PENDAHULUAN
Selama ini
banyak negara sedang berkembang telah berhasil menunjukkan laju pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi, tetapi masih banyak permasalahan pembangunan yang
belum terpecahkan, seperti : tingkat pengganguran tetap tinggi, pembagian
pendapatan tambah tidak merata, masih banyak terdapat kemiskinan absolut,
tingkat pendidikan rata-rata masih rendah, pelayanan kesehatan masih
kurang, dan sekelompok kecil penduduk yang sangat kaya cenderung semakin kaya
sedangkan sebagian besar penduduk tetap saja bergelut dengan kemiskinan.
Keadaan ini memprihatinkan, banyak ahli ekonomi pembangunan yang mulai mempertanyakan
arti dari pembangunan.
Mengingat konsep
pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur penilaian pertumbuhan ekonomi nasional
sudah terlanjur diyakini serta diterapkan secara luas, maka kita tidak boleh
ketinggalan dan mau tidak mau juga harus berusaha mempelajari hakekat dan
sumber-sumber pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertumbuhan ekonomi tersebut
merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Sedangkan pembangunan
ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan per kapita dengan jalan mengolah
kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,
penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan,
penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.
Hal
yang akan dibahas mengenai hal yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu
negara dan upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
negara tersebut.
Masalah pertumbuhan ekonomi adalah
masalah global. Bagi masyarakat awam, mungkin negara maju dianggap akan
terbebas dari segala macam masalah termasuk masalah ekonomi. Kenyatannya, tak
ada satu negara pun di dunia ini yang bisa terbebas dari lingkaran setan
tersebut. Mari kita bahas satu per satu masalah ekonomi, seperti apakah yang
ada pada masing-masing negara.
2.1.1. Masalah Pertumbuhan Ekonomi di Negara Maju
Permasalahan ekonomi di negara maju
mungkin dianggap tidak terlalu rumit. Sama halnya seperti orang kaya yang
"tak mungkin" akan bermasalah dengan stabilitas perekonomian
keluarga. Padahal, negara maju pun tak luput dari masalah ekonomi. Ingin bukti?
Lihat saja kondisi Amerika Serikat, salah satu negara adidaya, beberapa tahun
terakhir ini dari sisi ekonomi.
Kurang lebih tiga tahun yang lalu,
publik sempat dikagetkan dengan peristiwa bangkrutnya Lehman Brothers,
perusahaan jasa keuangan raksasa dunia. Bangkrutnya perusahaan raksasa tersebut
tentu mengakibatkan efek samping yang tak bisa dianggap remeh. Yang merasakan
tak hanya Amerika, namun juga hampir semua negara di dunia ini. Ibarat pondasi,
Amerika merupakan pondasi utama yang menopang bangunan di atasnya. Ketika ada
kerusakan di salah satu bagian pondasi, bangunan di atasnya pun akan ikut
goyang.
Kebangkrutan salah satu perusahaan
raksasa di bidang jasa tersebut ibarat virus. Dalam waktu yang tidak terlalu
lama, perusahaan- perusahaan yang bisa dikategorikan besar juga ikut berjatuhan
atau setidaknya "koma". Kondisi perekonomian yang tidak stabil
tersebut berimbas ke mana- mana. Nilai saham yang jatuh hingga ke level minus,
pengangguran meningkat, dan kriminalitas bertambah banyak.
Masalah ekonomi di negara maju
berkaitan dengan bagaimana negara maju tersebut mempertahankan kondisi
perekonomiannya agar tetap stabil. Dari sisi produktivitas, negara maju adalah
negara yang tingkat produktivitasnya tinggi. Banyak produk-produk baru yang
bermunculan dari tahun ke tahun. Kualitas jasa yang diberikan juga terus
meningkat.
Namun, bagaimana cara mempertahankan
kedua hal tersebut, itu yang menjadi masalah. Bila kita mengingat terguncangnya
beberapa negara adidaya beberapa puluh tahun yang lalu, opini kita pun akan
semakin kuat, kalau yang menghancurkan sesuatu yang sudah besar bukanlah
kondisi eksternal melainkan internal. Enron, salah satu perusahaan raksasa di
bidang energi salah satu contohnya. Siapa yang menduga bahwa perusahaan super
raksasa itu bisa habis "hanya" karena pihak manajemennya diduga
melakukan moral hazard, yaitu berupa penyalahgunaan atas laporan
keuangan. Kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan bukan?
Jatuhnya Enron saat itu bisa
dibilang peristiwa besar yang mengguncang peradaban ekonomi dunia. Karena
kebangkrutannya, salah satu kantor akuntan publik (KAP) berskala internasional,
yaitu Anderson di-delisting. Sungguh ironis. Lagi- lagi pertanyaannya
sama, apakah kebangkrutan Enron tersebut berimbas ke segala aspek kehidupan?
Ya, sudah tentu. Negara lain yang sebelumnya sudah memiliki masalah pertumbuhan
ekonomi yang cukup serius, kondisinya bertambah parah karena bangkrutnya Enron.
