Kata
Pengantar
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
Alhamdulillah tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan
sanggup menyelesaikan dengan baik.
Dengan
membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang Kerajaan
Mataram Islam yang kami sajikan berdasarkan informasi dari berbagai sumber.
Dalam
penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan
oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan
cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih
kepada:
ü Guru
yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini
ü Orang
Tua dan keluarga kami tercinta yang banyak memberikan motivasi dan dorongan
serta bantuan, baik secara materi, maupun moral.
ü Serta
teman-teman kami yang telah member semangat pada kami
Kami
sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan
makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan
makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amiin.
Matangglumpangdua,13
November 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kerajaan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan islam
terbersar yang ada ditanah air khususnya di pulau jawa. Kerajaan Mataram adalah
kerajaan Islam terbesar di Jawa yang hingga kini masih mampu bertahan melewati
masa-masa berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia, walaupun dalam
wujud yang berbeda dengan terbaginya kerajaan ini menjadi empat pemerintahan
swa-praja, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Puro Mangkunegaran
dan Puro Pakualaman. Sebelumnya memang ada kerajaan-kerajaan Islam di Jawa
(Tengah) yang lain yang mendahului, seperti Demak dan Pajang. Namun sejak runtuhnya
dua kerajaan itu, Mataramlah yang hingga puluhan tahun tetap eksis dan memiliki
banyak kisah dan mitos yang selalu menyertai perkembangannya. Paling tidak
Mataram berkembang dengan diringi oleh mitos perebutan kekuasaan yang panjang.
Karena itu informasi tentang kerajaan mataram islam tidak begitu sulit kita
dapat karena himgga saat ini kerajaan tersebut masih eksis di tanah Jawa
walaupun dengan konteks yang berbeda.
1.2.Rumusan
Masalah
A. Letak
Srategis Kerajaan Mataram Islam!
B. Kehidupan
Politik Kerajaan Mataram Islam!
C. Kemajuan-Kemajuan
Kerajaan Mataram Islam!
D. Runtuhnya
Kerajaan Mataram Islam!
BAB II
PEMABAHASAN
2.1.
Letak Srategis Kerajaan Mataram Islam.
Kerajaan mataram berdiri pada tahun 1582. pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota
Yogyakarta, yakni di Kotagede. Para raja yang pernah memerintah di Kerajaanmataram yaitu
penembahan senopati (1584 – 1601), panembahan Seda Krapyak (1601 – 1677). Lahirnya Mataram Islam berkaitan
dengan perkembangan kerajaan Pajang. Sebelum menjadi raja Pajang dengan gelar
Sutan Hadiwijaya (1546-1586), Joko Tingkir atau Mas Karebet harus berperang
melawan Adipati Jipang yang bernama Arya Penangsang. Joko Tingkir dapat
mengalahkan Arya Penangsang berkat bantuan Danang Sataujaya. Namun, kemenangan
itu terjadi karena strategi bagus yang diberikan oleh ayah Danang Sataujaya
(yaitu Ki Ageng Pemanahan) dan tokoh lainnya yang bernama Penjawi. Oleh
karena itu, Sutan Hadiwijaya memberi hadiah tanah Mentaok (sekitar Kota Gede
Yogyakarta) kepada Ki Ageng Pemanahan. Kemudian, Ki Ageng Pemanahan membangun
Mentaok menjadi sebuah Kadipaten yang berada di bawah kekuasaan Pajang. Danang
Sataujaya (putra Ki Ageng Pemanahan) menjadikan Kadipaten yang dibangun ayahnya
itu menjadi sebuah kerajaan baru yang bernama Mataram Islam. Saat itu, setelah
Sutan Hadiwijaya wafat, Pajang merosot. Danang menjadi raja pertama Mataram
dengan gelar Panembahan Senopati (1584-1601). Selama masa kepemimpinanya, semua
daerah di Jawa bagian tengah dan timur (kecuali Blambangan) berhasil ia taklukkan.
2.2. Kehidupan Politik
Kerajaan Mataram Islam.
