filsafat?
5. Apa pengertian landasan filsafat
ilmu?
6. Apa pengertian filosofi kebidanan?
1.3.Tujuan Penulisan
a.
Tujuan umum
:
Untuk mendapatkan
nilai tugas dari dosen
mata pelajaran.
b.
Tujuan khusus
:
Memberi pengetahuan mengenai
filosofi asuhan kebidanan, terhadap mahasiswa
kebidanan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Sejarah Filsafat
Filsafat adalah studi tentang
seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan
dalam konsep mendasar.Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah
secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang
tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam
sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika
berpikir dan logika bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat.
Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu
berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa
penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju
sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin
ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Etimologi
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari
bahasa Arab فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia.
Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata
(philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan").
Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata
filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk
terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang
mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
2.2.Pengertian Filsafat
Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat
adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep
dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai
suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu
secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan
segala hubungan.
Pengertian
filsafat menurut para tokoh :
1.
Pengertian filsafat menurut Harun Nasution
filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tak
terikat tradisi, dogma atau agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai
ke dasar-dasar persoalan
2.
Menurut Plato ( 427-347 SM) filsafat adalah
pengetahuan tentang segala yang ada
3.
Aristoteles (384-322 SM) yang merupakan murid Plato menyatakan filsafat
menyelidiki sebab dan asas segala benda.
4.
Marcus Tullius Cicero (106 – 43 SM) mengatakan
bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha
untuk mencapainya.
5.
Al Farabi (wafat 950 M) filsuf muslim terbesar
sebelum Ibn Sina menyatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang
maujud dan bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya.
2.3.Persalinan
Persalinan
dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Kelahiran seorang bayi
juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga menantikannya selama 9
bulan. Ketika pesalinan dimulai, peranan ibu adalah melahirkan bayinya. Peran
petugas kesehatan adalah memantau persalinan untuk mendeteksi dini adanya
komplikasi disamping itu bersama keluarga memberikan bantuan dan dukungan pada
ibu bersalin (Saifuddin, 2006).
Persalinan
adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar (Prawirohardjo, 2007). Sedangkan persalinan
normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan yang cukup
bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi pada ibu maupun pada janin
(Wiknjosastro dalam Prawirahardjo, 2005).
Persalinan
normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar dengan presentasi belakang kepala tanpa
memakai alat - alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi,
dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Prawirohardjo, 1997,
hal 180).
Persalinan
normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) dari dalam
uterus (rahim) dengan presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa alat atau
pertolongan istimewa yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu),
lamanya persalinan berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun janin. (Sarwono, 2000).
1. Persalinan Berdasarkan Teknik
Persalinan Spontan, yaitu
persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan
lahir.
Persalinan Buatan, yaitu persalian
dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi forceps, ekstraksi vakum dan section
sesaria.
Persalinan Anjuran, yaitu
persalinan tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah
pemecahan ketuban, pemberian pitocin aprostagladin (Mochtar,1983 : 221-223).
2. Persalinan Berdasarkan Umur
Kehamilan
Abortus : pengeluaran buah kehamilan sebelum
kehamilan 22 minggu atau bayi dengan berat badan kurang dari 500 gram.
Partus Immaturus :
Pengeluaran buah kehamilan antara 22 minggu dan 28 minggu atau bayi dengan
berat badan antara 500 gram dan 999 gram.
Partus Prematurus :
Pengeluaran buah kehamilan antara 28 minggu dan 37 minggu atau bayi dengan
berat badan antara 1000 gram dan 2499 gram.
Partus Maturs atau aterm :
Pengeluaran buah kehamilan antara 37 minggu dan 42 minggu dengan berat badan
bayi di atas 2500 gram.
Partus Postmaturus (Serotinus) :
Pengeluaran buah kehamilan setelah 2 minggu atau lebih dari waktu persalinan
yang ditaksirkan. (Mochtar. 1988:91)
3. Klasifikasi Persalinan
Partus matur atau aterm adalah
partus dengan kehamilan 37-40 minggu, janin matur, berat janin diatas 2500
gram, partus premature adalah dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum
aterm/cukup bulan, berat janin 100-2500 gram atau umur kehamilan 28-36 minggu.
