Wednesday 1 July 2015

Makalah : Ilmu Tauhid

BAB I
PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang Masalah
Sebagai salah satu study pemikiran keislaman, ilmu tauhid memiliki posisi terhormat dalam tradisi keislaman. Hal itu karena ilmu tauhid adalah tumpuan pemahaman tentang sendi-sendi paling pokok dalam ajaran islam, yaitu simpul-simpul keimanan, ke-mahaesaan Tuhan, dan pokok-pokok ajaran agama. Di Indonesia, terutama dalam sistem pengajaran di madrasah dan pesantren, kajian tentang ilmu tauhid merupakan suatu hal yang tidak mungkin datinggalkan.
Dalam realitis sejarah, banyak dari ulama’ salaf yang menekuni, mendalami, dan mengkaji limu tauhid. Pda masa lalu tingkat inytensitas mereka terhadap study ilmu tauhid sebatas memahami untuk kebutuhan pribadi, belum sampai mengejawantah dalam bentuk karya tulis untuk disampaikan kepada orang lain, karena kebutuhan sosial akan diskursus ilmu tauhid pada masa itu sangat minim. Kondisinya kemudian berubah pada masa setelahnya, ketika religiusitas sosial berubah dan keadaan masyarakat berbeda-beda, sehingga karya-karya tentang study ilmu tauhid dirasa sangat diperlukan.


B. Rumusan Masalah

Faktor-faktor apa saja yang mendorong lahirnya ilmu tauhid?
1.      Faktor apa saja yang mempengaruhi lahirnya ilmu tauhid
2.      Bagaimanakah perkembangan ilmu tauhid dari masa ke masa?
3.      Apa yang dimaksud dengan ilmu tauhid  
4.      Bagaimana pembagian ilmu tauhid?














BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU TAUHID
A.Pengertian Ilmu Tauhid
Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu esa. Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah itu esa. Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas segala kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.
Seandainya ada orang tidak mempercayai keesaan Allah atau mengingkari perkara-perkara yang menjadi dasar ilmu tauhid, maka orang itu dikatagorikan bukan muslim dan digelari kafir. Begitu pula halnya, seandainya seorang muslim menukar kepercayaannya dari mempercayai keesaan Allah, maka kedudukannya juga sama adalah kafir.
Perkara dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid ialah perkara yang dalilnya atau buktinya cukup terang dan kuat yang terdapat di dalam Al Quran atau Hadis yang shahih. Perkara ini tidak boleh dita’wil atau ditukar maknanya yang asli dengan makna yang lain.
Tujuan mempelajari ilmu tauhid adalah mengenal Allah dan rasul-Nya dengan dalil dalil yang pasti dan menetapkan sesuatu yang wajib bagi Allah dari sifat sifat yang sempurna dan mensucikan Allah dari tanda tanda kekurangan dan membenarkan semua rasul rasul Nya.
Adapun perkara yang dibicarakan dalam ilmu tauhid adalah dzat Allah dan dzat para rasul Nya dilihat dari segi apa yang wajib (harus) bagi Allah dan Rasul Nya, apa yang mustahil dan apa yang jaiz (boleh atau tidak boleh)












B.Lahirnya Ilmu Tauhid
1.      Faktor Yang Mendorong Lahirnya Tauhid
a. Faktor Intern
Adalah faktor yang berasal dari islam itu sendiri. Adapun diantara faktor tersebut adalah adanya dalil al-Qur’an yang menjelaskan masalah ketauhidan, kenabian serta polemik terhadap agama-agama pada masa itu.Adapun dalil al-Qur’an tentang tauhid diantaranya:
َوالهكم اله وحد لااله الاهو الرحمن الرحيم (البقره:163)
Artinya: Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang Maha Pemurah kagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqoroh:163)
Adapun faktor lain, diantaranya setelah wafatnya nabi, umat Islam bersentuhan dengan kebudayaan dan peradapan asing, mereka mulai mengenal filsafat, merekapun memfilsafati al-Qur’an, terutama ayat-ayat yang secara lahir nampak satu sama lain tidak sejalan.

b.Faktor Ektern
Adalah faktor yang berasal dari luar islam. Diantaranya pola pikir ajaran agama lain yang tidak sejalan dengan islam, atau bahkan penganut islam itu sendiri yang awalnya non islam yang masih terbawa dengan adat-adat not islam.


