Oleh:
Cut Yulinanda Putri Vonna
“Liana, apakah kamu lihat betapa indah awan itu ?” tanya
Bima. Tanpa menjawab aku mengangguk setuju dengan pendapat. Dua tahun lamanya
aku dan Bima sering bersama karena kami satu tempat les musik di daerah
keraton Jogja.
“Ana, kita makan
pecel lele mbok Girah yuk ! “ ajak Bima.
“Ah tidak, aku
malas “
“Sudahlah ayo ! “
dia menarik keras tanganku hingga rasanya cemgkeraman tangan Bima membekas cap merah di tanganku. Kami berdua
berlari-lari kecil di sepanjang jalan ramai malioboro.
“ mbok , , biasa , , dua pecel lele sma dua teh hangat “,”injeh” jawab mbok Girah
dengan logat jawanya yang santun. Kebersamaan seperti itulah yang sering kami
lewati ketika ada waktu senggang untuk bertemu atau setelah jam les musik
selesai.
“Bima ,kamu jadi
kuliah di Malang ?”
“yo jelas jadi
toh, aku kan ingin sekali pindah kesana.”
“hem..iya
“,hatiku rasanya tak rela dan tak puas dengan jawaban Bima yang seolah-olah tak
bersalah karena meninggalkanku sendiri di Jogja ini.
“hush ! jangan
melamun, ditinggal cowok ganteng dan keren ini sudah bisa mebuatmu gila ya ?
hahahaha (mengagetkan lamunanku ).
“kamu
mengejekku?” “kesalku,
“tidakkah begitu
? “jawab Bima bertanya-tanya.
Lelah jalan bersama Bima seharian membuatku tertidur di
sofa empuk dekat kamar mamaku.
“liana
,,bangun,sholat dulu”, suara lembut mama membuatku semakin nyenyak tidur.
“iya mah,sebentar
lagi ya ? “”keluhku,
“kamu gak takut
dosa ? “
Sebelum mama
bicra panjang lebar, segera aku bergegas bangun unuk mengambil air wudhu dan
sholat magrib.
Makan malam sengaja disiapkan mama
karena kakakku pulang dari Surabaya ,dimana iya bekerja.
“gimana sekolahmu Ana?”kata kakakku mengawali
pembicaraan mkan malam waktu itu.
“biasa aja ka” sambil melahap makan aku menjawab
pertanyaannya
“tiga bulan lagi kamu lulus dek, mau kuliah dimana
? sebaiknya kamu kulia disini saja, kasihan kalu mama sendiri di Jogja”. Itulah
ucapan kakak yang selalu bisa ku tebak setiap hari ia menanyakan sekolahku.sebenarnya
aku ingin sekali melanjutkan kuliah di Malang sama seperti Bima.
“Cerah
sekali pagi ini Ana ,seperti matamu yang berbinar-binar ketika melihatku”.aku
hanyaterdiam mendengar celotehnya.
“Ana ..bagaimana jika nanti aku pergi darimu ? “,sontak aku melihat
wajah Bima dengan kekecewaan di wajahnya.
“munkin aku akan menangis dan mendoakanmu agar
cepat mati “ jawabku asal.
“masih bisa bercanda ? aku serius !”.
Yah ..itukan cita-citamu sejak dulu,kamu punya
hp,aku juga punya, apa endak bisa kita komunikasi?” (menerangkan)
“yowes,aku tenang jadinya .”sungguh,senyum Bima
membuatku sanagt bahagia walaupun suatu saat akau harus menangis tersedu-sedu
melihat Bima pergi.
“Ana
! hebat kamu dpat nilai terbaik” kata Rissa teman satu kelasku yang pandai
bebahasa inggris.
“ya donnk, miss english, it’s not impossible !”
Dengan
seragamku yang penuh coretan pilok khas anak sma yang lulus, akau berjalan
menyusuri malaioboro menuju komplek derah muntabali dekat teramai di Jogja.
“
ting tong “ bunyi bel keras lantang
memanggil pemilik bel itu.