Partus post matur/serotinus adalah partus terjadi 2 minggu atau lebih dari
waktu yang telah di perkirakan atau taksiran partus. Abortus adalah penghentian
kehamilan sebelum janin viable, berat janin kurang dari 1000 gram,umur
kehamilan kurang dari 28 minggu.
2.4.Pengertian
Fungsi Filsafat
Pada umumnya dapat
dikatakan bahwa studi filsafat semakin menjadikan orang mampu untuk menangani
pertanyaan-pertanyaan mendasar manusia yang tidak terletak dalam wewenang
metodis ilmu-ilmu spesial. Jadi berfilsafat membantu untuk mendalami
pertanyaan-pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas (filsafat teoretis)
dan lingkup tanggung jawabnya (filsafat praktis). Kemampuan itu dipelajarinya
dari dua jalur: secara sistematis dan secara historis. Pertama, secara
sistematis. Artinya, filsafat menawarkan metode-metode mutakhir untuk menangani
masalah-masalah mendalam manusia, tentang hakikat kebenaran dan pengetahuan,
baik biasa maupun ilmiah, tentang tanggung jawab dan keadilan, dan sebagainya.
Jalur
kedua adalah sejarah filsafat. Di situ orang belajar untuk mendalami,
menanggapi, serta belajar dari jawaban-jawaban yang sampai sekarang ditawarkan
oleh para pemikir dan filsuf terkemuka terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Kemampuan
ini memberikan sekurang-kurangnya tiga kemampuan yang memang sangat dibutuhkan
oleh segenap orang yang di jaman sekarang harus atau mau memberikan pengarahan,
bimbingan, dan kepemimpinan spiritual dan intelektual dalam masyarakat.
Suatu
pengertian lebih mendalam tentang manusia dan dunia. Dengan mempelajari
pendekatan-pendekatan pokok terhadap pertanyaan-pertanyaan manusia yang paling
hakiki, serta mendalami jawaban-jawaban yang diberikan oleh para pemikir
terbesar umat manusia, waawasan dan pengertian kita sendiri diperluas.
Kemampuan
untuk menganalisis secara terbuka dan kritis argumentasi-argumentasi,
pendapat-pendapat, tuntutan-tuntutan dan legitimasi-legitimasi dari berbagai
agama, ideologi dan pandangan dunia. Secara singkat, filsafat selalu juga
merupakan kritik ideologi. Justru kemampuan ini sangat diperlukan dewasa ini di
mana kebudayaan merupakan pasaran ide-ide dan ideologi-ideologi religius dan
politis yang mau membujuk manusia untuk mempercayakan diri secara buta kepada
mereka. Dalam situasi ini sangat diperlukan kemampuan untuk tidak sekadar
menolak ideologi-ideologi itu secara dogmatis dan dari luar, melainkan untuk
menanggapinya secara kritis dan argumentatif.
Pendasaran
metodis dan wawasan lebih mendalam dan kritis dalam menjalani studi-studi di
ilmu-ilmu spesial, termasuk teologi.
Dengan
mempertimbangkan hal di atas, dapat dikatakan bahwa filsafat, demikian kegiatan
berfilsafat, sangat diperlukan oleh profesi-profesi seperti pendidik, wartawan,
pengarang dan penerbit, budayawan, sosiolog, psikolog, ilmuwan politik,
agamawan, dan teologi.
Di samping itu,
filsafat juga mempunyai fungsi khusus dalam lingkungan sosial budaya Indonesia:
Bangsa
Indonesia berada di tengah-tengah dinamika proses modernisasi yang meliputi
semakin banyaknya bidang dan hanya untuk sebagiannya dapat dikemudikan melalui
kebijakan pembangunan. Menghadapi tantangan modernisasi dengan perubahan
pandangan hidup, nilai-nilai dan norma-norma itu, filsafat membantu untuk
mengambil sikap yang sekaligus terbuka dan kritis.
Filsafat
merupakan sarana baik untuk menggali kembali kekayaan kebudayaan,
tradisi-tradisi, dan filsafat Indonesia untuk mengaktualisasikannya bagi
Indonesia modern yang sedang kita bangun. Filsafatlah yang paling sanggup untuk
mendekati warisan rohani tidak hanya secara museal dan verbalistik, melainkan
secara evaluatif, kritis dan refleksif, sehingga kekayaan rohani bangsa dapat
menjadi modal dalam pembentukan terus-menerus identitas modern bangsa
Indonesia.