2.      Kedudukan Tauhid dalam Islam
Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar. Selain itu, tauhid merupakan salah satu syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai denga tuntutan Rosulullah.[1]
















C.Ke tauhidan dari Masa ke Masa
1.  Perkembangan Tauhid pada Masa Rasulullah SAW
Masa Rasulullah merupakan periode pembinaan aqidah dan peraturan-peraturan dengan prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur dikembalikan langsung kepada Rasulullah, sehingga beliau berhasil menghilangkan perpecahan diantara uamatnya. Masing-masaing pihak tentu mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi pada masa sebelum islam. Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya, serta menghindari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dari segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Firman Allah dalam surat Al-Anfal:46,
واطيعوا الله ورسوله ولا تنازعوا فتفشلوا وتذهبريحكم واصبروا ان الله مع الصبرين
Artinya: Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anfal:46)
Perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar dan sulit untuk dipungkiri, tetapi menjaga persatuan merupakan hal yang sangat diperlukan sebagai benteng dari perpecahbelahan. Demikian juga dalam menghadapi agama lain, kaum muslimin harus bersikap tidak membenarkan apa yang mereka sampaikan dan tidak pula mendustainya.

2.  Perkembangan Tauhid pada Masa Khulafaurrasyidin
Masa permulaan kholifah islam khususnya kholifah pertama dan kedua, ilmu tauhid masih tetap seperti masa rasulullah saw. Hal ini disebabkan kaum muslimin tidak sempat membahas dasar-dasatr aqidah. Waktu mereka tersita untuk menghadapi musuh, mempererat persatuan dan kesatuan umat. Kaum muslimin tidak mempersoalkan bidang aqidah, mereka membaca dan memahami al-Qur’an tanpa takwil, mengimani dan mengamalkannya apa adanya.  Kekacauan dalam bidang politik, mulai timbul pada masa kholifah ketiga, Usman bin Affan. Umat Islam mulai terjadi perpecahbelahan dengan mempertahankan pendapat mereka masing-masing. Pada masa ini pula mulai adanya penciptaan hadits-hadits palsu.

3.  Perkembangan Tauhid pada Masa Daulah Umayyah
Pada masa daulah Umayyah kedaulatan islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak perlu lagi berusaha untuk mempertahankan Islam seperti masa sebelumnya. Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan pengertian tentang ajaran Islam. Terutama dengan berduyun-duyunnya pemeluk agama lain memeluk Islam, yang jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur agamanya yang dulu, sehingga menyusupkan beberapa ajarannya. Masa inilah mulai timbul keinginan bebas berfikir dan berbicara yang selama ini didiamkan oleh golongan salaf.




Munculnya sekelompok umat Islam yang membicarakan masalah Qodar (Qodariyah) yang menetapkan bahwa manusia itu bebas berbuat, tidak ditentukan Tuhan. Sekelompok berpendapat sebaliknya, manusia ditentukan tuhan, tidak bebas berbuat (Jabariyah). Kelompok Qodariyah ini tidak berkembang dan melebur dalam madzhab mu’tazilah yang menganggap bahwa manusia itu bebas berbuat, sehingga mereka menamakan dirinya dengan ”ahlu al-adil” dan meniadakan semua sifat Tuhan karena dzat Tuhan tidak tersusun dari dzat dan sifat, Ia Esa, dari ini mereka menamai dirinya dengan ”ahlu at-tauhid”. Penghujung abad pertama hijriyah muncul pula kaum khowarij yang mengkafirkan orang muslim yang berbuat dosa besar, walaupun pada mulanya mereka adalah pengikut Ali bin Abi Tholib, akhirnya mereka memisahkan diri karena alasan politik. Sedangkan kelompok yang tetap mengikuti Ali disebut dengan golongan Syi’ah.

