BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam
ilmu tasawuf diterangkan,bahwa arti tareqat itu ialah jalan atau petunjuk dalam
melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW., dan dikerjakan oleh sahabat-sahabt Nabi , Tabiin dan turun-
temurun sampai kepada guru-guru/ulama-ulama sambung- menyambung sampai
pada masa kita ini. [3]
Seperti misalnya dalam Al-Qur’an
hanya mewajibkan “shalat” tetapi tidak ada ayat yang memberikan perincian
tentang shalat dhudur 4 rakaat, shalat maghrib 3 rakaat, shalat isya’ 4 rakaat,
dan shalat shubuh 2 rakaat, demikian pula tentang 13 rukun shalat dari
Takbiratul ihram, fatihah, rukuk, sujud, dan seterusnya. Kalau bukan pekerjaan
yang ditiru dari Nabi Muhammad oleh sahabat-sahabat Nabi kemudian ditiru pula
oleh Tabiin turun temurun sampai pada masa seterusnya.
Bukannya
Qur’an itu tidak lengkap atau Sunnah Rasul dan Ilmu Fiqih tidak sempurna,
tetapi masih ada penjelasan yang lebih teratur agar pelaksanaan daripada
peraturan-peraturan Tuhan dan Nabi itu dapat dilakukan menurut semestinya.,
tidak menurut penangkapan otak orang yang hanya membacanya saja dan
melakukannya sesuka hatinya.
Dalam ilmu tasawwuf diterangkan: Bahwa
sunnah Nabi itu, harus dilakukan dengan Tariqat. Bahwa tidak cukup hanya dari
keterangan hadist Nabi saja, jikalau tidak ada yang melihat pekerjaan dan cara
Nabi melaksanakannya, yang melihat itu adalah para sahabat Nabi yang menceritakannya
kembali kepada murid-muridnya yaitu Tabiin yang menceritakannya pula kepada
para pengikutnya sampai dibukukannya hadist-hadist dan tersusunnya kitab fiqih
oleh ahli hadist seperti Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasai, dll. Begitu
pula para ahli fiqih, seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam
Hambali dll. Memang Qur’an menjadi sumber pokok, memang Sunnah/Hadist merupakan
penjelasan yang penting, tetapi adalah urat nadi daripada pelaksanaan
ajaran-ajaran itu adalah tasawuf.
Demikian
para sufiyah membuat suatu system “tariqah”, mengadakan latihan jiwa,
membersihkan dirinya dari sifat-sifat yang tercela/mazmumah dan mengisinya
dengan sifat yang terpuji/mahmudah dan memperbanyak dzikir dengan penuh ikhlas
semata-mata untuk memperoleh keadaan “tajalli” yakni bertemu dengan Tuhannya
sebagai bagian terakhir dan terbesar.
Orang
sufi tidak ingin bersusah payah untuk mempelajari banyak buku yang dikarang
orang. Mereka ingin menempuh jalan tariqat yang merupakan pendahuluan
mujahadah, melenyapkan pada dirinya akan sifat-sifat mazmumah dan melepaskan
hubungan yang dapat merugikan dan mengotori kesucian dirinya serta
mempersiapkan dirinya untuk menerima pancaran nur-cahaya Allah.
Salah
satu dasar pengambilan mereka, ialah dengan sebuah Hadist Qudsi:
كنت
حزينة خافية, احببت ان اعرف فخلقت الخلق فتعرفت اليهم
فعرفونى ."حديث قدسى"
Allah berfirman: “Adalah aku
perbendaharaan yang tersenbunyi, maka inginlah Aku supaya diketahui siapa Aku,
maka Aku jadikanlah makhluk-Ku: Maka dengan Allah mereka mengenal Aku.”
1.2.Rumusan Masalah
1.PENJELASAN SYARIAT
TAREKAT HAKEKAT MAKRIFAT.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Tarekat
Asy-Syekh
Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga macam definisi, yang berturut-turut
disebutkan sebagai berikut:
الطريقة هي العمل بالشريعة والاخد بعزائهما والبعد عن التساهل
فيما لا ينبغى التساهل فيه
Artinya:
“Tariqat adalah pengamalan syariat,
melaksanakan beban ibadah (dengan tekun) dan menjauhkan (diri) dari (sikap)
mempermudah (ibadah), yang sebenarnya tidak boleh dipermudah.”
الطريقة
هى اجتناب المنهيات ظاهرا وباطنا وامتثال الاوامر الالهية بقدر الطاقة
Artinya;
“Tariqat adalah menjauhi larangan
dan mwnjauhi perintah Tuhan sesuai dengan kesanggupannya, baik larangan dan
perintah yang nyata maupun yang tidak (batin).”
