Cita-Cita Untuk Sang Ibu
Oleh : Eva Diana
Sosok itu dengan tubuh makin renta, kulit yang semakin
keriput dengan mata cekung seakan membendung penat dari kejenuhan, namun ia
tidak pernah mengeluh, beliau adalah ibuku, ibu yang telah melahirkan aku 19
tahun silam, entah berapa tetes keringat yang telah ia korbankan untukku dan
entah berapa ribu tangis kepiluan yang sengaja ia rendam agar aku tidak
mendengarnya.
Setiap paginya, dikala mentari terbit ibu sudah sibuk
dengan pekerjaannya yaitu membuka kios kecil yang lebih dikenal dengan kedai
sampah, yang ibu jual hanya rempah-rempah dan jajanan kering, wajah ibu tampak
lebih tua dari usia yang sesungguhnya, itu mungkin lambang dari penatnya yang
harus ia jalani. Sering kali aku melihat ada butiran air bening yang tumpah
dari kelopak matanya, ia membuka kiosnya dari pukul 05 : 30 dan tutup saat
menjelang azan magrib, ibu selalu pulang dengan senyuman walau kadang tak
satupun jualannya laku, sama seperti hari-hari kemarin terlihat dari kejauhan
ibu menjinjing sisa jualannya kerumah, aku langsung berlari menghampirinya
untuk membantunya membawakan barang-barang seperti biasa. Ku ajak ibu basa-basi
untuk melepaskan penat yang ia rasakan.
“gimana hari ini bu?” tanyaku.
“ya namanya aja jualan laku seribu dua ribu ya
wajar.”jawab ibu sambil tersenyum.
Aku tahu, pasti
ini jualan ibu macet, yah aku sudah hafal jawaban itu, kalau saja jualannya
laris,ia pasti akan menjawab dengan senyuman yang paling indah yang ia miliki.
Jarum jam telah menunjukkan angka 12
malam, rasa kantuk mulai mengganjal dimataku, tapi tak mungkin kutinggalkan ibu
sendirian sementara masih ada yang harus ku selesaikan malam ini.
“jadi pulang besok?” tanya ibu lagi.
Aku mengangguk,sejenak
ibu menghentikan pekerjaan lalu menatapku dalam-dalam.
“kenapa bu?” balasku.
“masih rindu rasanya ibu padamu nak?”
jawab ibu.
Setetes air matanya
jatuh dan dengan cepat-cepat ibu menghapus air matanya itu.
“bagaimana kuliahmu?” tanya ibu lagi.
Sudah sekitar 3
tahun ini aku kuliah di universitas terbaik di Aceh karena beasiswa yang digalangkan
pemerintah untuk pelajar SMA yang pintar. Mungkin jika dulu ibu tak memaksaku
untuk mengambil untuk mengambil beasiswa itu, aku bisa membantu ibu berjualan
tanpa melihat susah payah mencari uang sendiri seperti ini.
“sejauh ini Alhamdulillah semua
baik-baik saja, untuk beberapa mata kuliah Aira dapat nilai yang bagus “
jawabku sambil menarik nafas dalam-dalam, lalu kupeluk ibu saat itu juga.
Langit masih tampak gelap, namun
jarum jam telah menunjuki pukul 06 :00 pagi. Ibu mengemasi jualannya untuk di
bawa ke kios dan aku membantunya.
“jam segini apa ada orang belanja
bu?“ tanyaku sambil menyusun jualannnya.
“mudah-mudahan saja” jawab ibu tanpa
melihat ke arahku.
Tak lama kemudian
aku melihat ada beberapa ibu yang menuju ke kios ibuku.
“ada sayur apa hari ini mak?” tanya
salah seorang pengunjung.
“eh mak David “ balas ibuku dengan
ramah.
Sambil memilih
sayur-sayuran yang akan dibelinya ibu dan pelanggannya mengobrol-ngobrol
membuat suasana semakin ribut pagi ini.
Hari ini aku harus kembali ke Banda
Aceh dimana aku harus menjalani aktivitas perkuliahan seperti biasanya. Rasanya
aku tidak ingin meninggalkan ibu sendirian, sebelum pergi aku singgah ke kios
ibu.
“tumben nak? udah bisa masak ya?”
Ucap ibu sambil meledekku.
“ah ibu ini, Aira kan udah besar, masak belum bisa masak!”jawabku
sambil memeluk ibu dengan cepat.
Masih ingin aku
bermanja dengan ibu, tapi jarum jam tidak bersahabat, aku harus pergi kalau
tidak mau ketinggalan kereta.
“bu, Aira pergi dulu ya?” ucapku seraya
menyalami tangannya.
“hati-hati ya nak, jaga diri
baik-baik “ jawab ibu sambil menasihatiku.
Aku langsung
pergi meninggalkan ibu di kios sendirian, kulambaikan tanganku ke ibu dan ibu
membalasnya dengan berat hati.
Perlahan sirine kereta berbunyi,pertanda kereta akan
segera berjalan. aku yang duduk di pinggir kaca terus memandangi pepohonan
hijau, angin sesekali menembus kaca jendela kereta sambil mengibaskan rambutku,
dan kubisikkan pada angin yang sejak tadi menyapaku dan aku berjanji suatu hari
nanti akan kembali kepada ibu dengan membawa segengam kesuksesan yang kini
kuperjuangkan dan esok ketika senja terbenam akan kuukir senyuman disisa hidup
yang masih ibu miliki karena aku menyangangi ibu.
#to my Beloved
“Mother”
TAMAT
No comments:
Post a Comment