Friday, 16 October 2015

Makalah : Konsep Tarekat dan Ma'rifat

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam ilmu tasawuf diterangkan,bahwa arti tareqat itu ialah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW., dan dikerjakan oleh sahabat-sahabt Nabi , Tabiin dan turun- temurun sampai kepada guru-guru/ulama-ulama sambung- menyambung  sampai pada masa kita ini. [3]
Seperti misalnya dalam Al-Qur’an hanya mewajibkan “shalat” tetapi tidak ada ayat yang memberikan perincian tentang shalat dhudur 4 rakaat, shalat maghrib 3 rakaat, shalat isya’ 4 rakaat, dan shalat shubuh 2 rakaat, demikian pula tentang 13 rukun shalat dari Takbiratul ihram, fatihah, rukuk, sujud, dan seterusnya. Kalau bukan pekerjaan yang ditiru dari Nabi Muhammad oleh sahabat-sahabat Nabi kemudian ditiru pula oleh Tabiin turun temurun sampai pada masa seterusnya.
Bukannya Qur’an itu tidak lengkap atau Sunnah Rasul dan Ilmu Fiqih tidak sempurna, tetapi masih ada penjelasan yang lebih teratur agar pelaksanaan daripada peraturan-peraturan Tuhan dan Nabi itu dapat dilakukan menurut semestinya., tidak menurut penangkapan otak orang yang hanya membacanya saja dan melakukannya sesuka hatinya.
Dalam ilmu tasawwuf diterangkan: Bahwa sunnah Nabi itu, harus dilakukan dengan Tariqat. Bahwa tidak cukup hanya dari keterangan hadist Nabi saja, jikalau tidak ada yang melihat pekerjaan dan cara Nabi melaksanakannya, yang melihat itu adalah para sahabat Nabi yang menceritakannya kembali kepada murid-muridnya yaitu Tabiin yang menceritakannya pula kepada para pengikutnya sampai dibukukannya hadist-hadist dan tersusunnya kitab fiqih oleh ahli hadist seperti Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasai, dll. Begitu pula para ahli fiqih, seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Hambali dll. Memang Qur’an menjadi sumber pokok, memang Sunnah/Hadist merupakan penjelasan yang penting, tetapi adalah urat nadi daripada pelaksanaan ajaran-ajaran itu adalah tasawuf.
Demikian para sufiyah membuat suatu system “tariqah”, mengadakan latihan jiwa, membersihkan dirinya dari sifat-sifat yang tercela/mazmumah dan mengisinya dengan sifat yang terpuji/mahmudah dan memperbanyak dzikir dengan penuh ikhlas semata-mata untuk memperoleh keadaan “tajalli” yakni bertemu dengan Tuhannya sebagai bagian terakhir dan terbesar.
Orang sufi tidak ingin bersusah payah untuk mempelajari banyak buku yang dikarang orang. Mereka ingin menempuh jalan tariqat yang merupakan pendahuluan mujahadah, melenyapkan pada dirinya akan sifat-sifat mazmumah dan melepaskan hubungan yang dapat merugikan dan mengotori kesucian dirinya serta mempersiapkan dirinya untuk menerima pancaran nur-cahaya Allah.
Salah satu dasar pengambilan mereka, ialah dengan sebuah Hadist Qudsi:

كنت حزينة خافية, احببت ان اعرف فخلقت  الخلق فتعرفت اليهم فعرفونى    ."حديث قدسى"
Allah berfirman: “Adalah aku perbendaharaan yang tersenbunyi, maka inginlah Aku supaya diketahui siapa Aku, maka Aku jadikanlah makhluk-Ku: Maka dengan Allah mereka mengenal Aku.”
1.2.Rumusan Masalah
1.PENJELASAN SYARIAT TAREKAT HAKEKAT MAKRIFAT.



























BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Tarekat
Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga macam definisi, yang berturut-turut disebutkan sebagai berikut:

الطريقة هي العمل بالشريعة والاخد بعزائهما والبعد عن التساهل فيما لا ينبغى التساهل فيه
Artinya:
“Tariqat adalah pengamalan syariat, melaksanakan beban ibadah (dengan tekun) dan menjauhkan (diri) dari (sikap) mempermudah (ibadah), yang sebenarnya tidak boleh dipermudah.”
الطريقة هى اجتناب المنهيات ظاهرا وباطنا وامتثال الاوامر الالهية بقدر الطاقة
Artinya;
Tariqat adalah menjauhi larangan dan mwnjauhi perintah Tuhan sesuai dengan kesanggupannya, baik larangan dan perintah yang nyata maupun yang tidak (batin).”


