BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Sebagai salah satu study pemikiran
keislaman, ilmu tauhid memiliki posisi terhormat dalam tradisi keislaman. Hal
itu karena ilmu tauhid adalah tumpuan pemahaman tentang sendi-sendi paling
pokok dalam ajaran islam, yaitu simpul-simpul keimanan, ke-mahaesaan Tuhan, dan
pokok-pokok ajaran agama. Di Indonesia, terutama dalam sistem pengajaran di
madrasah dan pesantren, kajian tentang ilmu tauhid merupakan suatu hal yang
tidak mungkin datinggalkan.
Dalam realitis sejarah, banyak dari
ulama’ salaf yang menekuni, mendalami, dan mengkaji limu tauhid. Pda masa lalu
tingkat inytensitas mereka terhadap study ilmu tauhid sebatas memahami untuk
kebutuhan pribadi, belum sampai mengejawantah dalam bentuk karya tulis untuk
disampaikan kepada orang lain, karena kebutuhan sosial akan diskursus ilmu
tauhid pada masa itu sangat minim. Kondisinya kemudian berubah pada masa
setelahnya, ketika religiusitas sosial berubah dan keadaan masyarakat
berbeda-beda, sehingga karya-karya tentang study ilmu tauhid dirasa sangat
diperlukan.
B. Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa saja yang mendorong
lahirnya ilmu tauhid?
1. Faktor apa saja yang
mempengaruhi lahirnya ilmu tauhid
2. Bagaimanakah
perkembangan ilmu tauhid dari masa ke masa?
3. Apa yang dimaksud dengan
ilmu tauhid
4. Bagaimana pembagian ilmu
tauhid?
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
ILMU TAUHID
A.Pengertian Ilmu Tauhid
Tauhid
dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu esa. Yang dimaksud disini adalah
mempercayai bahwa Allah itu esa. Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah
ilmu yang membahas segala kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil
keyakinan dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu
esa.
Seandainya
ada orang tidak mempercayai keesaan Allah atau mengingkari perkara-perkara yang
menjadi dasar ilmu tauhid, maka orang itu dikatagorikan bukan muslim dan
digelari kafir. Begitu pula halnya, seandainya seorang muslim menukar
kepercayaannya dari mempercayai keesaan Allah, maka kedudukannya juga sama
adalah kafir.
Perkara
dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid ialah perkara yang dalilnya atau
buktinya cukup terang dan kuat yang terdapat di dalam Al Quran atau Hadis yang
shahih. Perkara ini tidak boleh dita’wil atau ditukar maknanya yang asli dengan
makna yang lain.
Tujuan
mempelajari ilmu tauhid adalah mengenal Allah dan rasul-Nya dengan dalil dalil
yang pasti dan menetapkan sesuatu yang wajib bagi Allah dari sifat sifat yang
sempurna dan mensucikan Allah dari tanda tanda kekurangan dan membenarkan semua
rasul rasul Nya.
Adapun
perkara yang dibicarakan dalam ilmu tauhid adalah dzat Allah dan dzat para
rasul Nya dilihat dari segi apa yang wajib (harus) bagi Allah dan Rasul Nya,
apa yang mustahil dan apa yang jaiz (boleh atau tidak boleh)
B.Lahirnya Ilmu Tauhid
1. Faktor
Yang Mendorong Lahirnya Tauhid
a. Faktor Intern
Adalah faktor yang berasal dari islam
itu sendiri. Adapun diantara faktor tersebut adalah adanya dalil al-Qur’an yang
menjelaskan masalah ketauhidan, kenabian serta polemik terhadap agama-agama
pada masa itu.Adapun dalil al-Qur’an tentang tauhid diantaranya:
َوالهكم اله وحد لااله الاهو الرحمن
الرحيم (البقره:163)
Artinya: Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang
Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang Maha Pemurah kagi Maha Penyayang.
(QS. Al-Baqoroh:163)
Adapun faktor lain, diantaranya setelah
wafatnya nabi, umat Islam bersentuhan dengan kebudayaan dan peradapan asing,
mereka mulai mengenal filsafat, merekapun memfilsafati al-Qur’an, terutama
ayat-ayat yang secara lahir nampak satu sama lain tidak sejalan.
b.Faktor Ektern
Adalah faktor yang berasal dari luar
islam. Diantaranya pola pikir ajaran agama lain yang tidak sejalan dengan
islam, atau bahkan penganut islam itu sendiri yang awalnya non islam yang masih
terbawa dengan adat-adat not islam.