الطريقة
هىى اجتناب المحرمات والمكروهات وفضول المباحات واداء الفرائض فما استطاع من
النوافل تحت رعاية عارف من اهل النهاية
Artinya:
“Tariqat adalah meninggalkan yang
haram dan makruh, memperhatikan hal-hal mubah (yang sifatnya mengandung)
fadilah, menunaikan hal-hal yang diwajibkan dan yang disunnahkan, sesuai dengan
kesanggupan (pelaksanaan) dibawah bimbingan seorang arif (Syekh) dari (sufi)
yang mencita-citakan suatu tujuan.”
Tarekat (Bahasa Arab: طرق,
transliterasi: Tariqah)
berarti "jalan" atau "metode", dan mengacu pada aliran
kegamaan tasawuf atau sufisme dalam Islam. Ia secara konseptual terkait
dengan ḥaqīqah atau "kebenaran sejati",
yaitu cita-cita ideal yang ingin dicapai oleh para pelaku aliran tersebut.
Seorang penuntut ilmu agama akan memulai pendekatannya dengan mempelajari hukum Islam, yaitu praktik eksoteris atau duniawi Islam, dan
kemudian berlanjut pada jalan pendekatan mistis keagamaan yang berbentuk ṭarīqah. Melalui praktik
spiritual dan bimbingan seorang pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan
berupaya untuk mencapai ḥaqīqah (hakikat, atau kebenaran hakiki).
Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia
berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan
kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua,
tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi
brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah,
ribath, atau khanaqah.
a.
tarekat
wajib,
yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib
dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan
rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya
menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini
sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan
wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain
adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain sebagainya.
b.
tarekat
sunat,
yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5
syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja
orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan
tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas
tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk
diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini
tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang
murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan
jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir
dan lain sebagainya.
2.2.Metode –Metode Tarekat Untuk Bersatu Dengan Tuhan
Untuk mencapai hakikat (liqa’ Allah) bertemu dengan Tuhan
kaum sufi mengadakan kegiatan batin, riyadhah/ latihan dan mujahadah atau
perjuangan kerohanian. Perjuangan seperti itu, dinamakan suluk dan yang
mengerjakannya disebut salik dan untuk Liqa’ Allah itulah menjadi perhatian
ulama para sufi dan Juga Al-Ghazali membawa pengikut-pengikutnya kepada Liqa’
bertemu dengan Tuhan. Firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia
biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan
kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya
Metode-metode Tarekat antara Lain:
1. Hulul (Tuhan menjelma ke dalam
Insan) seperti ajaran Al-Hallaj. Katanya: keinsananku tenggelam ke dalam
ketuhananmu, tetapi tidak mungkin percampuran, sebab ketuhananmu itu senantiasa
menguasai keinsananku.
2. Al-Isyraq (cahaya dari segala
cahaya) seperti ajaran Abul Futuh Al-Suhrawardi. Beliau berkata, Tujuan
segala-galanya satu juga, yaitu menuntut cahayanya kebenaran dari segala cahaya
yaitu Allah.
3. Ittihad (Tuhan dan hamba berpadu
menjadi satu) seperti ajaran Abu yazid Al-Bustomi. Beliau berkata, Kami telah
melihat engkau maka engkaulah itu dan aku tidak ada disana.
4. Ittisal (hamba dapat menghubungkan
diri dengan Tuhan) danmenentang faham/ajaran Hulul dari Al-Hallaj, menurut
ajaran Al-Faraby.
5. Wahdatul Wujud (yang ada hanya satu)
seperti ajaran Ibnu Arabi, beliau berkata,Al-Abidu Wal Ma’budu
Wahidun, yang menyembah dengan yang disembah itu satu.
6. Itulah tadi metode-metode tarekat
yang lazim dipakai oleh tokoh-tokoh sufi/tasawuf dalam menempuh jalan yang
dapat membawa mereka untuk beroleh kenyataan Tuhan/Tajalli
Muhammad Hasyim Asy'ari sebagaimana dikutip oleh
Muhammad Sholikhin, seorang peng-analisis tarekat dan sufi mengatakan bahwa ada
delapan syarat dalam mempelajari tarekat:
·
Qashd
shahih,
menjalani tarekat dengan tujuan yang benar. Yaitu menjalaninya dengan sikap
ubudiyyah, dan dengan niatan menghambakan diri kepada Tuhan.
·
Shidq
sharis, haruslah
memandang gurunya memiliki rahasia keistimewaan yang akan membawa muridnya ke
hadapan Ilahi.
·
Adab
murdhiyyah, orang
yang mengikuti tarekat haruslah menjalani tata-krama yang dibenarkan agama.
·
Ahwal
zakiyyah,
bertingkah laku yang bersih/sejalan dengan ucapan dan tingkah-laku Nabi Muhammad SAW.