Sebagai
kritik ideologi, filsafat membangun kesanggupan untuk mendeteksi dan membuka
kedok-kedok ideologis pelbagai bentuk ketidakadilan sosial dan
pelanggaran-pelanggaran terhadap martabat dan hak-hak asasi manusia yang masih
terjadi. Jadi filsafat membuat sanggup untuk melihat secara terbuka
masalah-masalah sosial serta percaturan kekuasaan yang sedang berlangsung.
Filsafat
merupakan dasar paling luas untuk berpartisipasi secara kritis dalam kehidupan
intelektual bangsa pada umumnya dan khususnya dalam kehidupan intelektual di
universitas-universitas dan lingkungan akademis. Filsafat dapat berfungsi
sebagai interdisipliner sistem, tempat bertemunya berbagai disiplin ilmu
pengetahuan. Di universitas-universitas, fakultas filsafat sering disebut
"fakultas sentral" atau "inter-fakultas", karena semua
fakultas lain, yang selalu menyelidiki salah satu segi dari kenyataan,
menjumpai pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan refleksi yang tidak lagi
termasuk bidang khusus mereka. Misalnya, pertanyaan tentang batas-batas
pengetahuan kita, tentang asal bahasa, tentang hakikat hidup, tentang hubungan
badan dan jiwa, tentang hakikat materi, tentang dasar moral.
Salah
satu fungsi terpenting filsafat adalah bahwa ia menyediakan dasar dan sarana
sekaligus bagi diadakannya dialog di antara agama-agama yang ada di Indonesia
pada umumnya dan secara khusus dalam rangka kerja sama antar-agama dalam
membangun masyarakat adil-makmur. Jadi filsafat adalah dasar bagus bagi dialog
antar-agama, karena argumentasinya mengacu pada manusia dan rasionalitas pada
umumnya, tidak terbatas pada pendekatan salah satu agama tertentu, itu pun
tanpa mengurangi pentingnya sikap beragama. Justru para agamawan memerlukan
filsafat supaya dapat bicara satu sama lain dan bersama-sama memecahkan
masalah-masalah sosial dan masalah-masalah nasional.
2.5.Pengertian Landasan Filsafat Ilmu
A. Ontologi
Pembicaraan tentang Ontologi berkisar pada persoalan bagaimanakah kita
menerangkan tentang hakekat dari segala sesuatu? Perbincangan tentang hakekat
berarti tentang kenyataan yang sebenarnya, bukanlah kenyataan semu ataupun
kenyataan yang mudah berubah-ubah. Para filosof terutama era klasik dan
pertengahan berbicara mengenai pengertian apa itu Ontologi? Secara etimologi,
Ontologi berasal dari kata Yunani, On=being, dan Logos=logic. Sehingga Ontologi
dapat dipahami sebagai ilmu yang membahas tentang yang ada, yang tidak terikat
oleh satu perwujudan tertentu. Ia berusaha mencari inti dari setiap kenyataan.
(Muhajir, 2001: hlm. 57)
Bagi Sidi Gazalba Ontologi adalah
dasar dari Filsafat yang membahas tentnag sifat dan keadaan terakhir dari suatu
kenyataan. Sebab itulah Ontologi disebut pula sebagai ilmu hakikat. Sementara
itu, Amtsal Bakhtiar menyimpulkan bahwa Ontologi tidak lain adalah “Ilmu yang
membahastentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak” (Bakhtiar, 2009: hlm.134)
Dalam perbincangannya, seringkali
Ontologi dihubungkan dengan Metafisika, yakni cabang ilmu dalam filsafat yang
berbicara mengenai keberadaa (being) dan eksistensi (existence). Untuk
memperjelas keberadaan keduanya, Christian Wolf, sebagaimana dikutip oleh Rizal
Mustansyir, membagi Metafisika menjadi dua, yakni Metafisika Umum atau Ontologi
yang membahas tentang hal “Ada” (being) dan Metafisika khusus yaitu Psikologi
(bicara hakikat manusia), Kosmologi (bicara asal-usul semesta) dan Teologi
(bicara keberadaan Tuhan). (Mustansyir dan Munir, 2009: hlm. 12)
Pemikiran Ontologi (Metafisika
Umum) yang berkisar pada hakikat dari yang Ada, telah mengelompokkan para
filosof dalam beberapa kelompok, di antaranya;
a.