2.
Kedudukan Tauhid dalam Islam
Seorang muslim meyakini bahwa tauhid
adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar.
Selain itu, tauhid merupakan salah satu syarat diterimanya amal perbuatan
disamping harus sesuai denga tuntutan Rosulullah.[1]
C.Ke tauhidan
dari Masa ke Masa
1. Perkembangan
Tauhid pada Masa Rasulullah SAW
Masa Rasulullah merupakan periode
pembinaan aqidah dan peraturan-peraturan dengan prinsip kesatuan umat dan
kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur dikembalikan langsung kepada
Rasulullah, sehingga beliau berhasil menghilangkan perpecahan diantara uamatnya.
Masing-masaing pihak tentu mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan
dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi pada masa sebelum islam. Rasulullah
mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya, serta menghindari
perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dari segala bidang sehingga
menimbulkan kekacauan. Firman Allah dalam surat Al-Anfal:46,
واطيعوا الله ورسوله ولا تنازعوا
فتفشلوا وتذهبريحكم واصبروا ان الله مع الصبرين
Artinya: Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan
hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar. (QS. Al-Anfal:46)
Perbedaan pendapat merupakan hal yang
wajar dan sulit untuk dipungkiri, tetapi menjaga persatuan merupakan hal yang
sangat diperlukan sebagai benteng dari perpecahbelahan. Demikian juga dalam
menghadapi agama lain, kaum muslimin harus bersikap tidak membenarkan apa yang
mereka sampaikan dan tidak pula mendustainya.
2. Perkembangan
Tauhid pada Masa Khulafaurrasyidin
Masa permulaan kholifah islam khususnya
kholifah pertama dan kedua, ilmu tauhid masih tetap seperti masa rasulullah
saw. Hal ini disebabkan kaum muslimin tidak sempat membahas dasar-dasatr
aqidah. Waktu mereka tersita untuk menghadapi musuh, mempererat
persatuan dan kesatuan umat. Kaum muslimin tidak mempersoalkan bidang aqidah,
mereka membaca dan memahami al-Qur’an tanpa takwil, mengimani dan
mengamalkannya apa adanya. Kekacauan dalam bidang politik, mulai timbul
pada masa kholifah ketiga, Usman bin Affan. Umat Islam
mulai terjadi perpecahbelahan dengan mempertahankan pendapat mereka
masing-masing. Pada masa ini pula mulai adanya penciptaan hadits-hadits
palsu.
3. Perkembangan
Tauhid pada Masa Daulah Umayyah
Pada masa daulah Umayyah kedaulatan
islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak perlu lagi berusaha untuk
mempertahankan Islam seperti masa sebelumnya. Kesempatan ini digunakan kaum
muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan pengertian tentang ajaran Islam.
Terutama dengan berduyun-duyunnya pemeluk agama lain memeluk Islam, yang
jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur agamanya yang dulu, sehingga
menyusupkan beberapa ajarannya. Masa inilah mulai timbul keinginan bebas berfikir
dan berbicara yang selama ini didiamkan oleh golongan salaf.
Munculnya sekelompok umat Islam yang
membicarakan masalah Qodar (Qodariyah) yang menetapkan bahwa manusia itu bebas
berbuat, tidak ditentukan Tuhan. Sekelompok berpendapat sebaliknya, manusia
ditentukan tuhan, tidak bebas berbuat (Jabariyah). Kelompok Qodariyah ini tidak
berkembang dan melebur dalam madzhab mu’tazilah yang menganggap bahwa manusia
itu bebas berbuat, sehingga mereka menamakan dirinya dengan ”ahlu al-adil” dan
meniadakan semua sifat Tuhan karena dzat Tuhan tidak tersusun dari dzat dan
sifat, Ia Esa, dari ini mereka menamai dirinya dengan ”ahlu at-tauhid”.
Penghujung abad pertama hijriyah muncul pula kaum khowarij yang mengkafirkan
orang muslim yang berbuat dosa besar, walaupun pada mulanya mereka adalah
pengikut Ali bin Abi Tholib, akhirnya mereka memisahkan diri karena alasan
politik. Sedangkan kelompok yang tetap mengikuti Ali disebut dengan golongan
Syi’ah.