·
Hifz
al-hurmah, menjaga
kehormatan, menghormati gurunya, baik ada maupun tidak ada, hidup maupun mati,
menghormati sesama saudaranya pemeluk Islam, hormat terhadap yang lebih tua,
sayang terhadap yang lebih muda, dan tabah atas permusuhan antar-saudara.
·
Husn
al-khidmah,
mereka-mereka yang mempelajari tarekat haruslah mempertinggi pelayanan kepada
guru, sesama, dan Allah SWT dengan jalan menaati segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya.
·
Raf'
al-himmah, orang
yang masuk tarekat haruslah membersihkan niat hatinya, yaitu mencari khashshah (pengetahuan
khusus) dari Allah, bukan untuk tujuan duniawi.
·
Nufudz
al-'azimah, orang
yang mempelajari tarekat haruslah menjaga tekat dan tujuan, demi meraih
makrifat khashshah tentang Allah.
2.3.Peringatan-Peringatan
Dalam Bertarekat
2.4.Pengertian
Ma’rifatullah
Makrifat,
Dari segi bahasa Makrifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat
yang artinya pengetahuan dan pengalaman. yaitu
perpaduan dari syariat-tarikat-hakikat yang nantinya menuju kepada “mengenal
Allah dan keilmuan (kunci kode) alam semesta yang termuat dalam Al Quran serta
mentaati syariat Rasulullah SAW.”
Maka, apakah makrifat itu? Makrifat adalah pandai/ mengerti/
paham dan melaksanakan (dengan sempurna).
Sayangnya dalam fase ini (makrifat), tidak ada seorang manusia pun yang mampu
mendekati makrifat apalagi duduk dalam tahap tersebut. Alasannya mudah saja,
karena syarat mutlak makrifat adalah “wahyu.”
Mengapa harus mendapat wahyu untuk makrifat? secara mudah
saja, Makrifat, artinya pengetahuan dan pengalaman, yaitu
perpaduan dari syariat-tarikat-hakikat yang nantinya menuju kepada “mengenal
Allah dan keilmuan (kunci kode) alam semesta yang termuat dalam Al Quran serta
mentaati syariat Rasulullah SAW.” Maka bagaimana akan makrifat
bila tanpa wahyu?
Bagaimana menjadi makrifat? jawabannya adalah: “tidak
mungkin.” Kecuali, bila seseorang itu adalah memiliki derajat nabi. Karena,
seorang nabi pasti memperoleh wahyu.
Syeikh Ahmad Arifin berpendapat bahwa setiap yang ada
pasti dapat dikenal dan hanya yang tidak ada yang tidak dapat dikenal. Karena
Allah adalah zat yang wajib al-wujud yaitu zat yang wajib
adanya, tentulah Allah dapat dikenal, dan kewajiban pertama bagi setiap muslim
adalah terlebih dahulu mengenal kepada yang disembahnya, barulah ia berbuat
ibadah sebagimana sabda Nabi :
أَوَلُ الدِّيْنِ مَعْرِفَةُ اللهِ
Artinya: “Pertama sekali di dalam agama ialah mengenal Allah
Kenallah dirimu, sebagaimana sabda Nabi SAW
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ
رَبَّهُ وَمَنْ عَرَفَ رَبَّهُ فَسَدَ جَسَدَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal
Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya.
Lalu diri mana yang wajib kita kenal? Sungguhnya diri
kita terbagi dua sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman ayat 20 :
وَأَسْبَغَ عَليْكُمْ نِعَمَهُ
ظَهِرَةً وَبَاطِنَةً
Artinya : Dan Allah telah
menyempurnakan bagimu nikmat zahir dan nikmat batin.
Jadi berdasarkan ayat di atas, diri kita sesungguhnya terbagi dua:
1. Diri
Zahir yaitu diri yang dapat dilihat oleh mata dan dapat diraba oleh tangan.
2. Diri batin yaitu yang tidak dapat dipandang oleh mata dan tidak
dapat diraba oleh tangan, tetapi dapat dirasakan oleh mata hati. Adapun dalil
mengenai terbaginya diri manusia
Karena sedemikian pentingnya peran diri yang batin ini di
dalam upaya untuk memperoleh pengenalan kepada Allah, itulah sebabnya kenapa
kita disuruh melihat ke dalam diri (introspeksi diri)
Ma’rifat artinya mengetahui, mengenal atau juga bisa disebut pengetahuan,
dan dalam arti umum ialah ilmu atau
pengetahuan yang diperoleh melalui akal. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat”adalah “mengetahui Tuhan dari dekat,
sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”.