4.  Perkembangan Tauhid pada Masa Daulah Abbasyyah
Masa daulah Abbasyyah merupakan zaman keemasan dan kecemerlangan Islam, ketika terjadi hubungan pergaulan dengan suku-suku diluar arab yang mempercepat berkembangnya ilmu pengetahuan. Usaha terkenal pada masa itu adalah penterjemahan besar-besaran segala buku filsafat.
Para kholifah menggunakan keahlian orang Yahudi, Persia dan Kristen sebagai juru terjemah, walaupun masih ada diantara mereka menggunakan kesempatan ini untuk mengembangkan pikiran mereka sendiri yang diwarnai baju Islam tetapi dengan maksud buruk. Inilah yang melatarbelakangi timbulnya aliran-aliran yang tidak dikehendaki Islam. Pada masa ini juga muncul polemik-polemik menyerang paham yang dianggap bertentangan. Misalnya, Amar bin Ubaid al- Mu’tazil dengan bukunya ”Ar-ro’du  ’ala al-Alqodariyah” untuk menolak paham qodariyah, dan masih banyak contoh yang lainnya. Pengambilan dalil dalam aqidah Islam pada masa ini banyak menggunakan dalil filsafat

5.  Perkembangan Tauhid Paska Abbasyyah
Setelah kemunduran Daulah Abbasyyah, golongan asy’ariyah yang sudah terlalu jauh menggunakan filsafat dalam alirannya tidak banyak mendapat tantangan lagi.Hanya sedikit mendapat reaksi dari golongan Hambaliyah yang tetap berpegang teguh pada pandangan salaf. Pada abad ke-8 hijriah muncul golongan Taimiyah yang menentang aliran Asy’ariyah. Sesudah itu pembahasan tauhid berhenti. Kefakuman ini cukup lama, barulah berakhir dengan munculnya Said Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Said Rhasid Ridha di Mesir, yang kemudian disebut gerakan Salafiiyah. [2]









D.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ilmu Tauhid
1.      Faktor Intern (faktor yang datang dari Islam itu sendiri)

a.   Al-Qur’an menyinggung golongan-golongan  dan kepercayaan yang tidak benar
     Golongan yang mengingkari agama dan adanya Tuhan, mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan hanyalah waktu saja.Firman Allah dalam surat Al-jatsiah:24
وقالواماهي الا حياتناالدنيا نموت ونحياومايهلكنا الا الدهر و ما لهم بذالك من علم ان هم الا يظنون
Artinya:  Dan mereka berkata berkata, ”Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. (QS.Al-Jatsiah:24)
     Golongan stirik yang menyembah bintang bulan dan matahari.
Firman Allah dalam surat Al-An’am:76,
     فلما جن عليه الل راوكبا قال هذا ربي فلما افل لا احب
Artinya: Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang lalu dia berkata ”Inilah Tuhanku”. Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata ”Saya tidak suka pada yang tenggelam. (QS. Al-An’am”76)
     Golongan yang menuhankan nabi Isa dan ibunya.
     Golongan yang mempertuhankan berhala
     Golongan yang tidak percaya akan terutusnya nabi-nabi
      Golongan yang mengatakan bahwa semua yang terjadi di dunia ini adalah dari perbuatan Tuhan dengan tidak ada campur tangan manusia

b.  Ketika kaum muslimin selesai membuka negeri-negeri baru untuk masuk Islam, mereka mulai tentram dan tenang . Disinilah mulai mengemukakan persoalan-persoalan agama dan berusaha mempertemukan nash-nash agama yang kelihatannya saling bertentangan.

c.   Masalah politik, misalnya masalah kekholifahan. Ketika nabi wafat, beliau tidak mengangkat seorang pengganti, juga tidak menentukan cara pemilihan penggantinya. Karena itulah antara golongan anshor dan muhajirin terdapat perselisihan, masing-masing memghendaki supaya pengganti nabi dari golongannya.