الطريقة هىى اجتناب المحرمات والمكروهات وفضول المباحات واداء الفرائض فما استطاع من النوافل تحت رعاية عارف من اهل النهاية
Artinya:
“Tariqat adalah meninggalkan yang haram dan makruh, memperhatikan hal-hal mubah (yang sifatnya mengandung) fadilah, menunaikan hal-hal yang diwajibkan dan yang disunnahkan, sesuai dengan kesanggupan (pelaksanaan) dibawah bimbingan seorang arif (Syekh) dari (sufi) yang  mencita-citakan suatu tujuan.”

Tarekat (Bahasa Arab: طرق, transliterasi: Tariqah) berarti "jalan" atau "metode", dan mengacu pada aliran kegamaan tasawuf atau sufisme dalam Islam. Ia secara konseptual terkait dengan ḥaqīqah atau "kebenaran sejati", yaitu cita-cita ideal yang ingin dicapai oleh para pelaku aliran tersebut. Seorang penuntut ilmu agama akan memulai pendekatannya dengan mempelajari hukum Islam, yaitu praktik eksoteris atau duniawi Islam, dan kemudian berlanjut pada jalan pendekatan mistis keagamaan yang berbentuk ṭarīqah. Melalui praktik spiritual dan bimbingan seorang pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan berupaya untuk mencapai ḥaqīqah (hakikat, atau kebenaran hakiki).
Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.


Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat.
a.              tarekat wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain sebagainya.
b.             tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya.

2.2.Metode –Metode Tarekat Untuk Bersatu Dengan Tuhan

Untuk mencapai hakikat (liqa’ Allah) bertemu dengan Tuhan kaum sufi mengadakan kegiatan batin, riyadhah/ latihan dan mujahadah atau perjuangan kerohanian. Perjuangan seperti itu, dinamakan suluk dan yang mengerjakannya disebut salik dan untuk Liqa’ Allah itulah menjadi perhatian ulama para sufi dan Juga Al-Ghazali membawa pengikut-pengikutnya kepada Liqa’ bertemu dengan Tuhan. Firman Allah dalam Al-Qur’an:

 “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya



Metode-metode Tarekat antara Lain:

1.      Hulul (Tuhan menjelma ke dalam Insan) seperti ajaran Al-Hallaj. Katanya: keinsananku tenggelam ke dalam ketuhananmu, tetapi tidak mungkin percampuran, sebab ketuhananmu itu senantiasa menguasai keinsananku.
2.      Al-Isyraq (cahaya dari segala cahaya) seperti ajaran Abul Futuh Al-Suhrawardi. Beliau berkata, Tujuan segala-galanya satu juga, yaitu menuntut cahayanya kebenaran dari segala cahaya yaitu Allah.
3.      Ittihad (Tuhan dan hamba berpadu menjadi satu) seperti ajaran Abu yazid Al-Bustomi. Beliau berkata, Kami telah melihat engkau maka engkaulah itu dan aku tidak ada disana.
4.      Ittisal (hamba dapat menghubungkan diri dengan Tuhan) danmenentang faham/ajaran Hulul dari Al-Hallaj, menurut ajaran Al-Faraby.
5.      Wahdatul Wujud (yang ada hanya satu) seperti ajaran Ibnu Arabi, beliau berkata,Al-Abidu Wal Ma’budu Wahidun, yang menyembah dengan yang disembah itu satu.
6.      Itulah tadi metode-metode tarekat yang lazim dipakai oleh tokoh-tokoh sufi/tasawuf dalam menempuh jalan yang dapat membawa mereka untuk beroleh kenyataan Tuhan/Tajalli