Monisme; yang mempercayai bahwa
hakikat dari segala sesuatu yang ada adalah satu saja, baik yang asa itu berupa
materi maupun ruhani yang menjadi sumber dominan dari yang lainnya. Para
filosof pra-Socrates seperti Thales, Demokritos, dan Anaximander termasuk dalam
kelompok Monisme, selain juga Plato dan Aristoteles. Sementara filosof Modern
seperti I. Kant dan Hegel adalh penerus kelompok Monisme, terutama pada
pandangan Idealisme mereka.
b. Dualisme; kelompok ini meyakini sumber asal segala sesuatu terdiri dari dua
hakikat, yang spirit dan jasad. Asal yang materi berasal dari yang ruh, dan
yang ruh berasal dari yang materi. Descartes adalah contoh filosof Dualis
dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan).
c. Pluralisme;
kelompok ini berpandangan bahwa hakikat kenyataan ditentukan oleh kenyataan
yang jamak/berubah-ubah. Filosof Klasik, Empedokles, adalah tokoh Pluralis yang
mengatakan bahwa kenyataan tersusun oleh banyak unsur (tanah, air, api, dan
udara). Tokoh Pragmatisme, William James juga seorang Pluralis yang berpendapat
karena pengalaman kita selalu berubah-ubah, maka tidak ada kebenaran hakiki
kecuali kebenaran-kebenaran yang selalu diperbarui oleh kebenaran selanjutnya.
d. Nihilisme; kelompok Nihilis diprakarsai oleh kaum Sofis di era Klasik.
Mereka menolak kepercayaan tentang realitas hakiki. Realitas, menurut mereka
adalah tunggal sekaligus banyak, terbatas sekaligus tidak terbatas, dan
tercipta sekaligus tidak tercipta. Selain tokoh Sofis, Friedrich Nietzsche
adalah tokoh filosof Eropa yang sangat bernuansa Nihilisme, hingga ia
meniadakan keberadaan Tuhan “Allah sudah mati”
e.
Agnostisisme; pada intinya Agnostisisme adalah paham yang mengingkari bahwa
manusia mampu mengetahui hakikat yang ada baik yang berupa materi ataupun yang
ruhani. Aliran ini juga menolak pengetahuan manusia tentang hal yang
transenden. Contoh paham Agnostisisme adalah para filosof Eksistensialisme,
seperti Jean Paul Sartre yang juga seorang Ateis. Sartre menyatakan tidak ada
hakikat ada (being) manusia, tetapi yang ada adalah keberadaan (on being)-nya.
(Bakhtiar, 2009: hlm. 135-48)
B. Epistemologi
Epistemologi adalah landasan ilmu yang mempersoalkan hakikat dan ruang lingkup
dari pengetahuan. Ia berasal dari istilah Yunani “episteme” yang berarti
pengetahuan dan “logos” yang artinya teori; jadi epistemologi secara
terminologi dapat dipahami sebagai teori tentang pengetahuan. Epistemologi
mempertanyakan berbagai persoalan seputar pengetahuan, seperti: Apa sumber pengetahuan
dan dari mana pengetahuan itu didapatkan? Apa sifat dasar dari pengetahuan?
Serta apakah pengetahuan itu benar, atau bagaimanakah kita membedakan yang
benar dari pengetahuan salah?
Secara general, aliran dalam
Epistemologi terbagi menjadi dua, pertama Rasionalisme atau Idealisme, dan
kedua Empirisme atau Realisme. Yang pertama menekankan pada pentingnya peran
‘akal’ dan ‘idea’ sebagai sumber ilmu pengetahuan, sedangkan panca indera
dinomorduakan. Sedangkan aliran kedua berbicara tentang penekanan ‘indera’ dan
‘pengalaman’ sebagai sumber sekaligus alat dalam memperoleh pengetahuan. Kedua
kelompok ini saling bersitegang, hingga munculnya aliran ketiga, yaitu
Rasionalisme Kritis yang menekankan adanya kategori sintesis yakni perpaduan
antara kedua sumber pengetahuan (akal dan rasio) dalam sebuah ilmu pengetahuan.
(Abdullah,dkk, 1995)
Obyek Material dari Epistemologi
adalah pengetahuan itu sendiri, sedangkan hakikat pengetahuan adalah obyek
formal yang menjadi pembahasan inti dari Epistemologi. Secara umum dapat
dikatakan bahwa epistemologi membahas apa yang disebut sebagai pengetahuan dan
‘kebenaran ilmiah’ dari pengetahuan tersebut, yang membedakannya dengan
pengetahuan karena ‘kepercayaan’, yang disebut Mustansyir sebagai pengetahuan
nir-ilmiah.