2.      Faktok ekstern

a.       Banyak diantara pemeluk Islam yang mula-mula beragama yahudi, nasrani dan yang lainnya, bahkan diantara mereka ada yang sebagai pembesarnya. Sehingga setelah mereka memegang Islam, mereka mengingat-ingat kembali ajaran agamanya dan memasukkannya dalam ajaran Islam.

b.      Golongan Islam yang dulu, terutama golongan mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah mereka yang memusuhi Islam.


c.       Para mutakallimin hendak mengimbangi lawan-lawannya dengan filsafat, maka mereka    terpaksa mempelajari logika dan filsafat, sedangkan mu’tazilah mempelajari buku-buku Aritortales dan membantah pandapatnya.[3]















                                                                                                                                   











E. Pembagian Ilmu Tauhid

ilmu Tauhid terbagi dalam tiga bagian:
1. Wajib
2. Mustahil
3. Jaiz (Mungkin)

1- WAJIB
Wajib dalam ilmu Tauhid berarti menentukan suatu hukum dengan mempergunakan akal bahwa sesuatu itu wajib atau tidak boleh tidak harus demikian hukumnya. Hukum wajib dalam ilmu tauhid ini ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.
Contoh yang ringan, uang seribu 1000 rupiah adalah lebih banyak dari 500 rupiah. Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 1000 rupiah itu lebih banyak dari 500 rupiah. Tidak boleh tidak, harus demikian hukumnya. Contoh lainnya, seorang ayah usianya harus lebih tua dari usia anaknya. Artinya secara akal bahwa si ayah wajib atau harus lebih tua dari si anak
Ada lagi hukum wajib yang dapat ditentukan bukan dengan akal tapi harus memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya, Bumi itu bulat.  Sebelum akal dapat menentukan bahwa bumi itu bulat, maka wajib atau harus diadakan dahulu penyelidikan dan mencari bukti bahwa bumi itu betul betul bulat. Jadi akal tidak bisa menerima begitu saja tanpa penyelidikan lebih dahulu. Contoh, sebelum akal menghukum dan menentukan bahwa ”Allah wajib atau harus ada”, maka harus diadakan dahulu penyelidikan yang rapi yang menunjukkan kewujudan atau keberadaan bahwa Allah itu wajib ada. Tentu hal ini perlu dibantu dengan dalil-dalil yang bersumber dari Al Quran.

2- MUSTAHIL
Mustahil dalam ilmu tauhid adalah kebalikan dari wajib. Mustahil dalam ilmu tauhid berarti akal mustahil bisa menentukan dan mustahil bisa menghukum bahwa sesuatu itu harus demikian.
Hukum mustahil dalam ilmu tauhid ini bisa ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil. Contohnya , uang 500 rupiah mustahil lebih banyak dari 1000 rupiah. Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 500 rupiah itu mustahil akan lebih banyak dari1000 rupiah. Contoh lainnya,  usia seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya. Artinya secara akal bahwa seorang anak mustahil lebih tua dari ayahnya.
Sebagaimana hukum wajib dalam Ilmu Tauhid, hukum mustahil juga ada yang ditentukan dengan memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya: Mustahil bumi ini berbentuk tiga segi. Jadi sebelum akal dapat menghukum bahwa mustahil bumi ini berbentuk segi tiga, perkara tersebut harus diselidik dengan cermat yang bersenderkan kepada dalil kuat. Contoh lainnya: Mustahil Allah boleh mati. Jadi sebelum akal dapat menghukum bahwa mustahil Allah boleh mati atau dibunuh, maka perkara tersebut hendaklah diselidiki lebih dahulu dengan bersenderkan kepada dalil yang kuat.


