Wednesday 1 July 2015

Makalah : Thaharah

KATA PENGANTAR


Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Agama, adapun tema makalah ini Thaharah.
Dalam membuat makalah ini,dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki,penulis berusaha mencari sumber data dari berbagai sumber informasi,terutama Kegiatan penyusunan makalah ini memberikan penulis tambahan ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi kehidupan Kita.
Penulis ucapkan terima kasih kepada  Agama Ibu ZAHRIYANTI,SPd.I.M.A sebagai pengajar mata kuliah Agama yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
                                                                                                                                                      
                
                                                                                             Matamgglumpang dua, Maret 2015

                                                                                                           Penulis




BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1.LATAR BELAKANG

Allah itu bersih dan suci. Untuk menemuinya, manusia harus terlebih dahulu bersuci atau disucikan. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci. Dalam hukum Islam bersuci dan segala seluk beluknya adalah termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting terutama karena diantaranya syarat-syarat sholat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari sesuatu (barang) yang kotor dan najis sehingga thaharah dijadikan sebagai alat dan cara bagaimana mensucikan diri sendiri agar sah saat menjalankan ibadah.

1.2.RUMUSAN MASALAH

1.      Apa yang dimaksud dengan thaharah?
2.      bagaimanakah dalil dan kedudukannya dalam berthaharah?
3.      apa-apa saja syarat dan rukun berthaharah?
4. bagaimana tata cara pelaksanaan thaharah dalam menghilangkan najis,bersuci dari hadas,berwudhu,dan bertayamum?

 

1.3.TUJUAN

1.      Ingin mengetahui tentang thaharah.
2.      Ingin mengetahuisyarat dan rukun thaharah.
3.      Memahami cara-cara bersuci dari hadas dan najis.



BAB II

PEMBAHASAN


2.1.PENGERTIAN THAHARAH,DALIL TENTANG THAHARAH,DAN

KEDUDUKANNYA


KENAPA THAHARAH DULU?
Kalau anda membuka kitab-kitab fiqih, niscaya akan anda dapati bahwa para ulama memulainya dengan kitab thaharah. Apa rahasia dan sebabnya?! Minimal ada tiga alasan di balik itu semua:
Pertama: Karena thaharah merupakan syarat sahnya shalat yang merupakan ibadah yang paling utama.
Kedua: Pembersihan itu sebelum perhiasan. Seperti kalau ada anak putri yang masih kotor penuh debu dan kita ingin memakaikan padanya baju baru dan perhiasan, apakah akan langsung kita pakaikan ataukah kita memandikannya terlebih dahulu?! Demikian pula thaharah, dia adalah pembersihan dan shalat adalah perhiasannya.
Ketiga: Sebagaimana seorang membersihkan badannya maka hendaknya dia juga membersihkan hatinya. Hal ini merupakan peringatan kepada pembaca atau penuntut ilmu agar meluruskan niatnya terlebih dahulu dari kotoran-kotoran hati.

2.2.Pengertian Thaharah

Thaharah menurut bahasa ialah bersih dan bersuci dari segala kotoran, baik yang nyata seperti najis, maupun yang tidak nyata seperti aib. Menurut istilah para fuqaha’ berarti membersihkan diri dari hadas dan najis, seperti mandi berwudlu dan bertayammum. (Saifuddin Mujtaba’, 2003:1)
Suci dari hadas ialah dengan mengerjakan wudlu, mandi dan tayammum. Suci dari najis ialah menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.
Urusan bersuci meliputi beberapa perkara sebagai berikut:
a.       Alat bersuci seperti air, tanah, dan sebagainya.
b.      Kaifiat (cara) bersuci.
c.       Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.
d.      Benda yang wajib disucikan.
e.       Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. 2:222)

Adapun thaharah dalam ilmu fiqh ialah:
a.       Menghilangkan najis.
b.      Berwudlu.
c.       Mandi.
d.      Tayammum.

Alat yang terpenting untuk bersuci ialah air. Jika tidak ada air maka tanah, batu dan sebagainya dijadikan sebagai alat pengganti air.

Macam-macam air
Air yang dapat dipergunakan untuk bersuci ada tujuh macam:
1.      Air hujan.
2.      Air sungai.
3.      Air laut.
4.      Air dari mata air.
5.      Air sumur.
6.      Air salju.
7.      Air embun.






Pembagian air
Air tersebut dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Air mutlak (air yang suci dan mensucikan), yaitu air yang masih murni, dan tidak bercampur dengan sesuatu yang lain.
2. Air musyammas (air yang suci dan dapat mensucikan tetapi makhruh digunakan), yaitu air yang dipanaskan dengan terik matahari di tempat logam yang bukan emas.
3. Air musta’mal (air suci tetapi tidak dapat mensucikan), yaitu air yang sudah digunakan untuk bersuci.
4. Air mutanajis (air yang najis dan tidak dapat mensucikan), yaitu air telah kemasukan benda najis atau yang terkena najis.