Jadi, bila ada yang bilang negara
maju itu pasti tak memiliki masalah pertumbuhan ekonomi, hal itu adalah salah
besar. Negara maju tetap memiliki masalah ekonomi yang harus diwaspadai.
Masalah tersebut bisa diatasi dengan mempertahankan stabilitas ekonomi dan
meningkatkan integritas dari pihak-pihak internal, yang biasanya justru menjadi
musuh dalam selimut.
2.1.2. Masalah Pertumbuhan Ekonomi di Negara
Berkembang
Berbeda dengan negara maju, masalah
pertumbuhan ekonomi di negara berkembang sangat mudah dilihat. Tak perlu jauh-
jauh mencari siapa contoh negara berkembang itu, karena Indonesia sudah bisa
kita jadikan bahan analisis. Apa masalah ekonomi yang ada di negara berkembang?
Berikut ini adalah beberapa masalahnya.
a.Gempuran produk dan jasa dari luar
Poin pertama ini berhubungan dengan
perdagangan bebas yang mulai dilakukan oleh banyak negara termasuk negara kita.
Mudahnya produk dan jasa dari luar untuk keluar masuk ke negara kita, telah
menjadi ancaman tersendiri bagi produsen dalam negeri. Namun, sebenarnya hal
tersebut justru menjadi tantangan untuk merangsang kreativitas. Apa jadinya
bila kita hidup "sendiri" tanpa ada rival. Tentu perjuangan kita tak
akan maksimal. Jadi, persaingan entah dari mana asalnya, sebenarnya adalah
sesuatu yang mutlak terjadi dan tak seharusnya kita hadapi secara manja.
b.Kurangnya dukungan pengadaan barang dan jasa
Masalah pertumbuhan ekonomi berikutnya
di negara berkembang, berhubungan dengan dukungan terhadap pengusaha baru.
Banyak pengusaha yang curhat seperti ini, "Bagaimana bisa
berkembang coba, belum-belum udah "dipalak" sana-sini dengan alasan
kontribusi, keamanan, dan uang kerjasama!" Ya, dilema memang. Di satu
sisi, kita disuruh untuk kreatif dengan menciptakan banyak lapangan kerja.
Namun di sisi lain, pungutan liar masih ada di mana-mana. Ibarat sebuah kondisi
kita sedang berada di dalam sumur. Ketika kita ingin keluar dari sumur yang
gelap tersebut, dan ingin merasakan hangatnya sinar matahari, kaki kita ditarik
oleh orang-orang yang juga sama-sama berada di dalam sumur.
c.Kurangnya kreativitas
Sekalipun jumlah orang-orang kreatif
meningkat dari waktu ke waktu, namun sejujurnya kita masih kekurangan
orang-orang kreatif. Hal itulah yang juga akan menjadi masalah ekonomi. Tak ada
kreativitas itu artinya mati. Bila saat ini kita adalah mahasiswa yang baru
saja lulus dan tak juga mendapatkan pekerjaan, apa yang akan kita lakukan?
Memulai usaha atau bertahan menjadi pengangguran bergengsi? "Malu dong,
masa sarjana jualan?" begitu salah satu contohnya. Padahal, pertumbuhan
ekonomi suatu bangsa bisa terus naik karena banyaknya orang-orang kreatif di
negara tersebut.
Bila tak ada yang kreatif, mungkin
tak ada yang akan menciptakan kendaraan dan alat komunikasi. Namun, di negara
berkembang, biasanya para penduduknya masih suka mengikuti tren. Kebanyakan
dari mereka akan malu bila berjalan sedikit "menyimpang" dari
teman-temannya. Hal tersebut bisa jadi, karena negara berkembang biasanya sudah
"terbiasa" dijajah oleh bangsa lain. Sehingga pola pikir menurut dan
patuh itu sangat membudaya. Sedangkan pola pikir nyeleneh atau
tampil beda itu dianggap melanggar aturan. Padahal pola pikir dan sikap nyeleneh yang
positif adalah bagian dari kreativitas yang mungkin bisa bermanfaat bagi
pertumbuhan ekonomi bangsa.
d.Kurangnya apresiasi terhadap penemuan yang
bermanfaat
Masalah pertumbuhan ekonomi lainnya
di negara berkembang adalah kurang adanya apresiasi atau dukungan terhadap
penemuan-penemuan di bidang ekonomi yang bisa bermanfaat bagi banyak orang.
Bahkan, lebih sering mungkin sikap nyinyir yang akan diperlihatkan ketika
penemuan tersebut tercipta.
2.1.3. Permasalahan Pertumbuhan Ekonomi
di Indonesia
Permasalahan pokok yang dihadapi
oleh negara sedang berkembang terletak pada hasil pembangunan masa lampau,
dimana strategi pembangunan ekonomi yang menitikberatkan secara pembangunan
dalam arti pertumbuhan ekonomi yang pesat ternyata menghadapi kekecewaan.