Lewat hati sanubarinya, seorang sufi dapat melihat Tuhan. Dan kondisi seperti itu (Ma’rifat) diungkapkan para sufi dengan menyatakan: “Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, maka kepalanya akan tertutup dan ketika itu yang dilihatnya hanya Allah SWT”
Lewat hati sanubarinya, seorang sufi dapat melihat Tuhan. Dan kondisi seperti itu (Ma’rifat) diungkapkan para sufi dengan menyatakan: “Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, maka kepalanya akan tertutup dan ketika itu yang dilihatnya hanya Allah SWT”
Sufi pertama yang menonjolkan konsep
Ma’rifat dalam tasawufnya adalah Zunnun
al-Misri(Mesir, 180 H / 796 M – 246 H / 860 M). Ia disebut “Zunnun” yang artinya “Yang empunya ikan Nun”,
karena pada suatu hari dalam pengembaraannya dari satu tempat ke tempat lain ia
menumpang sebuah kapal saudagar kaya. Tiba-tiba saudagar itu kehilangan sebuah
permata yang sangat berharga dan Zunnun dituduh sebagai pencurinya. Ia kemudian
disiksa dan dianiaya serta dipaksa untuk mengembalikan permata yang dicurinya.
Saat tersiksa dan teraniaya itu Zunnun menengadahkan kepalanya ke langit sambil
berseru: ”Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Tahu”. Pada waktu itu secara tiba-tiba
muncullah ribuan ekor ikan Nun besar ke permukaan air mendekati kapal sambil
membawa permata di mulut masing-masing. Zunnun mengambil sebuah permata dan
menyerahkannya kepada saudagar tersebut.
Dalam pandangan umum Zunnun sering memperlihatkan sikap dan perilaku yang aneh-aneh dan sulit dipahami masyarakat umum. Karena itulah ia pernah dituduh melakukan Bid’ah sehingga ditangkap dan dibawa ke Baghdad untuk diadili di hadapan Khalifah al-Mutawakkil (Khalifah Abbasiyah, memerintah tahun 232 H / 847 M – 247 H / 861 M). Zunnun dipenjara selama 40 hari. Selama di dalam penjara, saudara perempuan Zunnun setiap hari mengirimkan sepotong roti, namun setelah dibebaskan, di kamarnya masih didapati 40 potong roti yang masih utuh.
Dalam pandangan umum Zunnun sering memperlihatkan sikap dan perilaku yang aneh-aneh dan sulit dipahami masyarakat umum. Karena itulah ia pernah dituduh melakukan Bid’ah sehingga ditangkap dan dibawa ke Baghdad untuk diadili di hadapan Khalifah al-Mutawakkil (Khalifah Abbasiyah, memerintah tahun 232 H / 847 M – 247 H / 861 M). Zunnun dipenjara selama 40 hari. Selama di dalam penjara, saudara perempuan Zunnun setiap hari mengirimkan sepotong roti, namun setelah dibebaskan, di kamarnya masih didapati 40 potong roti yang masih utuh.
Menurut Abu Bakar al-Kalabazi (W. 380 H /
990 M) dalam al-Ta’aruf li Mazahib Ahl at
Tasawwuf(Pengenalan terhadap mazhab-mazhab Ahli Tasawuf), Zunnun telah
sampai pada tingkat Ma’rifat yaitu maqam tertinggi dalam Tasawwuf setelah menempuh jalan panjang melewati maqam-maqam: Taubat, Zuhud, Faqir, Sabar,
Tawakal, Ridha dan Cinta atau Mahabbah. Kalau Ma’rifat adalah
mengetahui Tuhan dengan hati sanubari, maka Zunnun telah mencapainya. Maka,
ketika ditanya tentang bagaimana Ma’rifat itu diperoleh ia menjawab : “Araftu rabbi bi rabbi walau la
rabbi lama araftu rabbi”. (Aku mengetahui Tuhanku karena Tuhanku, dan
sekiranya tidak karena Tuhanku, niscaya aku tidak akan mengetahui
Tuhanku). Kata-kata Zunnun ini sangat populer dalam kajian ilmu Tasawwuf.
Zunnun mengetahui bahwa Ma’rifat yang dicapainya bukan semata-mata hasil usahanya sebagai sufi, melainkan lebih merupakan anugerah yang dilimpahkan Tuhan bagi dirinya. Ma’rifah tidak dapat diperoleh melalui pemikiran dan penalaran akal, tetapi bergantung pada kehendak dan rahmat Tuhan. Ma’rifat adalah pemberian Tuhan kepada Sufi yang sanggup menerimanya.
Zunnun mengetahui bahwa Ma’rifat yang dicapainya bukan semata-mata hasil usahanya sebagai sufi, melainkan lebih merupakan anugerah yang dilimpahkan Tuhan bagi dirinya. Ma’rifah tidak dapat diperoleh melalui pemikiran dan penalaran akal, tetapi bergantung pada kehendak dan rahmat Tuhan. Ma’rifat adalah pemberian Tuhan kepada Sufi yang sanggup menerimanya.
Selanjutnya
ketika
mengungkapkan tokoh Zunnun Ensiklopedi Islam menjelaskan bahwa Zunnun membagi
Ma’rifat ke dalam tiga tingkatan yaitu:
1. Tingkat awam. Orang awam mengenal dan
mengetahui Tuhan melalui ucapan Syahadat.