Muhammad Hasyim Asy'ari sebagaimana dikutip oleh Muhammad Sholikhin, seorang peng-analisis tarekat dan sufi mengatakan bahwa ada delapan syarat dalam mempelajari tarekat:
·         Qashd shahih, menjalani tarekat dengan tujuan yang benar. Yaitu menjalaninya dengan sikap ubudiyyah, dan dengan niatan menghambakan diri kepada Tuhan.
·         Shidq sharis, haruslah memandang gurunya memiliki rahasia keistimewaan yang akan membawa muridnya ke hadapan Ilahi.
·         Adab murdhiyyah, orang yang mengikuti tarekat haruslah menjalani tata-krama yang dibenarkan agama.
·         Ahwal zakiyyah, bertingkah laku yang bersih/sejalan dengan ucapan dan tingkah-laku Nabi Muhammad SAW.
·         Hifz al-hurmah, menjaga kehormatan, menghormati gurunya, baik ada maupun tidak ada, hidup maupun mati, menghormati sesama saudaranya pemeluk Islam, hormat terhadap yang lebih tua, sayang terhadap yang lebih muda, dan tabah atas permusuhan antar-saudara.
·         Husn al-khidmah, mereka-mereka yang mempelajari tarekat haruslah mempertinggi pelayanan kepada guru, sesama, dan Allah SWT dengan jalan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
·         Raf' al-himmah, orang yang masuk tarekat haruslah membersihkan niat hatinya, yaitu mencari khashshah (pengetahuan khusus) dari Allah, bukan untuk tujuan duniawi.
·         Nufudz al-'azimah, orang yang mempelajari tarekat haruslah menjaga tekat dan tujuan, demi meraih makrifat khashshah tentang Allah.

2.3.Peringatan-Peringatan Dalam Bertarekat
2.4.Pengertian Ma’rifatullah
Makrifat, Dari segi bahasa Makrifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. yaitu perpaduan dari syariat-tarikat-hakikat yang nantinya menuju kepada “mengenal Allah dan keilmuan (kunci kode) alam semesta yang termuat dalam Al Quran serta mentaati syariat Rasulullah SAW.”
Maka, apakah makrifat itu? Makrifat adalah pandai/ mengerti/ paham dan melaksanakan (dengan sempurna). Sayangnya dalam fase ini (makrifat), tidak ada seorang manusia pun yang mampu mendekati makrifat apalagi duduk dalam tahap tersebut. Alasannya mudah saja, karena syarat mutlak makrifat adalah “wahyu.”
Mengapa harus mendapat wahyu untuk makrifat? secara mudah saja, Makrifat, artinya pengetahuan dan pengalaman, yaitu perpaduan dari syariat-tarikat-hakikat yang nantinya menuju kepada “mengenal Allah dan keilmuan (kunci kode) alam semesta yang termuat dalam Al Quran serta mentaati syariat Rasulullah SAW.” Maka bagaimana akan makrifat bila tanpa wahyu?
Bagaimana menjadi makrifat? jawabannya adalah: “tidak mungkin.” Kecuali, bila seseorang itu adalah memiliki derajat nabi. Karena, seorang nabi pasti memperoleh wahyu.

Syeikh Ahmad Arifin berpendapat bahwa setiap yang ada pasti dapat dikenal dan hanya yang tidak ada yang tidak dapat dikenal. Karena Allah adalah zat yang wajib al-wujud yaitu zat yang wajib adanya, tentulah Allah dapat dikenal, dan kewajiban pertama bagi setiap muslim adalah terlebih dahulu mengenal kepada yang disembahnya, barulah ia berbuat ibadah sebagimana sabda Nabi :
أَوَلُ الدِّيْنِ مَعْرِفَةُ اللهِ
Artinya: “Pertama sekali di dalam agama ialah mengenal Allah

Kenallah dirimu, sebagaimana sabda Nabi SAW
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ وَمَنْ عَرَفَ رَبَّهُ فَسَدَ جَسَدَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya.
           