Banyak negara dunia ketiga yang sudah mengalami petumbuhan ekonomi, tapi
sedikit sekali manfaatnya terutama dalam mengatasi kemiskinan, pengangguran dan
ketimpangan dalam distribusi pendapatannya. Jurang si kaya dan si miskin
semakin melebar. Penganggur dan setengah menganggur di desa maupun di kota
semakin meningkat. Problem dari masalah kemiskinan, serta keadaan perumahan
yang tidak memadai.
Ketimpangan dan ketidakmerataan
serta pengangguran tidak hanya dalam kontek nasional, tetapi dalam konteks
internasional yang memandang negara-negara yang sedang berkembang sebagai
bagian peningkatan interdependensi (saling ketergantungan) yang sangat timpang
dalam sistem ekonomi dunia. Di negara maju titik berat strategi pembangunan
nampaknya ditekan untuk mengalihkan pertumbuhan menuju usaha-usaha yang
menyangkut kualitas hidup. Usaha-usaha tersebut dimanifestasikan secara prinsip
dalam perubahan keadaan lingkungan hidup.
Pada prinsipnya problem-problem
kemiskinan dan distribusi pendapatan menjadi sama-sama penting dalam
pembangunan negara tersebut. Penghapusan kemiskinan yang meluas dan pertumbuhan
ketimpangan pendapatan merupakan pusat dari semua problem pembangunan yang
banyak mempengaruhi strategi dan tujuan pembangunan. Oleh karena itu ahli
ekonomi mengemukakan bahwa untuk perbaikan jurang pendapatan nasional hanya
mungkin bila strategi pembangunan mengutamakan apa yang disebut keperluan
mutlak, syarat minimum untuk memenuhi kebutuhan pokok, serta yang dinamakan
kebutuhan dasar.
Pengalaman pembangunan di banyak
negara dewasa ini menunjukkan, bahwa terdapat pertentangan antara gagasan dan
praktek pembangunan ekonomi. Gagasan pembangunan kontemporer berpendirian,
bahwa globalisasi akan selalu memberikan efek positif yang menguntungkan. Pada
prakteknya itu tidak selalu terjadi. Krisis finansial yang melanda Asia Timur
dan Asia Tenggara merupakan contoh ekses negatif globalisasi. Globalisasi dan
pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai tidak selalu diikuti pemerataan dan
keadilan sosial.
Hal ini selanjutnya membawa kita
pada dilema pokok dalam gagasan pembangunan, yaitu adanya perdebatan di antara
para pakar tentang strategi yang seharusnya didahulukan, antara pertumbuhan dan
pembangunan. Kelompok pertama menyatakan, bahwa pertumbuhan ekonomi harus
didahulukan untuk mencapai tujuan-tujuan lain dalam pembangunan. Kelompok
lainnya berpendapat, bahwa bertolak dari tujuan yang sebenarnya ingin dicapai,
maka aktivitas yang berkaitan langsung dengan masalah pembangunan itulah yang
seharusnya didahulukan, sehingga tercapai pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Perdebatan ini menarik untuk diikuti karena masing-masing
kelompok berpendapat dengan argumen yang kuat.
Profesor Mubyarto dan Profesor
Bromley mempunyai gagasan baru dalam pembangunan, yaitu tentang pentingnya
peran kelembagaan dalam pembangunan. Selama aspek kelembagaan belum
diperhatikan dengan baik, maka akan sulit untuk merumuskan dan melaksanakan aktivitas
pembangunan yang mendukung terwujudnya pemerataan sosial, pengurangan
kemiskinan, dan usaha-usaha peningkatan kualitas hidup lainnya. Aspek
kelembagaan ini berperan penting dalam meningkatkan kemampuan ekonomi
masyarakat, khususnya masyarakat miskin, dalam memanfaatkan kesempatan ekonomi
yang ada. Inovasi dalam kebijakan publik semacam ini akan senantiasa memberikan
perhatian terhadap tiga hal penting, yaitu etika, hukum, dan ilmu ekonomi.
Etika menekankan pada persepsi
kolektif tentang sesuatu yang dianggap baik dan adil, untuk masa kini maupun
mendatang. Hukum menekankan pada penerapan kekuatan kolektif untuk melaksanakanethical
consensus yang telah disepakati. Sementara itu, ilmu ekonomi
menekankan pada perhitungan untung rugi yang didasarkan pada etika dan landasan
hukum suatu negara.
Distribusi pendapatan nasional
adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil suatu negara di
kalangan penduduknya (Dumairy, 1999)
Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft
Morris (dalam Lincolin Arsyad, 1997) ada 8 hal yang menyebabkan ketimpangan
distribusi di Negara Sedang Berkembang:
1.
Pertumbuhan penduuduk yang tinggi yang mengakibatkan
menurunnya pendapatan per kapita
2.
Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak
diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang
3.
Ketidakmerataan pembangunan antar daerah
4.
Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang
padat modal, sehingga persentase pendapatan modal kerja tambahan besar
dibandingkan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga
pengangguran bertambah
5.
Rendahnya mobilitas sosial
6.
Pelaksanaan kebijakan industry substitusi impor yang
mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industry untuk melindungi
usaha-usaha golongan kapitalis
7.