Dalam
sistem politik di kerajaan Mataram periode Senopati hingga Susuhunan Amangkurat
I mengalami turun-naik secara drastis. Periode Raden Mas Jolang kemudian dengan
anaknya Raden Mas Rangsang. Kemudian Susuhunan Amangkurat I bertolak belakang
dengan apa yang telah ditempuh pendahulunya.
Untuk
sistem politik yang sifatnya intern, terutama menyangkut konsolidasi tata
pemerintahan, seperti sistem birokrasi, sistem penggantian raja, masing-maasing
mereka hampir tidak mengalami perbedaan, akan tetapi dalam hal penguasaaan
wilayah, kadang-kadang mengalami naik-turun. Seperti pada masa Panembahan
Senopati, ia mampu mengangkat martabat Mataram ke strata yang lebih tinggi,
yakni menjadikan Mataram berdiri sendiri (yang semula merupakan daerah bawahan
Kerajaan Pajang). Ketika kendali pimpinan beralaih ke tangan susuhunan
amangkurat 1 martabat mataram menjadi merosot kembali, wilayah kekuasaan mulai
menciut karena hubungannya dengan kolonial Belanda.
Keabsahan
kedudukan dan kekuasaan raja mataram, diperoleh karena warisan. Secara
tradisional pengganti raja-raja ditetapkan putra laki-laki dari istri selir pun
biasa dinobatkan sebagai pengganti raja. Apabila dari keduanya tidak
mendapatkan anak laki-laki, maka.paman atau saudara laki-laki tua dari ayahnya
bisa menjadi pengganti.
Mengenai
sistem politik eksternalnya, diantara penguasa Mataram bisa ditemui perbedaan
yang mencolok dalam menerapkan sistem untuk menghadapi penetrasi barat. Ada
yang menempuh sikap kompromistis dan ada pula yang anti pati sama sekali. Pada
masa panembahan senopati, usaha tersebut memang belum ditemui. Hal ini
disebabkan walaupun saat itu orang-orang Eropa sudah berada di Nusantara,
konsentrasi politik sedang dicurahkan untuk konsolidasi dan penguasaan
kerajaan-kerajaan disekitarnya. Sedangkan pada masa Raden Mas Jolang, kehadiran
belanda diterima dengan baik diakhir kekuasaannya. Beda hal dengan penguasa
Mataram berikutnya, Sultan Agung, beliau termasuk penguasa yang antipatis pada
kompeni. Berbagai usaha telah dikerahkan untuk mengusik keberadaan dan
membendung penetrasinya yang kian kuat di bumi Nusantara. Dua kali sesudah
ekspansinya, pasukan militer, ia kirimkan ke Batavia untuk memukul mundur VOC,
masing-masing pada tahun 1628 dan 1629 walaupun pada akhirnya memperoleh
kegagalan
2.3. Kemajuan-Kemajuan
Kerajaan Mataram Islam
2.3.1.Bidang
Ekonomi
· Kemajuan
dalam bidang ekonomi meliputi hal-hal berikut ini:
Sebagai negara agraris, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke Malaka.
Sebagai negara agraris, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke Malaka.
· Penyatuan
kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa tidak hanya menambah kekuatan politik,
tetapi juga kekuatan ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak semata-mata
tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan perdagangan.
2.3.2.Bidang Sosial Budaya
Kemajuan
dalam bidang sosial budaya meliputi hal-hal berikut:
a. Timbulnya
kebudayaan kejawen
Unsur ini
merupakan akulturasi dan asimilasi antara kebudayaan asli Jawa dengan Islam.
Misalnya upacara Grebeg yang semula merupakan pemujaan roh nenek moyang.
Kemudian, dilakukan dengan doa-doa agama Islam. Saampai kini, di jawa kita
kenal sebagai Grebeg Syawal, Grebeg Maulud dan sebagainya.
b. Perhitungan
Tarikh Jawa
Sultan Agung
berhasil menyusun tarikh Jawa. Sebelum tahun 1633 M, Mataram menggunakan tarikh
Hindu yang didasarkan peredaran matahari (tarikh syamsiyah). Sejak tahun 1633 M
(1555 Hindu), tarikh Hindu diubah ke tarikh Islam berdasarkan peredaran bulan
(tarikh komariah). Caranya, tahun 1555 diteruskan tetapi dengan perhitungan
baru berdasarkan tarikh komariah. Tahun perhitungan Sultan Agung ini kemudian
dikenal sebagai “tahun Jawa”.
c. Berkembangnya
Kesusastraan Jawa
Pada zaman
kejayaan Sultan Agung, ilmu pengetahuan dan seni berkembang pesat, termasuk di
dalamnya kesusastraan Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang kitab yang berjudul
Sastra Gending yang merupakan kitab filsafat kehidupan dan kenegaraan.