2. Tingkat Ulama. Para Ulama, cerdik –
pandai mengenal dan mengetahui Tuhan berdasarkan logika dan penalaran akal.
3. Tingkat Sufi. Para Sufi mengetahui
Tuhan melalui hati sanubari.
Ma’rifat yang sesungguhnya adalah Ma’rifat dalam tingkatan Sufi, sedangkan Ma’rifat pada tingkat awam dan tingkat ulama lebih tepat disebut ilmu. Zunnun membedakan antara ilmu dan Ma’rifat.
Ma’rifat yang sesungguhnya adalah Ma’rifat dalam tingkatan Sufi, sedangkan Ma’rifat pada tingkat awam dan tingkat ulama lebih tepat disebut ilmu. Zunnun membedakan antara ilmu dan Ma’rifat.
2.5.Jalan Menuju Ma’rifatullah
Dan tahapan-tahapan yang harus dilalui adalah :
- Menundukkan Hawa Nafsu dengan
memerangi kesyirikan, kekufuran, kemunafikan, kefasikan dan kemurtadan
yang ada di dalam diri dengan menjauhi kesombongan, keingkaran terhadap
kebenaran, kebodohan dan ketidak pedulian tentang kebenaran.
- Apabila ia telah berhasil di
dalam memerangi Hawa Nafsunya tadi maka ia akan di anugrahi
Hidayah/petunjuk kepada jalan yang di Ridhoi Allah Swt yaitu jalan menuju
kepada Kebenaran Hakikat Muhammad Rosulullah Saw, serta dilengkapi ia
dengan sifat-sifat Muhammad Rosulullah Saw yaitu Siddiq, Tabligh, Amanah
dan Fathonah serta menjadikan ia Sami’na wa atho’na.
- Apabila ia tetap Istiqomah pada
tahapan ke-1 dan ke-2 itu maka ia akan disesuaikan oleh Allah Swt dengan
Hukum Sunatullah yang berlaku di dalam kehidupan ini. Maka tetapkanlah
kesabaranmu di dalam Hukum Allah Swt itu. (Tawakkal/berserah diri kepada
Allah dengan meyakini bahwa apa yang terjadi atas dirinya, itu semua
Qudrat Iradat Allah Swt semata). Bersabarlah! Dan pasrahkanlah dengan
sebenar-benarnya, dan berlaku kasih sayanglah kepada sesama Saudara Mu’min
serta menjadilah Rahmat bagi Makhluk Allah Swt yang lain. Tetapi
ingatlah!!!, sesungguhnya banyak di antara orang Mu’min Hamba-hamba Allah
itu yang terlena di dalam tahapan ini, artinya mereka yang takjub dan
hilang kesadaran dirinya karena sangat mempesonanya keindahan-keindahan
dan kemuliaan-kemuliaan Allah Swt yang dinyatakan/ditampakkan oleh Allah
berupa karomah-karomah membuat ia lupa akan Allah Swt yang menganugrahkan
kelebihan-kelebihan itu sehinggan Karomah itulah yang menjadi maksud dan
tujuannya. Lalu lupa ia kepada tujuan yang sebenarnya yaitu Allah Swt yang
menurunkan Karomah itu. Maka jatuhlah ia kepada jurang kefasikan, kembali
dikuasai oleh Hawa Nafsunya. “Laa Hawla wa Laa Quwwata Illa
Billah………….”. Berhati-hatilah di dalam tahapan ini!!!!, tidak ada
seorangpun yang selamat dalam tahapan ini melainkan mereka yang benar di
dalam memasrahkan segala sesuatunya kepada Allah Swt, sehingga jadilah
Allah sebagai penolongnya dan hanya Allah lah sebaik-baik penolong bagi
orang-orang Mu’min.
- Kemudian apabila ia telah
sampai kepada tahapan itu dengan selamat dan ia senantiasa di dalam
kesabaran serta selalu berhati-hati di dalam Musyahadahnya
(Penyaksiannya), maka akan tersingkaplah segala Kebenaran Hakikat
Muhammad Rosulullah Saw dengan sendirinya tanpa ia memaksakan
kehendaknya untuk menyingkap tirai itu. Artinya ; Kebenaran Hakikat
Muhammad Rosulullah Saw itu sendiri yang akan datang menjemputnya
untuk di bawa naik (Mi’raj) menuju Alam yang tiada Batas dan
dihampirkannnya kepada Kebenaran yang membawa Rahmat yaitu Nurun
Ala Nurin sumber segala hakikat-hakikat yang ada termasuk Hakikat
Diri atau Hakikat Muhammad. Lalu timbul lah kecintaan yang amat sangat
dalam kepada Muhammad Rosulullah Saw, rindu yang tiada habis-habisnya dan
diwujudkannya di dalam gerak dan diamnya dengan Sholawat dan puji-pujian
kepada Rosulullah Saw. Kecintaannya yang sangat dalam kepada Rosulullah
Saw terasa nikmat sekali dirasakannya, sehingga tiada nikmat apapun yang
dapat menyamai kenikmatan cinta Rosulullah Saw. Racun kerinduan rela dan
ikhlas diminumnya karena kemabukkannya tiada bandingannya. Kemabukkan
cinta itulah yang mengahantarkan dirinya kepada Robbul Izzati untuk
berkasih-kasihan memadu cinta yang telah lama terpendam.