Memburuknya nilai tukar bagi NSB dalam perdagangan
dengan Negara- Negara maju, sebagi akibat ketidak elastisan permintaan
Negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor NSB
8.
Hancurnya industry kerajinan rakyat seperti
pertukangan, industry rumah tangga, dan lain-lain
Michael P. Todaro dalam bukunya Pembangunan Ekonomi
menjelaskan bahwa pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai
suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas
struktur sosial, sikap masyarakat dan institusi nasional, disamping tetap
mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan
serta pengentasan kemiskinan.
Kemiskinan
adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti
makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan
erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan
mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan
masalah global.
Berbagai
sudut pandangan tentang masalah kemiskinan, pada dasarnya dapat dilihat dari
dua aspek yaitu aspek statis dan dinamis
1. Dari Segi
Statis
Ø Kemiskinan
sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan kelompok
minoritas
Ø Ketidakmampuan
dan ketidakberuntungan sosial (anak telantar, wanita korban tindak kekerasan
rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil.
Ø Masyarakat
miskin seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena hambatan
internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya.
Ø Miskin
alamiah, kemiskinan yang timbul akibat terbatasnya jumlah sumber daya dan
karena tingkat perkembangan teknologi yang sangat rendah. Sehingga dalam
masyarakat ini tidak akan ada kelompok atau individu yang lebih miskin dari
yang lain. Jika ada perbedaan kekayaan dalam masyarakat, dampak perbedaan
tersebut akan diperlunak atau dieliminasi oleh adanya pranata-pranata
tradisional. Misalnya hubungan patron-klien, jiwa gotong royong, dan sejenisnya
berfungsi untuk meredam timbulnya kecemburuan sosial.
Ø Kemiskinan
struktural atau buatan, merupakan kemiskinan yang terjadi karena struktur
sosial yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana
ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Bahkan Selo Soemardjan
mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai kemiskinan yang diderita oleh
suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat
menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.
2. Dari Segi
Dinamis
Ø Kemiskinan
yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang dan pengkalah.
Pemenang umumnya adalah negara-negara maju. Sedangkan negara-negara berkembang seringkali
semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat
globalisasi.
Ø Kemiskinan
yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten (kemiskinan akibat
rendahnya pembangunan), kemiskinan pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran
pedesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang
sebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan).
Ø Kemiskinan
konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau
faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam,
kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk.
Ø Tidak adanya
akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi,
air bersih dan transportasi)
Hingga saat ini, pandangan banyak
ahli ekonomi pembangunan terhadap pembangunan ekonomi masih diwarnai oleh
dikotomi antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Masih adanya
kontroversi antara mana yang lebih dahulu untuk dilakukan dan dicapai,
pertumbuhan ekonomi atau pemerataan pembangunan.
Masalah pokok pembangunan Indonesia
Masalah pokok pembangunan Indonesia
ada bermacam – macam , diantaranya adalah
1. Dualisme peraturan
2. Kependudukan dan kemiskinan
3. Iklim dan geografis
4. Pemerataan pembangunan
Macam-macam penyebab diatas
sangat mempengaruhi pembangunan pada Negara, Negara Indonesia adalah
termasuk dalam Negara berkembang, oleh karena itu masalah – masalah diatas
harus segera diselesaikan.
Dualisme pengaturan
Dualisme adalah ajaran atau
aliran/faham yang memandang alam ini terdiri atas dua macam hakekat yaitu
hakekat materi dan hakekat rohani. Kedua macam hakekat itu masing-masing bebas
berdiri sendiri, sama azazi dan abadi. Perhubungan antara keduanya itu menciptakan
kehidupan dalam alam Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua
hakekat ini adalah terdapat dalam diri manusia.
Dualisme pengaturan adalah
pengaturan sistem pada Negara Indonesia yang bersifat dualism sehingga
mengakibatkan keterhambatnya pembangunan di Indonesia.
Kependudukan
dan Kemiskinan
Kependudukan di Indonesia tidak
merata sehingga kepadatan di beberapa kota besar sangat mempengaruhi
pembangunan. Dengan kepadatan penduduk tersebut maka persaingan untuk mencari
lapangan kerja sangat sulit, dan mengakibatkan pengangguran dan Kemiskinan.
Dampak Pengangguran Terhadap Pembangunan Nasional
Pengangguran merupakan masalah pokok
dalam suatu masyarakat modern. Jika tingkat pengangguran tinggi, sumber daya
menjadi terbuang percuma dan tingkat pendapatan masyarakat akan merosot.
Situasi ini menimbulkan kelesuan ekonomi yang berpengaruh pula pada emosi
masyarakat dan kehidupan keluarga sehari-hari.
Pengangguran berdampak besar
terhadap pembangunan nasional. Dampak pengangguran terhadap pembangunan
nasional dapat dilihat melalui hubungan antara pengangguran dan
indikator-indikator berikut ini:
1.