Lalu diri mana yang wajib kita kenal? Sungguhnya diri kita terbagi dua sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman ayat 20 :
وَأَسْبَغَ عَليْكُمْ نِعَمَهُ ظَهِرَةً وَبَاطِنَةً
Artinya : Dan Allah telah menyempurnakan bagimu nikmat zahir dan nikmat batin.
Jadi berdasarkan ayat di atas, diri kita sesungguhnya terbagi dua:
1. Diri Zahir yaitu diri yang dapat dilihat oleh mata dan dapat diraba oleh tangan.
2. Diri batin yaitu yang tidak dapat dipandang oleh mata dan tidak dapat diraba oleh tangan, tetapi dapat dirasakan oleh mata hati. Adapun dalil mengenai terbaginya diri manusia
Karena sedemikian pentingnya peran diri yang batin ini di dalam upaya untuk memperoleh pengenalan kepada Allah, itulah sebabnya kenapa kita disuruh melihat ke dalam diri (introspeksi diri) 
Ma’rifat artinya mengetahui, mengenal atau juga bisa disebut pengetahuan, dan dalam arti umum  ialah ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui akal. Dalam kajian ilmu tasawuf “Ma’rifat”adalah “mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan”. 
            Lewat hati sanubarinya, seorang sufi dapat melihat Tuhan. Dan kondisi seperti itu (Ma’rifat) diungkapkan para sufi dengan menyatakan: “Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, maka kepalanya akan tertutup dan ketika itu yang dilihatnya hanya Allah SWT”
            Sufi pertama yang menonjolkan konsep Ma’rifat dalam tasawufnya adalah Zunnun al-Misri(Mesir, 180 H / 796 M – 246 H / 860 M). Ia disebut “Zunnun” yang artinya “Yang empunya ikan Nun”, karena pada suatu hari dalam pengembaraannya dari satu tempat ke tempat lain ia menumpang sebuah kapal saudagar kaya. Tiba-tiba saudagar itu kehilangan sebuah permata yang sangat berharga dan Zunnun dituduh sebagai pencurinya. Ia kemudian disiksa dan dianiaya serta dipaksa untuk mengembalikan permata yang dicurinya. Saat tersiksa dan teraniaya itu Zunnun menengadahkan kepalanya ke langit sambil berseru: ”Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Tahu”. Pada waktu itu secara tiba-tiba muncullah ribuan ekor ikan Nun besar ke permukaan air mendekati kapal sambil membawa permata di mulut masing-masing. Zunnun mengambil sebuah permata dan menyerahkannya kepada saudagar tersebut.
            Dalam pandangan umum Zunnun sering memperlihatkan sikap dan perilaku yang aneh-aneh dan sulit dipahami masyarakat umum. Karena itulah ia pernah dituduh melakukan Bid’ah sehingga ditangkap dan dibawa ke Baghdad untuk diadili di hadapan Khalifah al-Mutawakkil (Khalifah Abbasiyah, memerintah tahun 232 H / 847 M – 247 H / 861 M). Zunnun dipenjara selama 40 hari. Selama di dalam penjara, saudara perempuan Zunnun setiap hari mengirimkan sepotong roti, namun setelah dibebaskan, di kamarnya masih didapati 40 potong roti yang masih utuh.
Menurut Abu Bakar al-Kalabazi (W. 380 H / 990 M) dalam al-Ta’aruf li Mazahib Ahl at Tasawwuf(Pengenalan terhadap mazhab-mazhab Ahli Tasawuf), Zunnun telah sampai pada tingkat Ma’rifat yaitu maqam tertinggi dalam Tasawwuf setelah menempuh jalan panjang melewati maqam-maqam: Taubat, Zuhud, Faqir, Sabar, Tawakal, Ridha dan Cinta atau Mahabbah. Kalau Ma’rifat adalah mengetahui Tuhan dengan hati sanubari, maka Zunnun telah mencapainya. Maka, ketika ditanya tentang bagaimana Ma’rifat itu diperoleh ia menjawab : “Araftu rabbi bi rabbi walau la rabbi lama araftu rabbi”. (Aku mengetahui Tuhanku karena Tuhanku, dan sekiranya tidak karena Tuhanku, niscaya aku tidak akan mengetahui Tuhanku). Kata-kata Zunnun ini sangat populer dalam kajian ilmu Tasawwuf.
            Zunnun mengetahui bahwa Ma’rifat yang dicapainya bukan semata-mata hasil usahanya sebagai sufi, melainkan lebih merupakan anugerah yang dilimpahkan Tuhan bagi dirinya. Ma’rifah tidak dapat diperoleh melalui pemikiran dan penalaran akal, tetapi bergantung pada kehendak dan rahmat Tuhan. Ma’rifat adalah pemberian Tuhan kepada Sufi yang sanggup menerimanya.