Kitab-kitab yang lain adalah Nitisruti, Nitisastra, dan Astrabata. Kitab-kitab
ini berisi tentang ajaran-ajaran budi pekerti yang baik.
Pengaruh
Mataram mulai memudar setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 M.
Selanjutnya, Mataram pecah menjadi dua, sebagaimana isi Perjanian Giyanti
(1755) berikut:
·
Mataram Timur yang dikenal Kesunanan Surakarta di
bawah kekuasaan Paku Buwono III dengan pusat pemerintahan di Surakarta.
·
Mataram Barat yang dikenal dengan Kesultanan
Yogyakarta di bawah kekuasaan Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I
dengan pusat pemerintahannya di Yogyakarta.
Perkembangan
berikutnya, Kesunanan Surakarta pecah menjadi dua yaitu Kesunanan dan
Mangkunegaran (Perjanjian Salatiga 1757). Kesultanan Yogyakarta juga terbagi
atas Kesultanan dan Paku Alaman. Perpecahan ini terjadi karena campur tangan
Belanda dalam usahanya memperlemah kekuatan Mataram, sehingga mudah untuk di
kuasai.
Sultan Agung
meninggal pada Februari 1646. ia dimakamkan di puncak Bukit Imogiri, Bantul
,Yogyakarta. Selanjutnya, Mataram diperintah oleh putranya, Sunan Tegalwangi,
dengan gelar Amangkurat I ( 1646 – 1677). Dalam masa pemerintahan Amangkurat I,
kerajaan mataram mulai mundur. Wilayah kekuasaan mataram berangsur-angsur
menyempit karena direbut oleh kompeni VOC. Yang paling mengenaskan, pada tahun
1675, Rade Trunajaya dari Madura memberontak. Pemberontakannya demikian tak
terbendung, sampai-sampai Trunajaya berhasil menguasai keraton Mataram yang
waktu itu teletak di Plered. Amangkurat terlunta-lunta mengungsi, dan akhirnya
meninggal di Tegal.
Sepeninggal
Amangkurat I, Mataram dipegang oleh Amangkurat II yang menurunkan Dinasti Paku
Buwana di Solo dan Hamengku Buwana di Yogyakarta. Amangkurat II meminta bantuan
VOC untuk memadamkan pemberontakan Trunajaya. Setelah berakhirnya Perang
Giyanti (1755), wilayah kekuasaan mataram semakin terpecah belah. Berdasarkan
perjanjian giyanti, mataram dipecah menjadi dua, yakni mataram sukrakarta dan
mataram yogyakarta. Pada tahun 1757 dan 1813, perpecahan terjadi lagi dengan
munculnya Mangkunegara dan pakualaman. Di masa pemerintahan Hindia Belanda,
keempat pecahan kerajaan mataram ini disebut sebagai vorstenlanden. Saat ini,
keempat pecahan Kesultanan Mataram tersebut masih melanjutkan dinasti
masing-masing. Bahkan peran dan pengaruh pecahan mataram tersebut, terutama
kesultanan Yogyakarta masih cukup besar dan diakui masyarakat.
2.3.3. Bidang Politik
Kemajuan
politik yang dicapai Sultan Agung adalah menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di
Jawa dan menyerang Belanda di Batavia.
a. Penyatuan
kerajaan-kerajaan Islam
Sultan Agung
berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Usaha ini dimulai dengan
menguasai Gresik, Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang, Pasuruhan, kemudian
Surabaya. Salah satu usahanya mempersatukan kerajaan Islam di Pulau Jawa ini
ada yang dilakukan dengan ikatan perkawinan. Sultan Agung mengambil menantu
Bupati Surabaya Pangeran Pekik dijodohkan dengan putrinya yaitu Ratu
Wandansari.
b. Anti
penjajah Belanda
Sultan Agung adalah raja yang sangat
benci terhadap penjajah Belanda. Hal ini terbukti dengan dua kali menyerang
Belanda ke Batavia, yaitu yang pertama tahun 1628 dan yang kedua tahun 1629.