Pendapatan Nasional dan Pendapatan per Kapita
Upah
merupakan salah satu komponen dalam penghitungan pendapatan nasional. Apabila
tingkat pengangguran semakin tinggi, maka nilai komponen upah akan semakin
kecil. Dengan demikian, nilai pendapatan nasional pun akan semakin kecil.
Pendapatan per kapita adalah pendapatan nasional dibagi jundah penduduk. Oleh
karna itu, nilai pendapatan nasional yang semakin kecil akibat pengangguran
akan menurunkan nilai pendapatan per kapita.
2.
Beban Psikologis
Semakin lama
seseorang menganggur, semakin besar beban psikologis yang harus ditanggung.
Secara psikologis, orang yang menganggur mempunyai perasaan tertekan, sehingga
berpengaruh terhadap berbagai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dampak
psikologis ini mempunyai efek domino di mana secara sosial, orang menganggur
akan merasa minder karena status sosial yang tidak atau belum jelas.
3.
Biaya Sosial
Dengan
semakin besarnya jumlah penganggur, semakin besar pula biaya sosial yang harus
dikeluarkan. Biaya sosial itu mencakup biaya atas peningkatan tugas-tugas
medis, biaya keamanan, dan biaya proses peradilan sebagai akibat meningkatnya
tindak kejahatan.
4.
Penerimaan Negara
Salah satu sumber penerimaan negara
adalah pajak, khususnya pajak penghasilan. Pajak penghasilan diwajibkan bagi
orang-orang yang memiliki pekerjaan. Apabila tingkat pengangguran meningkat,
maka jumlah orang yang membayar pajak penghasilan berkurang. Akibatnya
penerimaan negara pun berkurang.
Dampak Pengangguran Terhadap Ekonomi Masyarakat
Tingginya tingkat pengangguran dalam
sebuah perekonomian akan mengakibatkan kelesuan ekonomi dan merosotnya tingkat
kesejahteraan masyarakat sebagai akibat penurunan pendapatan masyarakat.
Dampak pengangguran terhadap ekonomi
masyarakat meliputi hal-hal berikut ini:
a.
Pendapatan per kapita
Orang yang
menganggur berarti tidak memiliki penghasilan sehingga hidupnya akan membebani
orang lain yang bekerja. Dampaknya adalah terjadinya penurunan pendapatan
per-kapita. Dengan kata lain, bila tingkat pengangguran tinggi maka pendapatan
per kapita akan menurun dan sebaliknya bila tingkat pengangguran rendah
pendapatan per kapita akan meningkat, dengan catatan pendapatan mereka yang
masih bekerja tetap.
b.
Pendapatan Negara
Orang yang
bekerja mendapatkan balas jasa berupa upah/gaji, Upah/gaji tersebut sebelum
sampai di tangan penerima dipotong pajak penghasilan terlebih dahulu. Pajak ini
merupakan salah satu sumber pendapatan negara sehingga bila tidak banyak orang
yang bekerja maka pendapatan negara dari pemasukan pajak penghasilan cenderung
berkurang.
c.
Beban Psikologis
Semakin lama
seseorang menganggur semakin besar beban psikologis yang ditanggungnya. Orang
yang memiliki pekerjaan berarti ia memiliki status sosial di tengah-tengah
masyarakat. Seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dalam jangka waktu lama
akan merasa rendah diri (minder) karena statusnya yang tidak jelas.
d.
Munculnya Biaya Sosial
Tingginya tingkat pengangguran akan
menimbulkan pengeluaran berupa biaya-biaya sosial seperti biaya pengadaan
penyuluhan, biaya pelatihan, dan biaya keamanan sebagai akibat kecenderungan
meningkatnya tindak kriminalitas.
Iklim dan Geografis
Iklim di Indonesia adalah tropis dan
geografisnya berupa kepulauan, sehingga sulit untuk pemerintah melakukan
pemerataan pembangunan dan ditambah lokasi pulau – pulau berjarak cukup jauh.
Negara Indonesia beriklim tropis sehingga sangat mudah untuk melakukan kegiatan
pertanian, karena banyak penduduk Indonesia yang melakukan pertanian sehingga
pembangunan menjadi sulit.
Pemerataan
pembangunan
Pemerataan pembangunan di Indonesia masih cukup
labil, karena banyak faktor yang mempengaruhinya sehingga pembangunan di
Indonesia tidak merata. Akibatnya masih banyak beberapa daerah yang belum
mendapatkan infrastruktur yang memadai, diantaranya : air bersih, lisrik,
pendidikan ,dan lapangan pekerjaan. Akibat dari tidak meratanya pembangunan
sangat banyaknya kemiskinan di Indonesia.
1. Permasalahan Kuantitas Penduduk di
Indonesia
Berbagai permasalahan yang
berkaitan dengan kuantitas penduduk sebagai berikut :
a.
Jumlah Penduduk Indonesia
Besarnya sumber daya manusia Indonesia dapat
di lihat dari jumlah penduduk yang ada. Jumlah penduduk di Indonesia berada
pada urutan keempat terbesar setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
b.
Pertumbuhan Penduduk Indonesia
Peningkatan penduduk dinamakan pertumbuhan
penduduk. Angka pertumbuhan penduduk Indonesia Lebih kecil dibandingkan Laos,
Brunei, dan Filipina.
c.