Selanjutnya ketika mengungkapkan tokoh Zunnun Ensiklopedi Islam menjelaskan bahwa Zunnun membagi Ma’rifat ke dalam tiga tingkatan yaitu:
1.      Tingkat awam. Orang awam mengenal dan mengetahui Tuhan melalui ucapan Syahadat.
2.      Tingkat Ulama. Para Ulama, cerdik – pandai mengenal dan mengetahui Tuhan berdasarkan logika dan penalaran akal.
3.      Tingkat Sufi. Para Sufi mengetahui Tuhan melalui hati sanubari.
Ma’rifat yang sesungguhnya adalah Ma’rifat dalam tingkatan Sufi, sedangkan Ma’rifat pada tingkat awam dan tingkat ulama lebih tepat disebut ilmu. Zunnun membedakan antara ilmu dan Ma’rifat.
2.5.Jalan Menuju Ma’rifatullah
Dan tahapan-tahapan yang harus dilalui adalah :
  1. Menundukkan Hawa Nafsu dengan memerangi kesyirikan, kekufuran, kemunafikan, kefasikan dan kemurtadan yang ada di dalam diri dengan menjauhi kesombongan, keingkaran terhadap kebenaran, kebodohan dan ketidak pedulian tentang kebenaran.
  2. Apabila ia telah berhasil di dalam memerangi Hawa Nafsunya tadi maka ia akan di anugrahi Hidayah/petunjuk kepada jalan yang di Ridhoi Allah Swt yaitu jalan menuju kepada Kebenaran Hakikat Muhammad Rosulullah Saw, serta dilengkapi ia dengan sifat-sifat Muhammad Rosulullah Saw yaitu Siddiq, Tabligh, Amanah dan Fathonah serta menjadikan ia Sami’na wa atho’na.
  3. Apabila ia tetap Istiqomah pada tahapan ke-1 dan ke-2 itu maka ia akan disesuaikan oleh Allah Swt dengan Hukum Sunatullah yang berlaku di dalam kehidupan ini. Maka tetapkanlah kesabaranmu di dalam Hukum Allah Swt itu. (Tawakkal/berserah diri kepada Allah dengan meyakini bahwa apa yang terjadi atas dirinya, itu semua Qudrat Iradat Allah Swt semata). Bersabarlah! Dan pasrahkanlah dengan sebenar-benarnya, dan berlaku kasih sayanglah kepada sesama Saudara Mu’min serta menjadilah Rahmat bagi Makhluk Allah Swt yang lain. Tetapi ingatlah!!!, sesungguhnya banyak di antara orang Mu’min Hamba-hamba Allah itu yang terlena di dalam tahapan ini, artinya mereka yang takjub dan hilang kesadaran dirinya karena sangat mempesonanya keindahan-keindahan dan kemuliaan-kemuliaan Allah Swt yang dinyatakan/ditampakkan oleh Allah berupa karomah-karomah membuat ia lupa akan Allah Swt yang menganugrahkan kelebihan-kelebihan itu sehinggan Karomah itulah yang menjadi maksud dan tujuannya. Lalu lupa ia kepada tujuan yang sebenarnya yaitu Allah Swt yang menurunkan Karomah itu. Maka jatuhlah ia kepada jurang kefasikan, kembali dikuasai oleh Hawa Nafsunya. “Laa Hawla wa Laa Quwwata Illa Billah………….”. Berhati-hatilah di dalam tahapan ini!!!!, tidak ada seorangpun yang selamat dalam tahapan ini melainkan mereka yang benar di dalam memasrahkan segala sesuatunya kepada Allah Swt, sehingga jadilah Allah sebagai penolongnya dan hanya Allah lah sebaik-baik penolong bagi orang-orang Mu’min.