Kedua penyerangan ini mengalami kegagalan. Adapun penyebab kegagalannya, antara
lain:
·
Jarak yang terlalu jauh berakibat mengurangi ketahanan
prajurit mataram. Mereka harus menempuh jalan kaki selama satu bulan dengan
medan yang sangat sulit.
·
Kekurangan dukungan logistik menyebabkan pertahanan
prajurit Mataram di Batavia menjadi lemah.
·
Kalah dalam sistem persenjataan dengan senjataa yang
dimiliki kompeni Belanda yang serba modern.
·
Banyak prajurit Mataram yang terjangkit penyakit dan
meninggal, sehingga semakin memperlemah kekuatan.
·
Portugis bersedia membantu Mataram dengan menyerang
Batavia lewat laut, sedangkan Mataram lewat darat. Ternyata Portugis
mengingkari. Akhirnya Mataram dalam menghadapai Belanda tanpa bantuan Portugis.
·
Kesalahan politik Sultan Agung yang tidak menadakan
kerja sama dengan Banten dalam menyerang Belanda. Waktu itu mereka saling
bersaing.
·
Sistem koordinasi yang kurang kompak antara angkatan
laut dengan angkatan darat. Ternyata angkatan laut mengadakan penyerangan lebih
awalm sehingga rencana penyerangan Mataram ini diketahui Belanda.
·
Akibat penghianatan oleh salah seorang pribumi,
sehingga rencana penyerangan ini diketahui Belanda sebelumnya.
2.4. Runtuhnya Kerajaan
Mataram Islam.
Kerajaan
Mataram Islam runtuh akibat adanya campur tangan VOC sejak zaman pemerintahan
Sunan Amangkurat 1 (Sultan Amangkurat Senapati ing Alaga Ngabdur Rahman Sayidin
Panatagama) yang meliputi hal politik untuk melawan Trunajaya.
Akibatnya
muncul pemberontakan Trunajaya (Madura) yang dibantu oleh Pangeran Kajoran dan
para pejabat dan masyarakat yang sudah sangat tertekan. Tanggal 28 Juni 1677
Trunajaya berhasil merebut istana Plered. Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan
diri ke barat. Istana Plered berhasil direbut kembali oleh Pangeran Puger
(Kanjeng Susuhunan ing Alaga Ngabdur Rahman Sayidin Panata Gama) yang menyerang
dari Jenar. Babad Tanah Jawi menyatakan, dengan jatuhnya istana Plered
menandai berakhirnya Kesultanan Mataram.Sepeninggal Amangkurat I dia digantikan
oleh Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada VOC sehingga
kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada
masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680)
Setelah
Amangkurat II meninggal diganti Amangkurat III, tetapi VOC tidak senang dengan
Amangkurat III karena dia menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I
sebagai raja, akibatnya Mataram memiliki dua raja dan inilah yang menjadikan
perpecahan Internal, Amangkurat III akhirnya memberontak tapi akhirnya kalah
dan ditangkap di Batavia lalu diasingkan di Ceylon, Srilanka dan
meninggal tahun 1734.
Kekacauan
politik dari masa kemasa akhirnya dapat terselesaikan pada masa Pakubuana
III setelah wilayah Mataram dibagi menjadi dua yaitu Kesultanan
Ngayogyakarta dan Kasunanan Suarakarta tanggal 13 Februari 1755, pembagian
wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti , perjanjian Giyanti adalah
kesepakatan yang dibuat oleh pihak VOC, pihak Mataram( diwakili oleh Pakubuwana
III) dan kelompok pangeran Mangkubumi. Nama Giyanti diambil dari lokasi
penjanjian tersebut ( ejaan Belanda, sekarang tempat itu berlokasi didukuh
Kerten , Desa Jantiharjo) ditenggara kota Karanganyar, Jawa Tengah, perjanjian
ini menandai berakhirnya kerajaan Mataram yang sepenuhnya independen.