Dengan tahapan-tahapan itu akan sampai lah ia
kepada Memandang Zat Maha Mutlak yang tiada tara keagungan dan
kebesaran-Nya, yang Esa dalam ke Esa annya, dimana segala sesuatu bergantung
kepada-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tiada satupun yang
menyamai-Nya.
Ketika para Pecinta Allah sudah asyik di dalam
pandang memandang, maka Allah akan mendudukan ia pada “Maqom Muroqobah” sebagai
jalan terbukanya Tirai “Kebenaran Hakiki/Mukassyafaturrobbani”. Itulah
Akhir dari pada pengembaraan dan perjalanan dan Itulah Puncak segala Puncak
kenikmatan dan kebahagiaan.
Maka sampailah ia kepada Hakikat di atas
Hakikat yaitu Zat Maha Mutlak yang tidak bisa di ganggu gugat dari
segala apa pun tentang diri-Nya.
Ciri-ciri orang ‘Arif atau
orang yang telah sampai kepada Ma’rifat adalah
1.
Cahaya Ma’rifatnya yang berupa ketaqwaan tidak pernah padam dalam
dirinya.
2.
Tidak meyakini hakikat kebenaran suatu ilmu yang menghapuskan atau
membatalkan Zahirnya.
3.
Banyaknya nikmat yang dianugerahkan Tuhan kepadanya tidak
membuatnya lupa dan melanggar aturan Tuhan.
Dijelaskan bahwa akhlaq
Sufi tidak ubahnya dengan akhlaq Tuhan. Ia baik dan lemah lembut serta
senantiasa berusaha agar seluruh sikap dan perilakunya mencerminkan sifat-sifat
Tuhan.
Namun demikian untuk mencapai tingkat ini tidaklah mudah meskipun selintas dapat dipahami bahwa Ma’rifat didapat dengan ikhlas beribadah dan sungguh-sungguh mencintai dan mengenal Tuhan, sehingga Allah SWT berkenan menyingkap tabir dari pandangan Sufi untuk menerima cahaya yang dipancarkan, yang pada akhirnya Sufi dapat melihat keindahan dan keesaan-Nya. Jalan yang dilalui seorang Sufi tidaklah mulus dan mudah. Sulit sekali untuk pindah dari satu maqam ke maqam yang lain. Untuk itu seorang Sufi memang harus melakukan usaha yang berat dan waktu yang panjang, bahkan kadang-kadang ia masih harus tinggal bertahun-tahun di satu maqam.
Namun demikian untuk mencapai tingkat ini tidaklah mudah meskipun selintas dapat dipahami bahwa Ma’rifat didapat dengan ikhlas beribadah dan sungguh-sungguh mencintai dan mengenal Tuhan, sehingga Allah SWT berkenan menyingkap tabir dari pandangan Sufi untuk menerima cahaya yang dipancarkan, yang pada akhirnya Sufi dapat melihat keindahan dan keesaan-Nya. Jalan yang dilalui seorang Sufi tidaklah mulus dan mudah. Sulit sekali untuk pindah dari satu maqam ke maqam yang lain. Untuk itu seorang Sufi memang harus melakukan usaha yang berat dan waktu yang panjang, bahkan kadang-kadang ia masih harus tinggal bertahun-tahun di satu maqam.
Dalam pada itu Ma’rifatpun
harus dicapai melalui proses yang terus-menerus. Semakin banyak seorang Sufi
mencapai Ma’rifat, semakin banyak yang diketahui tentang rahasia-rahasia Tuhan,
meskipun demikian tidak mungkin Ma’rifatullah menjadi sempurna, karena manusia
sungguh amat terbatas, sementara Tuhan tidak terbatas. Karena itu al-Junaid al-Baghdadi, seorang
tokoh Sufi modern berkomentar tentang keterbatasan manusia dengan mengatakan “Cangkir teh takkan
mungkin menampung semua air laut”.