Adapun thaharah daripada najis dapat dilakukan dengan beberapa cara:

1.      Istinja, yaitu membasuh dubur dan qubul dari najis (kotoran) dengan menggunakan air yang suci lagi mensucikan atau batu yang suci dan benda-benda lain yang menempati kedudukan air dan batu, yang dilakukan setelah kita buang air.
2.      Memercikkan Air, yaitu memercikkan air ke bagian yang terkena najis kecil (mukhaffafah).
3.      Mencuci atau membasuh dengan air, yaitu dengan membasuh dengan air yang mengalir sampai pada bagian yang terkena najis sedang (mutawasithah) hilang tanda-tanda kenajisannya.
4.      Menyamak,hal ini dilakukan untuk menyucikan diri dari najis berat.

Adapun thaharah daripada hadats dapat dilakukan dengan beberapa cara:

1.      Wudhu, yaitu membasuh muka, kedua tangan, kepala dan kedua kaki dengan air, untuk mensucikan diri kita dari hadats kecil.
2.      Tayamum, yaitu membasuh muka dan kedua tangan dengan tanah suci sebagai pengganti wudhu jika air tidak ditemukan, untuk mensucikan diri kita dari hadats kecil.




Allah swt berfirmanـ,
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS Al Maidah : 6)

3.      Mandi, yaitu mensucikan diri dari hadats besar dengan membasuh secara merata ke seluruh tubuh dengan air.

 

2.3.TATA CARA PELAKSANAAN THAHARAH


a. Bersuci menghilangkan najis.
Najis menurut bahasa ialah apa saja yang kotor, baik jiwa, benda maupun amal perbuatan. Sedangkan menurut fuqaha’ berarti kotoran (yang berbentuk zat) yang mengakibatkan sholat tidak sah.

1.Benda-benda najis
a)            Bangkai (kecuali bangkai ikan dan belalang)
b)            Darah
c)            Babi
d)           Khamer dan benda cair apapun yang memabukkan
e)            Anjing
f)             Kencing dan kotoran (tinja) manusia maupun binatang
g)            Susu binatang yang haram dimakan dagingnya
h)            Wadi dan madzi
i)              Muntahan dari perut




Macam-macam najis :
Najis dibagi menjadi 3 bagian:
1.  Najis mukhaffafah (ringan), ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali ASI.
Cara mensucikannya, cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena najis sampai bersih.
2.  Najis mutawassithah (sedang), ialah najis yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali air mani.
Najis ini dibagi menjadi dua:
a.   Najis ‘ainiyah, ialah najis yang berwujud atau tampak.
b.   Najis hukmiyah, ialah najis yang tidak tampak seperti bekas kencing atau arak yang sudah kering dan sebagainya.
Cara mensucikannya, dibilas dengan air sehingga hilang semua sifatnya (bau, warna, rasa dan rupanya.
3. Najis mughallazah (berat), ialah najis anjing dan babi.
Cara mensucikannya, lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian dicuci dengan air bersih 7 kali dan salah satunya dicampur dengan debu.

Najis yang dimaafkan :
1)            Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir seperti nyamuk, kutu, dan sebagainya.
2)            Najis yang sangat sedikit.
3)            Darah bisul dan sebangsanya.
4)            Kotoran binatang yang mengenai biji-bijian yang akan ditebar, kotoran binatang ternak yang mengenai susu ketika diperah.
5)            Kotoran ikan d dalam air.
6)            Darah yang mengenai tukang jagal.
7)            Darah yang masih ada pada daging.

b.Bersuci dari hadas
Hadas menurut makna bahasa “peristiwa”. Sedangkan menurut syara’ adalah perkara yang dianggap mempengaruhi anggora-anggota tubuh sehingga menjadikan sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah karenanya, karena tidak ada sesuatu yang meringankan.
Hadas dibagi menjadi dua :
1) Hadas kecil, adalah perkara-perkara yang dianggap mempengaruhi empat anggota tubuh manusia yaitu wajah, dua tangan dan dua kaki. Lalu menjadikan sholat dan semisalnya tidak sah. Hadas kecil ini hilang dengan cara berwudlu.
2) Hadas besar, adalah perkara yang dianggap mempengaruhi seluruh tubuh lalu menjadikan sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah. Hadas besar ini bisa hilang dengan cara mandi besar.

c.Berwudhu

1.      Pengertian Wudlu
Wudlu secara bahasa berarti keindahan dan kecerahan. Sedangkan menurut istilah syara’ bersuci dengan air dalam rangka menghilangkan hadas kecil yang terdapat pada wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki disertai dengan niat.