  1. Kemudian apabila ia telah sampai kepada tahapan itu dengan selamat dan ia senantiasa di dalam kesabaran serta selalu berhati-hati di dalam Musyahadahnya (Penyaksiannya), maka akan tersingkaplah segala Kebenaran Hakikat Muhammad Rosulullah Saw dengan sendirinya tanpa ia memaksakan kehendaknya untuk menyingkap tirai itu. Artinya ; Kebenaran Hakikat Muhammad Rosulullah Saw itu sendiri yang akan datang menjemputnya untuk di bawa naik (Mi’raj) menuju Alam yang tiada Batas dan dihampirkannnya kepada Kebenaran yang membawa Rahmat yaitu Nurun Ala Nurin sumber segala hakikat-hakikat yang ada termasuk Hakikat Diri atau Hakikat Muhammad. Lalu timbul lah kecintaan yang amat sangat dalam kepada Muhammad Rosulullah Saw, rindu yang tiada habis-habisnya dan diwujudkannya di dalam gerak dan diamnya dengan Sholawat dan puji-pujian kepada Rosulullah Saw. Kecintaannya yang sangat dalam kepada Rosulullah Saw terasa nikmat sekali dirasakannya, sehingga tiada nikmat apapun yang dapat menyamai kenikmatan cinta Rosulullah Saw. Racun kerinduan rela dan ikhlas diminumnya karena kemabukkannya tiada bandingannya. Kemabukkan cinta itulah yang mengahantarkan dirinya kepada Robbul Izzati untuk berkasih-kasihan memadu cinta yang telah lama terpendam.
Dengan tahapan-tahapan itu akan sampai lah ia kepada Memandang Zat Maha Mutlak yang tiada tara keagungan dan kebesaran-Nya, yang Esa dalam ke Esa annya, dimana segala sesuatu bergantung kepada-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tiada satupun yang menyamai-Nya.
Ketika para Pecinta Allah sudah asyik di dalam pandang memandang, maka Allah akan mendudukan ia pada “Maqom Muroqobah” sebagai jalan terbukanya Tirai “Kebenaran Hakiki/Mukassyafaturrobbani”. Itulah Akhir dari pada pengembaraan dan perjalanan dan Itulah Puncak segala Puncak kenikmatan dan kebahagiaan.
Maka sampailah ia kepada Hakikat di atas Hakikat yaitu Zat Maha Mutlak yang tidak bisa di ganggu gugat dari segala apa pun tentang diri-Nya.
Ciri-ciri orang ‘Arif atau orang yang telah sampai kepada Ma’rifat adalah
1.         Cahaya Ma’rifatnya yang berupa ketaqwaan tidak pernah padam dalam dirinya.
2.         Tidak meyakini hakikat kebenaran suatu ilmu yang menghapuskan atau membatalkan Zahirnya.
3.         Banyaknya nikmat yang dianugerahkan Tuhan kepadanya tidak membuatnya lupa dan melanggar aturan Tuhan.
Dijelaskan bahwa akhlaq Sufi tidak ubahnya dengan akhlaq Tuhan. Ia baik dan lemah lembut serta senantiasa berusaha agar seluruh sikap dan perilakunya mencerminkan sifat-sifat Tuhan.
            Namun demikian untuk mencapai tingkat ini tidaklah mudah meskipun selintas dapat dipahami bahwa Ma’rifat didapat dengan ikhlas beribadah dan sungguh-sungguh mencintai dan mengenal Tuhan, sehingga Allah SWT berkenan menyingkap tabir dari pandangan Sufi untuk menerima cahaya yang dipancarkan, yang pada akhirnya Sufi dapat melihat keindahan dan keesaan-Nya. Jalan yang dilalui seorang Sufi tidaklah mulus dan mudah. Sulit sekali untuk pindah dari satu maqam ke maqam yang lain. Untuk itu seorang Sufi memang harus melakukan usaha yang berat dan waktu yang panjang, bahkan kadang-kadang ia masih harus tinggal bertahun-tahun di satu maqam.
Dalam pada itu Ma’rifatpun harus dicapai melalui proses yang terus-menerus. Semakin banyak seorang Sufi mencapai Ma’rifat, semakin banyak yang diketahui tentang rahasia-rahasia Tuhan, meskipun demikian tidak mungkin Ma’rifatullah menjadi sempurna, karena manusia sungguh amat terbatas, sementara Tuhan tidak terbatas. Karena itu al-Junaid al-Baghdadi, seorang tokoh Sufi modern berkomentar tentang keterbatasan manusia dengan mengatakan “Cangkir teh takkan mungkin menampung semua air laut”. 
Paham Ma’rifat yang dikemukakan oleh 
Zunnun Al-Misri dapat diterima al-Ghazali sehingga paham ini mendapat pengakuan Ahlussunah wal Jama’ah. Al-Ghazali sebagai figur yang berpengaruh di kalangan Ahlussunah wal Jama’ah diakui dapat menjadikan Tasawwuf diterima kaum syari’at. Sebelumnya para ulama memandang Tasawuf seperti yang diajarkan al-Bustami (W. 261 H / 874 M) dan al-Hallaj (244 – 309 H / 858 – 922 M) khususnya menyimpang dengan paham Hulul / Ittihad / penyatuan yang dalam pemahaman “Kejawen” dikenal dengan“Manunggaling Kawulo Gusti”
2.6.PENJELASAN SYARIAT TAREKAT HAKEKAT MAKRIFAT.