4. Perkembangan
Tauhid pada Masa Daulah Abbasyyah
Masa daulah Abbasyyah merupakan zaman
keemasan dan kecemerlangan Islam, ketika terjadi hubungan pergaulan dengan
suku-suku diluar arab yang mempercepat berkembangnya ilmu pengetahuan. Usaha
terkenal pada masa itu adalah penterjemahan besar-besaran segala buku filsafat.
Para kholifah menggunakan keahlian
orang Yahudi, Persia dan Kristen sebagai juru terjemah, walaupun masih ada
diantara mereka menggunakan kesempatan ini untuk mengembangkan pikiran mereka
sendiri yang diwarnai baju Islam tetapi dengan maksud buruk. Inilah yang
melatarbelakangi timbulnya aliran-aliran yang tidak dikehendaki Islam. Pada
masa ini juga muncul polemik-polemik menyerang paham yang dianggap
bertentangan. Misalnya, Amar bin Ubaid al- Mu’tazil dengan bukunya
”Ar-ro’du ’ala al-Alqodariyah” untuk menolak paham qodariyah, dan masih
banyak contoh yang lainnya. Pengambilan dalil dalam aqidah Islam pada masa ini
banyak menggunakan dalil filsafat
5. Perkembangan
Tauhid Paska Abbasyyah
Setelah kemunduran Daulah Abbasyyah,
golongan asy’ariyah yang sudah terlalu jauh menggunakan filsafat dalam
alirannya tidak banyak mendapat tantangan lagi.Hanya sedikit mendapat reaksi
dari golongan Hambaliyah yang tetap berpegang teguh pada pandangan salaf. Pada
abad ke-8 hijriah muncul golongan Taimiyah yang menentang aliran Asy’ariyah.
Sesudah itu pembahasan tauhid berhenti. Kefakuman ini cukup lama, barulah
berakhir dengan munculnya Said Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Said
Rhasid Ridha di Mesir, yang kemudian disebut gerakan Salafiiyah. [2]
D.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ilmu
Tauhid
1.
Faktor Intern (faktor yang datang dari
Islam itu sendiri)
a. Al-Qur’an
menyinggung golongan-golongan dan kepercayaan yang tidak benar
Golongan yang mengingkari agama
dan adanya Tuhan, mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan hanyalah
waktu saja.Firman Allah dalam surat Al-jatsiah:24
وقالواماهي الا حياتناالدنيا نموت ونحياومايهلكنا الا الدهر و ما
لهم بذالك من علم ان هم الا يظنون
Artinya:
Dan mereka berkata berkata,
”Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita hidup dan
tidak ada yang membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak
mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga
saja. (QS.Al-Jatsiah:24)
Golongan stirik yang menyembah
bintang bulan dan matahari.
Firman Allah dalam surat Al-An’am:76,
فلما جن عليه الل راوكبا قال هذا ربي
فلما افل لا احب
Artinya: Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat
sebuah bintang lalu dia berkata ”Inilah Tuhanku”. Tetapi tatkala
bintang itu tenggelam dia berkata ”Saya tidak suka pada yang tenggelam. (QS.
Al-An’am”76)
Golongan yang menuhankan nabi
Isa dan ibunya.
Golongan yang mempertuhankan
berhala
Golongan yang tidak percaya
akan terutusnya nabi-nabi
Golongan yang
mengatakan bahwa semua yang terjadi di dunia ini adalah dari perbuatan Tuhan
dengan tidak ada campur tangan manusia
b. Ketika
kaum muslimin selesai membuka negeri-negeri baru untuk masuk Islam, mereka mulai
tentram dan tenang . Disinilah mulai mengemukakan persoalan-persoalan agama dan
berusaha mempertemukan nash-nash agama yang kelihatannya saling bertentangan.
c. Masalah
politik, misalnya masalah kekholifahan. Ketika nabi wafat, beliau tidak
mengangkat seorang pengganti, juga tidak menentukan cara pemilihan
penggantinya. Karena itulah antara golongan anshor dan muhajirin terdapat
perselisihan, masing-masing memghendaki supaya pengganti nabi dari golongannya.
2.
Faktok ekstern
a.