Dari karakteristik dasarnya, suatu
pengetahuan dapat dibedakan menjadi setidaknya empat pengetahuan, yakni:
Pengetahuan indrawi; adalah
pengetahuan yang didapatkan melalui indera (sense) atau pengalaman (empiric).
Pengetahuan akal budi; adalah pengetahuan yang didapatkan melalui pendasaran
rasio atau pemikiran.
Kedua pengetahuan diatas, disebut sebagai dasar dari pengetahuan ilmiah.
Berbeda dengan keduanya, dua pengetahuan terakhir seringkali dipertanyakan
kadar ke-ilmiah-an nya. Yakni:
Pengetahuan intuitif; pengetahuan
yang didapatkan dari kesadaran akan pengalaman langsung, melalui intuisi.
Beberapa filosof Islam menekankan pengetahuan ini, seperti Ilmu Hudluri a-la
Suhrawardi dan Mulla Sadra (Iran)
Pengetahuan Kepercayaan; adalah pengetahuan yang didapatkan dari otoritas atau
profesionalitas seorang tokoh atau sekelompok orang. Pengetahuan yang
didapatkan dari doktrin agama biasanya dimasukkan ke dalam pengetahuan jenis
ini. (Mustansyir dan Munir, 2009)
C. Aksiologi
Aksiologi, secara etimologi berasal dari kata axios yang berarti nilai dan
logos yang berarti teori. Sehingga Aksiologi dapat dipahami sebagai ilmu yang
menjadikan kodrat, kriteria, dan status metafisik dari nilai sebagai problem
bahasannya. Nilai yang dimaksud dalam hal ini adalah “Sesuatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai”
(Bakhtiar, 2009) Dengan demikian, obyek formal dari Aksiologi adalah nilai itu
sendiri.
2.6.Pengertian Filosofi Kebidanan
Filosofi kebidanan merupakan pandangan hidup atau penuntun bagi bidan dalam memberi
pelayanan kebidanan. Filosofi kebidanan menyatakan bahwa :
1.
Profesi kebidanan secara
nasional diakui dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah Indonesia.
Bidan merupakan salah satu tenaga pelayanan kesehatan professional yang telah
diakui oleh International Confederation of Midwives (ICM), FIGO, dan WHO.
2.
Tugas, tanggung jawab, dan
kewengan profesi bidan telah diatur dalam beberapa peraturan dan keputusan
Menteri Kesehatan. Peraturan dan keputusan
Menteri Kesehatan ini membantu program pemerintah di bidang kesehatan
khususnya dalam rangka menurunkan kematian ibu (AKI), Angka Kematian Perinatal
(AKP), pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), pelayanan ibu hamil, pelahiran,
nifas yang aman, pelayanan Keluarga Berencana (KB), pelayanan kesehatan
masyarakat,dan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya.
3.
Bidan meyakini setiap individu berhak
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan
manusia dan perbedaan budaya. Setiap individu berhak untuk menentukan nasibnya
sendiri, mendapat informasi yang cukup, dan berperan di segala aspek
pemeliharaan kesehatannya.
4.
Bidan meyakini menstruasi,
kehamilan, persalinan, dan menopause adalah proses fisiologis dan hanya
sebagian kecil yang membutuhkan intervensi medis.
5.
Persalinan adalah suatu proses
yang alami dan peristiwa normal, namun apabila tidak di kelola dengan tepat
dapat menjadi abnormal.
6.
Setiap individu berhak untuk
dilahirkan secara sehat. Oleh karena itu, wanita usia subur, ibu hamil, ibu
bersalin dan bayinya berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas.
7.
Pengalaman melahirkan merupakan
tugas perkembangan keluarga yang membutuhkan persiapan. Persiapan ini dimulai
ketika seseorang menginjak masa remaja.
8.
Kesehatan ibu di masa
reproduksi di pengaruhi oleh perilaku ibu, lingkungan,dan pelayanan kesehatan.
9.
Intervensi kebidanan bersifat
komprehensif yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif, yang ditujukan untuk individu, keluarga, serta masyarakat.