“siapa ya “,
“Tin kumat ya pikunmu? Aku Ana ,,mana Bima cepat panggil
“perintahku tak sabaran.
“den Bima belum pulang non “.
“loh sudah sore begini belum pulang ya ? ya
sudahlah
“jawabku sedikit kecewa.
“Ana..?”
“iya”
“maukah kamu berjanji
tidak akan melupakanku dan menunggu teman tergantengmu ini kembali?”
“aku janji,tapi…”
“tapi opo maneh?!
(membentakku)
“pedemu itu
dihilangin ya?haha.Bima memukul kecil lenganku.
Kami
terus bersenda gurau sampai entah berapa lama waktu yang sudah kami lewatkan
hanya untuk bercanda saja..
Jalan
malioboro masih saja rami padahal waktu
sudah menunjukkan larut malam,bahkan bulan ingin sekali segera menghilang. Aku
sangat sedih karena hari-hariku tidak akan lagi sebahagia malam ini,Bima akan
pergi. Aku berharap suatu saat aku dan Bima akan bertemu kembali.
“Bima,boleh
aku bertanya ?” tanyaku.
“apa?” jawab Bima.
“apakah
kau menyukaiku?”
“hahahaha
ngomong opo toh kamu ini ?”
Aku sangat malu mendengar jawaban Bima dan hanya
mampu menunduk malu.
“Ana
..yang jelas aku suka kamu ,aku tresna sama kamu,kalau ndak ya nggak mungkin
aku sedih ninggalin kamu”
Mataku berbinar-binar serasa rohku terbang
melayang ke awan.
“benarkah
?
“tapi
kenapa baru sekarang kamu mengatakannya?”tanyaku
“karena
aku tidak ingin melukai hatimu Ana, aku tau akan berpisah. Jadi, lebih baik
kita bersahabat saja.”
Tak
anggupku bendung kesedihanku tapi dengan alasannya itu aku mengerti dam mampu
untuk tegar.
Pukul
07.00, aku melepas kepergian Bima sahabat yang aku cintai di stasiun Jogja. Air
mataku berlinang deras membasahi pipi dan beberapa tisu yang kubawa. Berlalu
dengan cepat kereta jurusan Malang
meninggalkan tempat dimana aku berdiri.
Beberapa
menit dengan mataku lebamku.
“sudah berangkat Bima ,nduk?”tanya mama.
“hm”jawabku sinkat,
“udah jangan sedih,berdoalah agar cita-citanya
dapat tercapai dan kembali kesini.”
Tanpa menjawab perkataan mama aku berlari ke
kamar, menangis lagi sampai tertidur.
“Ana
….Ana …Ana anakku !”teriak mama sambil mengetuk keras pintu kamarku1
“ada
apa ma?”
Mama
menarik tanganku dengan cepat duduk di sofa depan tv,aku meliha tanyangan tv
yang ditunjuk mama sambil membenahi rambutku yang acak-acakan,
Terdengar
suara disela-sela volume tv : “ Berita kecelakaan patah rel kereta api jalur malang siang ini
mengakibatkan 80% penumpangnya tewas”
tengelingaku mendengung,mataku nanar,tanganku gemetar,dan tubuhku terasa lemas
tak berdaya.
Aku
berlari keluar rumah menuju stasiun menangis tersedu-sedu di sepanjang jalan.
Sesampainya di stasiun ramai sekali dengan jerit tangis keluarga korban lain.
Sekitar lima kilometer berlari dari
rumah dengan kaki tanpa alas menapaki jalan aspal yang panas akibat pancaran
sinar matahari.
Bima
telah pergi untuk selamanya.
Sejak itu,setiap hari dan jam yang sama selalu aku
berkunjung ke stasiun hanya sekedar menabur bunga dan duduk melihat kereta
tujuan Malang berlalu meninggalkanku sama seperti saat terakhir kali aku dan Bima berpisah entah sampai kapan
aku terus melakukan kebiasaan ini.
TAMAT
No comments:
Post a Comment