Banyak diantara pemeluk Islam yang
mula-mula beragama yahudi, nasrani dan yang lainnya, bahkan diantara mereka ada
yang sebagai pembesarnya. Sehingga setelah mereka memegang Islam, mereka mengingat-ingat
kembali ajaran agamanya dan memasukkannya dalam ajaran Islam.
b.
Golongan Islam yang dulu, terutama
golongan mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah
mereka yang memusuhi Islam.
c.
Para mutakallimin hendak mengimbangi
lawan-lawannya dengan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat,
sedangkan mu’tazilah mempelajari buku-buku Aritortales dan membantah
pandapatnya.[3]
E. Pembagian Ilmu Tauhid
ilmu
Tauhid terbagi dalam tiga bagian:
1. Wajib
2. Mustahil
3. Jaiz (Mungkin)
1- WAJIB
Wajib dalam ilmu Tauhid berarti
menentukan suatu hukum dengan mempergunakan akal bahwa sesuatu itu wajib atau
tidak boleh tidak harus demikian hukumnya. Hukum wajib dalam ilmu tauhid ini
ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau
menggunakan dalil.
Contoh yang ringan, uang seribu 1000
rupiah adalah lebih banyak dari 500 rupiah. Artinya akal atau logika kita dapat
mengetahui atau menghukum bahwa 1000 rupiah itu lebih banyak dari 500 rupiah.
Tidak boleh tidak, harus demikian hukumnya. Contoh lainnya, seorang ayah
usianya harus lebih tua dari usia anaknya. Artinya secara akal bahwa si ayah
wajib atau harus lebih tua dari si anak
Ada lagi hukum wajib yang dapat
ditentukan bukan dengan akal tapi harus memerlukan penyelidikan yang rapi dan
cukup cermat. Contohnya, Bumi itu bulat. Sebelum akal dapat menentukan
bahwa bumi itu bulat, maka wajib atau harus diadakan dahulu penyelidikan dan
mencari bukti bahwa bumi itu betul betul bulat. Jadi akal tidak bisa menerima
begitu saja tanpa penyelidikan lebih dahulu. Contoh, sebelum akal menghukum dan
menentukan bahwa ”Allah wajib atau harus ada”, maka harus diadakan dahulu
penyelidikan yang rapi yang menunjukkan kewujudan atau keberadaan bahwa Allah
itu wajib ada. Tentu hal ini perlu dibantu dengan dalil-dalil yang bersumber
dari Al Quran.
2- MUSTAHIL
Mustahil dalam ilmu tauhid adalah kebalikan
dari wajib. Mustahil dalam ilmu tauhid berarti akal mustahil bisa menentukan
dan mustahil bisa menghukum bahwa sesuatu itu harus demikian.
Hukum mustahil dalam ilmu tauhid ini
bisa ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau
menggunakan dalil. Contohnya , uang 500 rupiah mustahil lebih banyak dari 1000
rupiah. Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 500
rupiah itu mustahil akan lebih banyak dari1000 rupiah. Contoh lainnya,
usia seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya. Artinya secara akal bahwa
seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya.
Sebagaimana hukum wajib dalam Ilmu
Tauhid, hukum mustahil juga ada yang ditentukan dengan memerlukan penyelidikan
yang rapi dan cukup cermat. Contohnya: Mustahil bumi ini berbentuk tiga segi.
Jadi sebelum akal dapat menghukum bahwa mustahil bumi ini berbentuk segi tiga,
perkara tersebut harus diselidik dengan cermat yang bersenderkan kepada dalil
kuat. Contoh lainnya: Mustahil Allah boleh mati. Jadi sebelum akal dapat
menghukum bahwa mustahil Allah boleh mati atau dibunuh, maka perkara tersebut
hendaklah diselidiki lebih dahulu dengan bersenderkan kepada dalil yang kuat.
3- JAIZ (MUNGKIN):
Apa arti Jaiz (mungkin) dalam ilmu
Tauhid? Jaiz (mungkin) dalam ilmu tauhid ialah akal kita dapat menentukan atau
menghukum bahwa sesuatu benda atau sesuatu dzat itu boleh demikian keadaannya
atau boleh juga tidak demikian. Atau dalam arti lainya mungkin demikian atau
mungkin tidak. Contohnya: penyakit seseorang itu mungkin bisa sembuh atau
mungkin saja tidak bisa sembuh. Seseorang adalah dzat dan sembuh atau tidaknya
adalah hukum jaiz (mungkin). Hukum jaiz (Mungkin) disini, tidak memerlukan
hujjah atau dalil.