Kepadatan penduduk Indonesia
Kepadatan penduduk merupakan perbandingan
jumlah penduduk terhadap luas wilayah yang dihuni. Ukuran yang digunakan
biasanya adalah jumlah penduduk setiap satu km2 atau setiap 1mil2.
permasalahan dalam kepadatan penduduk adalah persebarannya yang tidak merata.
Kondisi demikian menimbulkan banyak permasalahan, misalnya pengangguran,
kemiskinan, kriminalitas, pemukiman kumuh dsb.
d.
Susunan penduduk Indonesia
Sejak sensesus penduduk tahun 1961, piramida
penduduk Indonesia berbentuk limas atau ekspansif.
Artinya pada periode tersebut, jumlah penduduk usia muda lebih banyak daripada
penduduk usia tua. Susunan penduduk yang seperti itu memberikan konsekuensi
terhadap hal-hal berikut :
o
Penyediaan fasilitas kesehatan.
o
Penyediaan fasilitas pendidikan
bagi anak usia sekolah.
o
Penyediaan lapangan pekerjaan
bagi penduduk kerja.
o
Penyediaan fasilitas social
lainnya yang mendukung perkembangan penduduk usia muda.
1.
Pengangguran dan pendidikan rendah
Masalah di atas pada akhirnya tali
temali menghadirkan implikasi buruk dalam pembangunan hukum di Indonesia. Bila
ditelusuri lebih jauh keempat masalah di atas dapatlah disimpulkan bahwa akar
dari semua masalah itu adalah karena ketidakjelasan politik ketenagakerjaan
nasional. Sekalipun dasar-dasar konstitusi UUD 45 khususnya pasal 27 dan pasal
34 telah memberikan amanat yang cukup jelas bagaimana seharusnya negara
memberikan perlindungan terhadap buruh/pekerja.
Pengangguran terjadi disebabkan
antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari
jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar
kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para
pencari kerja. Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya
pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain: perusahaan yang
menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang
kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam proses
ekspor impor, dll.
Menurut data BPS angka pengangguran
pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka, sekitar 450 ribu
diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia penganggur
sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun). Selain itu
terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan
(hopeless). Situasi seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas
nasional. Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja
kurang dari jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87
juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada jabatan yang
lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan
produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah
penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera dituntaskan.
Keadaan Angkatan Kerja dan Keadaan Kesempatan Kerja
Masalah pengangguran dan setengah
pengangguran tersebut di atas salah satunya dipengaruhi oleh besarnya angkatan
kerja. Angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2002 sebesar 100,8 juta orang.
Mereka ini didominasi oleh angkatan kerja usia sekolah (15-24 tahun) sebanyak
20,7 juta. Pada sisi lain, 45,33 juta orang hanya berpendidikan SD kebawah, ini
berarti bahwa angkatan kerja di Indonesia kualitasnya masih rendah.
Keadaan lain yang juga mempengaruhi
pengangguran dan setengah pengangguran tersebut adalah keadaan kesempatan
kerja. Pada tahun 2002, jumlah orang yang bekerja adalah sebesar 91,6 juta
orang. Sekitar 44,33 persen kesempatan kerja ini berada disektor pertanian,
yang hingga saat ini tingkat produktivitasnya masih tergolong rendah.
Selanjutnya 63,79 juta dari kesempatan kerja yang tersedia tersebut berstatus
informal.
Dan selama hampir 25 tahun lebih
pemerintah Indonesia percaya, dengan jenis investor ini, sampai kemudian
disadarkan oleh kenyataan pahit bahwa jenis industri seperti itu adalah jenis
industri yang paling gemar melakukan relokasi. Pemindahan lokasi industri ke negara
yang menawarkan upah buruh yang lebih kecil, peraturan yang longgar, dan buruh
yang melimpah. Mereka diberikan gelar industri tanpa kaki (foot loose
industries), karena kemudahan mereka melangkah dari satu negara ke negara
lainnya.
Indonesia yang mendapat era
reformasi tahun 1998 secara ambisius meratifikasisemua konvensi dasar ILO (a
basic human rights conventions) yaitu; kebebasan berserikat dan berunding,
larangan kerja paksa, penghapusan diskriminasi kerja, batas minimum usia kerja
anak, larangan bekerja di tempat terburuk. Ditambah dengan kebijakan
demokratisasi baru dibidang politik, telah membuat investor tanpa kaki ini
kuatir bahwa demokratisasi baru selalu diikuti dengan diperkenalkannya
Undang-undang baru yang melindungi
dan menambah kesejahteraan buruh. Bila ini yang terjadi maka konsekuensinya
akan ada peningkatan biaya tambahan (labor cost maupun overheadcost). Bagi
perusahaan yang masih bisa mentolerir kenaikan biaya operasional ini, mereka
akan mencoba terus bertahan, tetapi akan lain halnya kepada perusahaan yang
keunggulan komparatifnya hanya mengandalkan upah murah dan longgarnya
peraturan, mereka akan segera angkat kaki ke negara yang menawarkan fasilitas
bisnis yang lebih buruk.