Berdasarkan
perjanjian ini wilayah Mataram terbagi menjadi dua, wilayah disebelah timur
kali Opak dikuasai oleh pewaris tahta Mataram yaitu Sunan Pakubuwana III dan
tetap berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah disebelah barat diserahkan
kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan
Hamengkubuwono I yang berkedudukan di Yogyakarta.
Perpecahan
terjadi lagi dengan munculnya Mangkunegara ( R.M Said) yang terlepas dari
kesunanan Surakarta dan Pakualaman ( P. Nata Kusuma) , dan keempat pecahan
Mataram Kesultanan Mataram tersebut masih melanjutkan dinasti masing – masing ,
bahkan pecahan Mataram tersebut terutama kesultanan Yogyakarta masih cukup
besar dan diakui masyarakat hingga sekarang.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Mataram
merupakan sebuah kerajaan Islam yang letaknya berada di pedalaman. Mataram pada
mulanya merupakan sebuah hutan di wilayah kerajaan Pajang. Mataram diberikan
kepada Ki Ageng Pemanahan atas jasanya dalam pembunuhan Sunan Prawoto. Oleh Ki
Ageng Pemanahan, mataram dibangun menjadi sebuah Kadipaten.
Oleh
Sutawijaya, Mataram dibangun menjadi sebuah kerajaan yang besar. Menggantikan
kerajaan Pajang yang berhasil dikalahkan. Sutawijaya bergelar penembahan
Senopati ing Alaga. Senopati berhasil meluaskan wilayah Mataram hingga
hampir seluruh Jawa.
Sultan
Agung mempersiapkan pasukan, persenjataan, dan armada laut serta penggemblengan
fisik dan mental. Usaha Sultan Agung akhirnya berhasil pada tahun 1625 M.
Kerajaan Mataram berhasil menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten, Batavia,
Cirebon, dan Blambangan. Untuk menguasai seluruh Jawa, Sultan Agung mencoba
merebut Batavia dari tangan Belanda. Namun usaha Sultan selama dua kali untuk
mengempung Batavia mengalami kegagalan.
Mataram
runtuh akibat adanya pengaruh VOC sejak zaman pemerintahan Amangkurat 1. Serta
adanya dualisme kepemimpinan dalam Mataram sejak diangkatnya Pakubuana 1.
Sehingga Mataram memiliki dua raja.
Oleh
karena itu, pada perjanjian Giyanti, Mataram dibagi menjadi dua wilayah
yaituKesultanan Ngayogyakarta dan Kasunan Surakarta. Berdasarkan
perjanjian Giyanti wilayah Mataram terbagi menjadi dua, wilayah
disebelah timur kali Opak dikuasai oleh pewaris tahta Mataram yaitu Sunan
Pakubuwana III dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah disebelah
barat diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi
Sultan Hamengkubuwono I yang berkedudukan di Yogyakarta
3.2.Saran
Demikianlah
keterangan tentang Kerajaan Mataram Islam yang dapat kami buat. Semoga dengan
selesainya karya ini dapat membantu berlangsungya proses belajar mengajar di
sekolah khususnya pembelajaran di kelas XI materi Kerajaan Islam Indonesia.
Karya ini tentulah masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan krityik
sangatlah kami butuhkan demi kesempurnaan untuk tugas yang aka datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Daliman, a. Islamisasi dan perkembangan
kerajaan-kerajaan islam di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit ombak, 2012
Harun, M. Yahya. Kerajaan Islam Nusantara abad XVI
dan XVII. Yogyakarta:
Kurnia Kalam Sejahtera, 1995
Muljana, Slamet. Runtuhnya Kerajaan
Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, Yogyakarta: PT.
LKiS Pelangi Aksara, 2007
Yusuf, Mundzirin,
dkk. Sejarah Peradaban Islam
di Indonesia. Yogyakarta: Kelompok Penerbit Pinus, 2007
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2010
No comments:
Post a Comment