Contoh lainya: bila langit mendung,
mungkin akan turun hujan lebat, mungkin turun hujan rintik rintik, atau mungkin
tidak turun hujan sama sekali. Langit mendung dan hujan adalah dzat, sementara
lebat, rintik rintik atau tidak turun hujan adalah Hukum jaiz (Mungkin).
Seperti hukum wajib dan mustahil,
hukum jaiz (mungkin) juga kadang kandang memerlukan bukti atau dalil. Contohnya
manusia mungkin bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum seperti terjadi
pada kisah Ashabul Kahfi yang tertera dalam surat al-Kahfi. Kejadian manusia
bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum mungkin terjadi tapi kita
memerlukan dalil yang kuat diambil dari al-Qur’an..
Contoh lainnya: rumah seseorang dari
di satu tempat mungkin bisa berpindah dengan sekejap mata ke tempat yang lain
yang jaraknya ribuan kilometer dari tempat asalnya seperti terjadi dalam kisah
nabi Sulaiman as telah memindahkan istana Ratu Balqis dari Yaman ke negara
Palestina yang jaraknya ribuan kilo meter. Kisah ini sudah barang tentu
memerlukan dalil yang diambil dari al-Qu’ran.
a.
Tauhid Rububiyah توحيد الربوبية (keyakinan
terhadap ke-Esaan Allah sebagai pelaku tunggal) Dialah Maha pencipta, pemilik,
yang menghidupkan dan mematikan, yang memberi rezeki dan lain sebagainya Kepunyaan
Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. “Dan jika
kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya
Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya;
dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.. (Qs, al-Baqarah 284, 258) (Lukman :
31, , Yunus: 36)
b.
Tauhid Uluhiyah توحيد الألوهية ، أو " توحيد العبادة
(keyakinan terhadap Allah sebagai Zat yang haq untuk di ibadahi),
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul kepada setiap umat (untuk
menyerukan) sembahlah Allah dan jauhilah Thaghut. (Qs, an Nahl :36)
c. Tauhid
Asma wa Sifat توحيد الأسماء والصفات (keyakinan bahwa Allah memiliki nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang
sempurna) tanpa dengan cara-cara : Tahrif (memalingkan makna yang sebenarnya
kepada makna yang lain) (Qs, al Baqarah:75) Ta’thil (menghapus atau menolak),
Takyif (mempertanyakan atau divisualkan)
BAB IIi
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Lahirnya ilmu tauhid dipengaruhi oleh
faktor intern dan ekstern. Adapun faktor internnya adalah adanya dalil
Al- Qur’an yang menjelaskan tentang ketauhidan dan faktor ekternnya adalah
masuknya pola pikir ajaran agama lain yang dibawa oleh penganut Islam yang
awalnya non Islam.
2.
Ilmu tauhid mengalami perubahan dari
masa ke masa yaitu, pada masa nabi belum terjadi konflik karena setiap ada
masalah selalu langsung disandarkan kepada nabi, pada masa khulafa’urrasidin,
awal terjadinya kekacauan pada masa khalifah ke-3, yaitu pada masa pemerintahan
Usman bin Affan, tauhid pada masa daulah Umayyah adanya ajaran non Islam yang
msuk ke ajaran Islam yang dibawa oleh muallaf yang belum kuat imannya. Pada
masa Abbasyyah, muncul polemik-polemik menyerang paham yang dianggap
bertentangan, sehingga muilai muncul aliran-aliran, dan yang terakhir masa
paska Abbasiyah, muncul golongan asy’ariyah yang sedikit mendapat tantangan.
3.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ilmu tauhid menjadi ilmu kalam diantaranya, Al-Qur’an menyinggung
golongan-golongan dan kepercayaan yang tidak benar, ketika kaum muslimin
membuka negeri baru untuk masuk Islam, mereka mulai mempertemukan nash agama
yang kelihatannya saling bertentantangan, masuknya ajaran agama lain ke dalam
ajaran Islam, pemusatan penyiaran agama Islam pada masa awal Islam, dan
pengimbangan para mutakallimin terhadap lawannya dengan filsafat.
No comments:
Post a Comment