Itulah sebabnya sejak tahun
1999-2002 diperkirakan jutaan buruh telah kehilangan pekerjaan karena
perusahaannya bangkrut atau re-lokasi ke Cina, Kamboja atau Vietnam. Jenis
indusri seperti ini sudah lama hilang dari negara-negara industri maju, karena
sistem perlindungan hukum dan kuatnya serikat buruh telah membuat industri ini
hengkang ke negara lain.
Investor yang datang ke sektor ini
adalah investor yang berbisnis dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam
kita, bukan karena sumber daya manusia yang melimpah. Industri ini juga tidak
mengenal re-Iokasi (kecuali kaJau sudah habis masa eksplorasi). Karena tidak di
semua tempat ada tersedia sumber daya alam yang melimpah. Mengandalkan
terus-menerus industri ke sektor padat karya manufaktur, akanhanya membuat
buruh Indonesia seperti hidup seperti dalam ancaman bom waktu.
Rentannya hubungan kerja akibat
buruknya kondisi kerja, upah rendah. PHK semenamena dan perlindungan hukum yang
tidak memadai, sebenarnya adalah sebuah awal munculnya rasa ketidakadilan dan
potensi munculnya kekerasan. Usaha keras dan pembenahan radikal harus dilakukan
untuk menambah percepatan investor baru. Saya sangat sedih mendengar berita
tentang minimnya atase perdagangan Indonesia yang mempromosikan potensi
keunggulan ekonomi kita. Indonesia dengan penduduk 210 juta Singapura, dengan penduduk
4 juta memiliki 125 atase perdagangan, Thailand dengan penduduk 60 juta punya
75 atase, Malaysia 80, Philippine 45. Bagaimana mungkin negara lain tahu ada
potensi kita bila tenaga yang mempromosikannya hanya 25 orang.
Potensi investasi di banyak negara
berkembang juga dapat kita temukan di web-site khusus mereka, yang disediakan
untuk menarik investor asing potensial. Di dalam situs itu bisa ditemukan
(bahkan infofmasi setiap daerah) potensi bisnis apa yang layak dikembangkan.
Indonesia sejauh yang saya ketahui tidak punya situs informasi secanggih itu.
Selain itu, poIitik nasional kita juga tidak memiIiki komitmen sungguh-sungguh
untuk meningkatkan kualitas SDM, terbukti dengan minimnya alokasi dana APBN
yang disepakati politisi dan pemerintah untuk anggaran pendidikan. Rasio
anggaran pendidikan Indonesia untuk untuk pendidikan hanya 1.6% dari PDB.
Sementara itu Thailand 3,6. Singapura 2.3 dan India 3.3. Itu sebabnya banyak
sekolah SD yang tidak mempunyai guru atau hanya mempunyai 1 atau 2 orang guru
yang mengajar semua kelas 1 sampai kelas 6.
2. Minimnya
perlindungan hukum dan rendahnya upah
Dalam kamus modern serikat buruh,
hanya ada dua cara melindungi buruh yaitu; Pertama, melalui undang-undang
perburuhan. MeIalui undang-undang buruh akan terlindungi secara hukum, mulai
dari jaminan negara memberikan pekerjaan yang layak, melindunginya di tempat
kerja (kesehatan dan keselamatan kerja dan upah layak) sampai dengan pemberian
jaminan sosial setelah pensiun.
Kedua, melalui serikat buruh. Sekalipun
undang-undang perburuhan bagus, tetapi buruh tetap memerlukan kehadiran serikat
buruh untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB ). PKB adalah sebuah
dokumen perjanjian bersama antara majikan dan buruh yang berisi hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Hanya melalui serikat buruhlah – bukan melalui
LSM ataupun partai politik – bisa berunding untuk mendapatkan hak-hak tambahan
(di luar ketentuan UU) untuk menambah kesejahteraan mereka.
3. Penurunan
Pekerja Sektor Formal
Jumlah orang yang bekerja di sektor
formal terus mengalami penurunan semenjak tahun 2000 dan terus turun hingga
lebih dari 1 juta lapangan kerja yang hilang di tahun 2003. Kondisi ini
terutama terlihat sekali pada kelompok pekerja kasar. Di lain pihak, pekerja di
sektor informal menunjukkan gejala yang terus meningkat. Pada tahun 2003
terdapat peningkatan sekitar 400.000pekerja. Jumlah pekerja di sektor
pertanian, dimana kebanyakan berada pada sektor informal, juga kembali
meningkat dari 40 persen pada tahun 1997 menjadi sekitar 46,3 persen pada tahun
2003. Kecenderungan ini merupakan gambaran bahwa pekerjaan yang lebih
produktif, dengan sistem jaminan socials yang memadai sedang mengalami
penurunan, digantikan dengan pekerjaan yang kurang produktif dan tanpa proteksi
sosial.