Paham Ma’rifat yang dikemukakan oleh Zunnun Al-Misri dapat diterima al-Ghazali sehingga paham ini mendapat pengakuan Ahlussunah wal Jama’ah. Al-Ghazali sebagai figur yang berpengaruh di kalangan Ahlussunah wal Jama’ah diakui dapat menjadikan Tasawwuf diterima kaum syari’at. Sebelumnya para ulama memandang Tasawuf seperti yang diajarkan al-Bustami (W. 261 H / 874 M) dan al-Hallaj (244 – 309 H / 858 – 922 M) khususnya menyimpang dengan paham Hulul / Ittihad / penyatuan yang dalam pemahaman “Kejawen” dikenal dengan“Manunggaling Kawulo Gusti”
Paham Ma’rifat yang dikemukakan oleh Zunnun Al-Misri dapat diterima al-Ghazali sehingga paham ini mendapat pengakuan Ahlussunah wal Jama’ah. Al-Ghazali sebagai figur yang berpengaruh di kalangan Ahlussunah wal Jama’ah diakui dapat menjadikan Tasawwuf diterima kaum syari’at. Sebelumnya para ulama memandang Tasawuf seperti yang diajarkan al-Bustami (W. 261 H / 874 M) dan al-Hallaj (244 – 309 H / 858 – 922 M) khususnya menyimpang dengan paham Hulul / Ittihad / penyatuan yang dalam pemahaman “Kejawen” dikenal dengan“Manunggaling Kawulo Gusti”
2.6.PENJELASAN SYARIAT
TAREKAT HAKEKAT MAKRIFAT.
SIRI SATU
1. Dinamakan
SYAREAT = Menyembah Allah Ta’ala dengan perbuatan, mengerjakan apa yang
diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Rasulnya (Al-Quran dan
Sunnah)
2. Dinamakan
TAREKAT = Menyembah Allah Ta’ala semata dengan ilmu dan amal yang diketahuinya.
3. Dinamakan
HAKEKAT = Memandang Allah Ta’ala dengan cahaya yang dipancarkan oleh Allah
Ta’ala di Hati Sanubari yang dinamakan Sirullah
4. Dinamakan
MAKRIFAT = Meliputi seluruh tubuh yaitu Hakekat Allah : Kun, Hu,
Dzat.
SIRI DUA
1. Adapun
SYAREAT = Menjadi tauladan dan tubuh bagi kita
2. Adapun
TAREKAT = Menjalankan kerja Syareat
3. Adapun
HAKEKAT = Menjadi kunci kita menghadap Allah
4. Adapun
MAKRIFAT = Melihat sesuatu tanpa hijab dinamakan juga Amar Nizam.
SIRI TIGA
1. SYAREAT
= Air di dalam tubuh kita, sebab itu kita bisa berkata-kata
2. TAREKAT
= Angin di dalam diri kita, sebab itu kita bisa bernafas
3. HAKEKAT
= Tanah di dalam tubuh kita, sebab itulah kita boleh tetap
4. MAKRIFAT
= Api di dalam tubuh kita, sebab itulah kita boleh mengetahui lebih.
SIRI EMPAT
1. Ilmu
SYAREAT = Dinamakan Sirullah, ibadahnya adalah Nurul Hadi
2. Ilmu
TAREKAT = Dinamakan Ayan Sabitah, ibadahnya adalah Sirul Asral
3. Ilmu
HAKEKAT = Dinamakan Sirr Hayan, ibadahnya adalah Sirrul Iman
4. Ilmu
MAKRIFAT = dinamakan Gaibul Guyub, ibadahnya adalah Sirrul Islam
SIRI LIMA
1. SYAREAT
= Zuhud
2. TAREKAT
= Nur
3. HAKEKAT
= Ilmu
4. MAKRIFAT
= Wujud
SIRI ENAM
1. Ilmu
SYAREAT = Dari Usuluddin
2. Ilmu
TAREKAT = Dari Tasawuf
3. Ilmu
HAKEKAT = Dari Tauhid
4. Ilmu
MAKRIFAT = Dari Usul Muftahul Guyub
SIRI TUJUH
1. SYAREAT
= Daging, Darah, Tulang, Urat, yang dinamakan Manusia
2. TAREKAT
= Tanah, Air, Api, Angin yang dinamakam Insan
3. HAKEKAT
= Ujud, Ilmu, Nur, Syuhud yang dinamakan Syaiun (Muhammad)
4. MAKRIFAT
= Dzat, Sifat, Af’al, Asma yang dinamakan Allah
SIRI DELAPAN
1. Ibadah
orang SYAREAT = Mengerjakan segala Rukun Islam yang lima
2. Ibadah
orang TAREKAT = Mengerjakan SYAREAT + Taubat, Syukur, Tawakkal, Tahmid,
Tawadha’, Harap, Ridha, Sabar, Ikhlas
3. Ibadah
orang HAKEKAT = SYAREAT + TAREKAT + Mengesakan Af’al Allah, mengesakan Asma
Allah, Mengesakan Sifat Allah dan Mengesakana Dzat Allah.