3- JAIZ (MUNGKIN):
Apa arti Jaiz (mungkin) dalam ilmu Tauhid? Jaiz (mungkin) dalam ilmu tauhid ialah akal kita dapat menentukan atau menghukum bahwa sesuatu benda atau sesuatu dzat itu boleh demikian keadaannya atau boleh juga tidak demikian. Atau dalam arti lainya mungkin demikian atau mungkin tidak. Contohnya: penyakit seseorang itu mungkin bisa sembuh atau mungkin saja tidak bisa sembuh. Seseorang adalah dzat dan sembuh atau tidaknya adalah hukum jaiz (mungkin). Hukum jaiz (Mungkin) disini, tidak memerlukan hujjah atau dalil.
Contoh lainya: bila langit mendung, mungkin akan turun hujan lebat, mungkin turun hujan rintik rintik, atau mungkin tidak turun hujan sama sekali. Langit mendung dan hujan adalah dzat, sementara lebat, rintik rintik atau tidak turun hujan adalah Hukum jaiz (Mungkin).
Seperti hukum wajib dan mustahil, hukum jaiz (mungkin) juga kadang kandang memerlukan bukti atau dalil. Contohnya manusia mungkin bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum seperti terjadi pada kisah Ashabul Kahfi yang tertera dalam surat al-Kahfi. Kejadian manusia bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum mungkin terjadi tapi kita memerlukan dalil yang kuat diambil dari al-Qur’an..
Contoh lainnya: rumah seseorang dari di satu tempat mungkin bisa berpindah dengan sekejap mata ke tempat yang lain yang jaraknya ribuan kilometer dari tempat asalnya seperti terjadi dalam kisah nabi Sulaiman as telah memindahkan istana Ratu Balqis dari Yaman ke negara Palestina yang jaraknya ribuan kilo meter. Kisah ini sudah barang tentu memerlukan dalil yang diambil dari al-Qu’ran.

a.       Tauhid Rububiyah توحيد الربوبية (keyakinan terhadap ke-Esaan Allah sebagai pelaku tunggal) Dialah Maha pencipta, pemilik, yang menghidupkan dan mematikan, yang memberi rezeki dan lain sebagainya Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. “Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.. (Qs, al-Baqarah 284, 258) (Lukman : 31, , Yunus: 36)

b.      Tauhid Uluhiyah توحيد الألوهية ، أو " توحيد العبادة  (keyakinan terhadap Allah sebagai Zat yang haq untuk di ibadahi), “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang Rasul kepada setiap umat (untuk menyerukan) sembahlah Allah dan jauhilah Thaghut. (Qs, an Nahl :36)


c.       Tauhid Asma wa Sifat توحيد الأسماء والصفات (keyakinan bahwa Allah memiliki    nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang sempurna) tanpa dengan cara-cara : Tahrif (memalingkan makna yang sebenarnya kepada makna yang lain) (Qs, al Baqarah:75) Ta’thil (menghapus atau menolak), Takyif (mempertanyakan   atau divisualkan) 










BAB IIi
PENUTUP

A.           Kesimpulan

1.        Lahirnya ilmu tauhid dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern. Adapun faktor internnya adalah  adanya dalil Al- Qur’an yang menjelaskan tentang ketauhidan dan faktor ekternnya adalah masuknya pola pikir ajaran agama lain yang dibawa oleh penganut Islam yang awalnya non Islam.

2.        Ilmu tauhid mengalami perubahan dari masa ke masa yaitu, pada masa nabi belum terjadi konflik karena setiap ada masalah selalu langsung disandarkan kepada nabi, pada masa khulafa’urrasidin, awal terjadinya kekacauan pada masa khalifah ke-3, yaitu pada masa pemerintahan Usman bin Affan, tauhid pada masa daulah Umayyah adanya ajaran non Islam yang msuk ke ajaran Islam yang dibawa oleh muallaf yang belum kuat imannya. Pada masa Abbasyyah, muncul polemik-polemik menyerang paham yang dianggap bertentangan, sehingga muilai muncul aliran-aliran, dan yang terakhir masa paska Abbasiyah, muncul golongan asy’ariyah yang sedikit mendapat tantangan.


3.        Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ilmu tauhid menjadi ilmu kalam diantaranya, Al-Qur’an menyinggung golongan-golongan dan kepercayaan yang tidak benar, ketika kaum muslimin membuka negeri baru untuk masuk Islam, mereka mulai mempertemukan nash agama yang kelihatannya saling bertentantangan, masuknya ajaran agama lain ke dalam ajaran Islam, pemusatan penyiaran agama Islam pada masa awal Islam, dan pengimbangan para mutakallimin terhadap lawannya dengan filsafat.



No comments:

Post a Comment

Makalah : Sistem Pedidikan Nasional