Penciptaan lapangan kerja yang
mengecewakan saat ini amat berbeda jauh dengan pengalaman Indonesia di masa
lalu. Sebelum krisis pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh ekspor dengan
investasi tinggi merupakan sumber utama penyerapan tenaga kerja. Antara tahun
1990 hingga 1995, industri berorientasi ekspor beserta berbagai industri
pendukungnya diperkirakan telah menyediakan separuh dari total pekerjaan yang
ada.
Perluasan
Perdagangan
Negara-negara maju telah
berkembang merupakan sumber atau pensupplai barang-barang kapital. Di samping
itu mereka juga merupakan pasar yang luas dan cukup besar yang membeli ekspor
hasil-hasil pertanian, pertambangan, bahan mentah, ataupun barang-barang
manufaktur oleh negara-negara sedang berkembang. Penurunan harga di pasar dunia
akan bahan-bahan mentah produk pertanian ataupun hasil pertambangan akan sama
seperti halnya turunnya harga minyak bumi ataupun harga tembaga di pasaran
internasional.
- Tingkat pendapatan rendah,sekitar US$300
perkapita per tahun.
- Jumlah penduduknya banyak dan padat perkilo meter
perseginya.
- Tingkat pendidikan rakyatnya rendah dengan
tingkat buta aksara tinggi.
- Sebagian rakyatnya bekerja disektor pertanian
pangan secara tak produktif,sementara hanya sebagian kecil
rakyatnya bekerja disektor industri.Produktifitas kerjanya rendah
- Kuantitas
sumber-sumber alamnya sedikit serta kualitasnya rendah. Kalau mempunyai sumber-sumber alam yang
memadai namun belum diolah atau belum dimanfaatkan.
- Mesin-mesin
produksi serta barang-barang kapital yang dimiliki dan digunakan hanya
kecil atau sedikit jumlahnya.
- Sebagian
besar dari mereka merupakan negara-negara baru diproklamasikan
kemerdekaannya dari penjajahan kira-kira satu atau dua dekade.
Aliran
Penanaman Modal (Investasi) Asing
Aliran kapital atau investasi asing dari
luar negeri baik oleh sector pemerintah maupun swasta asing dapat merupakan
suplemen atau pelengkap bagi usaha pemecahan lingkaran setan kemiskinan.
Penanaman modal asing banyak bergerak di sektor eksplorasi sumber alam berupa pertambangan,
kehutanan, perikanan, dan juga di sektor manufacturing. Swasta asing yang
melakukan investasi umumnya merupakan perusahaan besar multinasional.
Bantuan
Luar Negeri Berupa Hadiah dan Pinjaman
Bantuan asing bisa diberikan secara
langsung atau melalui lembaga keuangan internasional. Contoh bantuan langsung
berupa hadiah atau pinjaman yang diberikan oleh US-AID (United State Agency for
International Development), suatu lembaga bantuan luar negeri pemerintah
Amerika Serikat, atau dari badan-badan luar negeri yang serupa dari
negara-negara maju telah berkembang lainnya.
Dari penjelasan tadi, bisa kita
simpulkan bahwa tak ada satupun negara di dunia ini yang terbebas dari masalah
pertumbuhan ekonomi. Namun, masalah tersebut sebenarnya malah memberikan dampak
positif bagi setiap negara. Masalah ekonomi tadi, memberikan kita kesimpulan
sebagai berikut.
- Negara
akan dipaksa untuk terus bergerak dan berpikir.
- Seharusnya
tak ada negara "adidaya" karena setiap negara memiliki masalah
ekonominya masing-masing.
- Kemajuan
ekonomi tak bisa diukur hanya dengan angka, seperti anak sekolah yang
dikategorikan cerdas bila mendapat nilai 10 dan bodoh bila mendapat nilai
5. Bagaimana bila yang mendapat nilai 10 tersebut adalah tukang contek dan
bagaimana bila yang mendapat nilai 5 tersebut adalah siswa yang jujur?
Begitu pula dengan negara. Bagaimana bila negara tersebut kaya tapi dari
hasil menjual barang-barang terlarang? Dan, bagaimana bila sebaliknya.
- Masalah
pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung membuat semua negara di dunia
ini saling terhubung, karena tak ada negara yang bisa hidup sendiri.
- Pengaruh
antara ketimpangan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan dipengaruhi
oleh adanya peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk
cenderung berdampak negatif terhadap penduduk miskin, terutama bagi mereka
yang sangat miskin. Sebagian besar keluarga miskin memiliki jumlah anggota
keluarga yang banyak sehingga kondisi perekonomian mereka berada di garis
kemiskinan semakin memburuk seiring dengan memburuknya ketimpangan
pendapatan atau kesejahteraan.
- Penyebab
dari kemiskinan adalah adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya
yang selanjutnya akan menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.
Dari latar
belakang dan pembahasan diatas penulis menyarankan agar ekonomi pembangunan di
Negara berkembang lebih signifikan dan terarah dimaksud agar kesejahteraan
rakyat pada Negara tersebut mengalami peningkatan dengan ditandainya pendapatan
per kapita (per orang) semakin meningkat setiap tahunnya.