4. Ibadah
orang MAKRIFAT = SYAREAT + TAREKAT + HAKEKAT + Mujahadah, Muraqabah,
Muqaballah, Musyahadah, Tawajuh dan Tafakur
.
SIRI SEMBILAN
1. Ikhlas
orang-orang SYAREAT itu dinamakan ikhlas Mubtadaq
2. Ikhlas
orang-orang TAREKAT itu dinamakan ikhlas Mutawwasit
3. Ikhlas
orang-orang HAKEKAT itu dinamakan ikhlas Muntaha
4. Ikhlas
orang-orang MAKRIFAT juga dinamakan ikhlas Muntaha
SIRI SEPULUH
1. Jalan
SYAREAT = Jalan orang-orang Awam
2. Jalan
TAREKAT = Jalan orang-orang Khas
3. Jalan
HAKEKAT = Jalan orang-orang Khas ul Khas
4. Jalan
MAKRIFAT =Jalan orang-orang Khawas
SIRI SEBELAS
1. SYAREAT
= Af’al Allah
2. TAREKAT
= Asma Allah
3. HAKEKAT
= Sifat Allah
4. MAKRIFAT
= Dzat Allah
SIRI DUABELAS
1. SYAREAT
= Ilmu Yakin
2. TAREKAT
= Ainul Yakin
3. HAKEKAT
= Haqqul Yakin
4. MAKRIFAT
= Akmal Yakin
SIRI TIGA BELAS
1. SYAREAT
= Dzahir
2. TAREKAT
= Batin
3. HAKEKAT
= Akhir
4. MAKRIFAT
= Awal
SIRI EMPAT
BELAS
1. SYAREAT
= Muhammad Dzahir
2. TAREKAT
= Muhammad Batin
3. HAKEKAT
= Muhammad Akhir
4. MAKRIFAT
= Muhammad Awal
SIRI LIMA BELAS
1. Cara
zikir SYAREAT = Dengan Lidah
2. Cara
zikir TAREKAT = Dengan Hati
3. Cara
zikir HAKEKAT = Dengan Nyawa
4. Cara
zikir MAKRIFAT = Dengan Rahasia
SIRI ENAM BELAS
1. Pekerjaan
SYAREAT = Dikatakan oleh Lidah dan dikerjakan oleh Hati
2. Pekerjaa
TAREKAT = Hati yang mengerjakan baik atau jahat
3. Pekerjaan HAKEKAT
= Nyawa yang mengerjakan baik atau jahat
4. Pekerjaan
MAKRIFAT = Rahasia yang mengerjakan baik atau jahat
SIRI TUJUH BELAS
1. Rumah
SYAREAT = Lidah
2. Rumah
TAREKAT = Hati
3. Rumah
HAKEKAT = Budi
4. Rumah
MAKRIFAT = Roh
SIRI DELAPAN BELAS
1. Adab
orang SYAREAT = Orang-orang yang berdiri dengan tanda-tanda kenyataan
2. Adab
orang TAREKAT = Orang-orang yang berzikir tanpa tanda, hanya karunia Allah
3. Adab
orang HAKEKAT = Orang-orang yang haknya dan hak Allah
4. Adab
orang MAKRIFAT = Orang-orang yang mengetahui perkataan dan maqam
SIRI SEMBILAN BELAS
1. Sembahyang
orang SYAREAT = Tubuhnya yang menyembah Allah
2. Sembahyang
orang TAREKAT = Hatinya yang menyembah Allah
3. Sembahyang
orang HAKEKAT = Nyawanya yang menyembah Allah
4. Sembahyang
orang MAKRIFAT = Wahadatul wujud yang menerima sembahnya, inilah sembahyang
para Nabi, Wali Allah, Ahli sufi dan orang Kamil dan Mukamil
.
SIRI DUA PULUH
1. Pintu
SYAREAT = Mata
2. Pintu
TAREKAT = Dua lubang hidungnya
3. Pintu
HAKEKAT = Dua biji mata
4. Pintu
MAKRIFAT = Di antara mata putih dan mata hitam
SIRI DUA PULUH
SATU
1. Martabat
SYAREAT = Alam Roh
2. Martabat
TAREKAT = Alam Malakut
3. Martabat
HAKEKAT = Alam Jabarut
4. Martabat
MAKRIFAT = Alam Lahut
SIRI DUA PULUH DUA
1. Tujuan
SYAREAT = Agar Hatinya ada Nur
2. Tujuan
TAREKAT = Agar Dirinya dan Nyawanya jadi mulia
3. Tujuan
HAKEKAT = Agar dapat memisahkan antara Hak dan Batil
4. Tujuan
MAKRIFAT = Agar dapat derajat Saddikin
SIRI DUA PULUH TIGA
1. SYAREAT
= Ibarat buih
2. TAREKAT
= Ibarat ombak
3. HAKEKAT
= Ibarat laut
4. MAKRIFAT
= Ibarat air
No comments:
Post a Comment