SIRI SATU
1.    Dinamakan SYAREAT = Menyembah Allah Ta’ala dengan perbuatan, mengerjakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Rasulnya (Al-Quran dan Sunnah)
2.    Dinamakan TAREKAT = Menyembah Allah Ta’ala semata dengan ilmu dan amal yang diketahuinya.
3.    Dinamakan HAKEKAT = Memandang Allah Ta’ala dengan cahaya yang dipancarkan oleh Allah Ta’ala di Hati Sanubari yang dinamakan Sirullah
4.    Dinamakan MAKRIFAT  =  Meliputi seluruh tubuh yaitu Hakekat Allah : Kun, Hu, Dzat.

SIRI DUA
1.    Adapun SYAREAT =  Menjadi tauladan dan tubuh bagi kita
2.    Adapun TAREKAT = Menjalankan kerja Syareat
3.    Adapun HAKEKAT = Menjadi kunci kita menghadap Allah
4.    Adapun MAKRIFAT = Melihat sesuatu tanpa hijab dinamakan juga Amar Nizam.

SIRI TIGA
1.    SYAREAT = Air di dalam tubuh kita, sebab itu kita bisa berkata-kata
2.    TAREKAT = Angin di dalam diri kita, sebab itu kita bisa bernafas
3.    HAKEKAT = Tanah di dalam tubuh kita, sebab itulah kita boleh tetap
4.    MAKRIFAT = Api di dalam tubuh kita, sebab itulah kita boleh mengetahui lebih.

SIRI EMPAT
1.    Ilmu SYAREAT = Dinamakan Sirullah, ibadahnya adalah Nurul Hadi
2.    Ilmu TAREKAT = Dinamakan Ayan Sabitah, ibadahnya adalah Sirul Asral
3.    Ilmu HAKEKAT = Dinamakan Sirr Hayan, ibadahnya adalah Sirrul Iman
4.    Ilmu MAKRIFAT = dinamakan Gaibul Guyub, ibadahnya adalah Sirrul Islam

SIRI LIMA
1.    SYAREAT = Zuhud
2.    TAREKAT = Nur
3.    HAKEKAT = Ilmu
4.    MAKRIFAT = Wujud
SIRI ENAM
1.    Ilmu SYAREAT = Dari Usuluddin
2.    Ilmu TAREKAT = Dari Tasawuf
3.    Ilmu HAKEKAT = Dari Tauhid
4.    Ilmu MAKRIFAT = Dari Usul Muftahul Guyub

SIRI TUJUH 
1.    SYAREAT = Daging, Darah, Tulang, Urat, yang dinamakan Manusia
2.    TAREKAT = Tanah, Air, Api, Angin yang dinamakam Insan
3.    HAKEKAT = Ujud, Ilmu, Nur, Syuhud yang dinamakan Syaiun (Muhammad)
4.    MAKRIFAT = Dzat, Sifat, Af’al, Asma yang dinamakan Allah

SIRI DELAPAN
1.    Ibadah orang SYAREAT = Mengerjakan segala Rukun Islam yang lima
2.    Ibadah orang TAREKAT = Mengerjakan SYAREAT + Taubat, Syukur, Tawakkal, Tahmid, Tawadha’, Harap, Ridha, Sabar, Ikhlas
3.    Ibadah orang HAKEKAT = SYAREAT + TAREKAT + Mengesakan Af’al Allah, mengesakan Asma Allah, Mengesakan Sifat Allah dan Mengesakana Dzat Allah.
4.    Ibadah orang MAKRIFAT = SYAREAT + TAREKAT + HAKEKAT + Mujahadah, Muraqabah, Muqaballah, Musyahadah, Tawajuh dan Tafakur
.
SIRI SEMBILAN
1.    Ikhlas orang-orang SYAREAT itu dinamakan ikhlas Mubtadaq
2.    Ikhlas orang-orang TAREKAT itu dinamakan ikhlas Mutawwasit
3.    Ikhlas orang-orang HAKEKAT itu dinamakan ikhlas Muntaha
4.    Ikhlas orang-orang MAKRIFAT juga dinamakan ikhlas Muntaha