10. Manajemen kebidanan diselenggarakan menggunakan metode pemecahan
masalah untuk meningkatkan cakupan pelayanan kebidanan yang professional,
interaksi sosial, serta asas penelitian dan pengembangan yang dapat melandasi
manajemen kebidanan secara terpadu.
11. Proses pendidikan kebidanan sebagai upaya pengembangan kepribadian
yang berlangsuang sepajang hidup manusia perlu di kembangkan dan diupayakan
untuk berbagai strata masyarakat.
CONTOH SOAL
1).Pandangan
hidup atau penuntun bagi bidan dalam memberi pelayanan kebidanan merupakan
pengertian dari . . . . .
a.
Praktik Kebidanan c.
Filosofi Kebidanan
b.
Asuhan Kebidanan d. Pelayanan
Kebidanan
Jawaban
: C
2).
Persalinan dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi forceps,ekstraksi vakum dan
section sesaria merupakan pengertian dari . . . . .
a.
Persalinan Spontan c.
Persalinan Normal
b.
Persalinan Anjuran d.
Persalinan Buatan
Jawaban
: D
3).Pengeluaran
buah kehamilan antara 28 minggu dan 37 minggu atau bayi dengan berat badan
antara 1000 gram dan 2499 gram merupakan partus . . . . .
a.
Partus Prematurus c. Partus
Immaturus
b.
Partus aterm d. B
dan C benar
Jawaban
: A
4).Tanda-tanda
permulaan persalinan dan inpartu merupakan tanda- tanda pada saat . . . . .
a.
Tanda - tanda kehamilan c. A dan B
benar
b.
Tanda - tanda persalinan d. Semua
Salah
Jawaban
: B
5).filsafat
adalah pengetahuan tentang segala yang ada,yaitu merupakan pengertian filsafat
menurut . . . . .
a. Plato c.
Harun Nasution
b. Aristoteles d.
Marcus Tullius Cicero
Jawaban : A
6). Pandangan hidup seseorang atau
sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang
dicita-citakan merupakan pengertian dari . . . . .
a. Filosofi Kebidanan c.
Pelayanan Kebidanan
b. Landasan Filsafat d.
Filsafat
Jawaban : D
7). Pengeluaran buah kehamilan setelah 2 minggu
atau lebih dari waktu persalinan yang ditaksirkan merupakan partus . . . . .
a. Partus Postmaturus (Serotinus) c.
Partus Prematurus
b. Abortus d. Partus Immaturus
Jawaban : A
8). Proses pengeluaran hasil
konsepsi (janin dan uri) dari dalam uterus (rahim) dengan presentasi belakang
kepala melalui vagina tanpa alat atau pertolongan istimewa yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lamanya persalinan berlangsung dalam 18
jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin merupakan pengertian . . . . .
a. Persalinan Buatan c. Persalinan Anjuran
b. Persalinan Spontan d. Persalian Normal
Jawaban : D
9).
Pemikiran Ontologi (Metafisika Umum) yang berkisar pada
hakikat dari yang Ada, telah mengelompokkan para filosofi dalam beberapa
kelompok, di antaranya adalah . . . . .
a. Monoisme c.Dualisme
b. Pluralisme d. Semua
benar
Jawaban : D
10). Persalinan tidak dimulai dengan sendirinya tetapi
baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin aprostagladin
merupakan pengertian dari . . . . .
a. Persalinan Normal
b. Persalian Buatan
c. Persalinan Anjuran
d. Persalinan Spontan
Jawaban : C
BAB
III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Filsafat adalah studi tentang
seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan
dalam konsep mendasar.Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan
alasan yang tepat untuk solusi tertentu.
Persalinan adalah suatu proses
pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke
dunia luar (Prawirohardjo, 2007). Sedangkan persalinan normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan yang cukup bulan (37-42 minggu)
lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam,
tanpa komplikasi pada ibu maupun pada janin (Wiknjosastro dalam Prawirahardjo,
2005).
3.2.Saran
Saran penulis semoga materi
tentang Filosofi Asuhan Kebidanan dapat menambah wawasan bagi mahasiswa yang
belum memahami tentang filosofi asuhan kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA
Rukiah, Ali yeyeh, dkk,Asuhan Kebidanan II Persalinan Edisi Revisi,Jakarta
: TIM, 2009.
Ravertz, Jerome R. 2007. Filsafat
Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset.
Soepardan,
Suryani, Konsep Kebidanan, Jakarta :
EGC, 2007