SIRI SEPULUH
1.    Jalan SYAREAT = Jalan orang-orang Awam
2.    Jalan TAREKAT = Jalan orang-orang Khas
3.    Jalan HAKEKAT = Jalan orang-orang Khas ul Khas
4.    Jalan MAKRIFAT =Jalan orang-orang Khawas

SIRI SEBELAS
1.    SYAREAT = Af’al Allah
2.    TAREKAT = Asma Allah
3.    HAKEKAT = Sifat Allah
4.    MAKRIFAT = Dzat Allah

SIRI DUABELAS
1.    SYAREAT = Ilmu Yakin
2.    TAREKAT = Ainul Yakin
3.    HAKEKAT = Haqqul Yakin
4.    MAKRIFAT = Akmal Yakin

SIRI TIGA BELAS
1.    SYAREAT = Dzahir
2.    TAREKAT = Batin
3.    HAKEKAT = Akhir
4.    MAKRIFAT = Awal

 SIRI EMPAT BELAS
1.    SYAREAT = Muhammad Dzahir
2.    TAREKAT = Muhammad Batin
3.    HAKEKAT  = Muhammad Akhir
4.    MAKRIFAT = Muhammad Awal

SIRI LIMA BELAS
1.    Cara zikir SYAREAT = Dengan Lidah
2.    Cara zikir TAREKAT = Dengan Hati
3.    Cara zikir HAKEKAT = Dengan Nyawa
4.    Cara zikir MAKRIFAT = Dengan Rahasia

SIRI ENAM BELAS
1.    Pekerjaan SYAREAT = Dikatakan oleh Lidah dan dikerjakan oleh Hati
2.    Pekerjaa TAREKAT =  Hati yang mengerjakan baik atau jahat
3.    Pekerjaan HAKEKAT = Nyawa yang mengerjakan baik atau jahat
4.    Pekerjaan MAKRIFAT = Rahasia yang mengerjakan baik atau jahat

SIRI TUJUH BELAS
1.    Rumah SYAREAT = Lidah
2.    Rumah TAREKAT = Hati
3.    Rumah HAKEKAT = Budi
4.    Rumah MAKRIFAT = Roh

SIRI DELAPAN BELAS
1.    Adab orang SYAREAT = Orang-orang yang berdiri dengan tanda-tanda kenyataan
2.    Adab orang TAREKAT = Orang-orang yang berzikir tanpa tanda, hanya karunia Allah
3.    Adab orang HAKEKAT = Orang-orang yang haknya dan hak Allah
4.    Adab orang MAKRIFAT = Orang-orang yang mengetahui perkataan dan maqam

SIRI SEMBILAN BELAS
1.    Sembahyang orang SYAREAT = Tubuhnya yang menyembah Allah
2.    Sembahyang orang TAREKAT = Hatinya yang menyembah Allah
3.    Sembahyang orang HAKEKAT = Nyawanya yang menyembah Allah
4.    Sembahyang orang MAKRIFAT = Wahadatul wujud yang menerima sembahnya, inilah sembahyang para Nabi, Wali Allah, Ahli sufi dan orang Kamil dan Mukamil
.
SIRI DUA PULUH
1.    Pintu SYAREAT = Mata
2.    Pintu TAREKAT = Dua lubang hidungnya
3.    Pintu HAKEKAT =  Dua biji mata
4.    Pintu MAKRIFAT = Di antara mata putih dan mata hitam

SIRI DUA PULUH SATU
1.    Martabat SYAREAT = Alam Roh
2.    Martabat TAREKAT = Alam Malakut
3.    Martabat HAKEKAT = Alam Jabarut
4.    Martabat MAKRIFAT = Alam Lahut

SIRI DUA PULUH DUA
1.    Tujuan SYAREAT = Agar Hatinya ada Nur
2.    Tujuan TAREKAT = Agar Dirinya dan Nyawanya jadi mulia
3.    Tujuan HAKEKAT = Agar dapat memisahkan antara Hak dan Batil
4.    Tujuan MAKRIFAT = Agar dapat derajat Saddikin

SIRI DUA PULUH TIGA
1.    SYAREAT = Ibarat buih
2.    TAREKAT = Ibarat ombak
3.    HAKEKAT = Ibarat laut
4.    MAKRIFAT = Ibarat air


No comments:

Post a Comment

Makalah : Sistem Pedidikan Nasional