2.Syarat Wudhu
Islam
Ø Mumayiz (dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan).
Ø Tidak berhadas besar.
Ø Dengan air yang suci dan menyucikan.
Ø Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit seperti getah dsb yang melekat di atas kulit anggota wudhu.

3.Rukun Wudlu
Antara lain:
a.              Niat
b.              Membasuh muka
c.              Membasuh dua tangan sampai siku
d.             Mengusap sebagian kepala
e.              Membasuh kaki sampai mata kaki
f.               Tertib, artinya urut.


4. Sunnah Wudlu
a.              Membaca basmallah
b.              Membasuh tangan sampai pergelangan terlebih dahulu
c.              Berkumur-kumur
d.             Membersihkan hidung
e.              Menyela-nyela janggut yang tebal
f.               Mendahulukan anggota yang kanan
g.              Mengusap kepala
h.              Menyela-nyela jari tangan dan jari kaki
i.                Megusap kedua telinga
j.                Membasuh sampai tiga kali
k.              Berturut-turut
l.                Berdo’a sesudah wudlu

5.Hal-hal yang membatalkan wudlu
a.              Keluarnya sesuatu dari dua jalan
b.              Tertidur dengan posisi tidak duduk yang tetap
c.              Hilangnya akal (gila, pingsan, mabuk dan sebagainya)
d.             Tersentuh kemaluan dengan telapak tangan
e.              Tersentuhnya kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim dan tidak beralas

d.TAYAMMUM
1.Pengertian
Tayammum adalah salah satu cara bersuci, sebagai ganti berwudlu atau mandi apabila berhalangan memakai air. (Imam Zarkasyi, 1995:20)
2.Syarat tayammum
a.       Islam
b.      Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
c.       Berhalangan mengguankan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air akan kambuh sakitnya
d.      Telah masuk waktu shalat
e.       Dengan debu yang suci
f.       Bersih dari Haid dan Nifas
3. Rukun tayammum
a.              Niat
b.              Mengusap muka dengan debu dari tangan yang baru dipukulkan atau diletakkan ke debu
c.              Mengusap kedua tangan sampai siku, dengan debu dari tangan yang baru dipukulkan atau diletakkan ke debu, jadi dua kali memukul.
d.             Tertib

4.      Sunnah tayammum
a.              Membaca basmallah
b.              Mendahulukan anggota kanan
c.              Menipiskan debu di telapak tangan
d.             Berturut-turut

5.      Hal-hal yang membatalkan tayammum
a.              Semua yang membatalkan wudlu
b.              Melihat air, bagi yang sebabnya ketiadaan air
c.              Karena murtad

e.MANDI
1. Pengertian
Mandi dalam bahasa arab al ghuslu artinya mengalirkan alir pada apa saja. Menurut pengertian syara’ berarti meratakan air yang suci pada seluruh tubuh disertai dengan niat. Pengertian lain ialah mengalirkan air ke seluruh tubuh baik yang berupa kulit, rambut, ataupun kuku dengan memakai niat tertentu. Mandi ini ada yang hukumnya wajib dan ada yang sunnah.

2. Hal-hal yang mewajibkan mandi (mandi besar/ mandi wajib)
a.              Hubungan suami istri
b.              Mengeluarkan mani
c.              Mati
d.             Haid
e.              Nifas
f.               Wiladah (melahirkan)

3.      Rukun mandi
a.              Niat
b.              Menghilangkan najis bila terdapat pada badannya
c.              Meratakan air ke seluruh tubuh, baik berupa rambut maupun kulit

4.      Sunnah mandi
a.              Membaca basmallah
b.              Berwudlu sebelum mandi
c.              Menggosok badan dengan tangan
d.             Menyela-nyela pada rambut yang tebal
e.              Membasuh sampai tiga kali
f.               Berturut-turut
g.              Mendahulukan anggota yang kanan
h.              Memakai basahan

 

2.4.DALIL TENTANG THAHARAH

Beberapa dalil yang mewajibkan thaharah adalah sebagai berikut :

اِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan dia mencintai orang-orang yang suci bersih. (Q.S Al-Baqarah : 222)

Firman Allah Swt (Q.S Al-Anfal : 11)

إِذْ يُغَشِّيكُمُ النُّعَاسَ أَمَنَةً مِنْهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ عَلَى قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الأقْدَامَ
“Diturunkan-Nya untukmu air dari langit supaya kamu bersuci dengannya”
Semua jenis air tersebut diatas tetap suci dan menyucikan kendatipun telah berubah sifatnya (warna, rasa dan baunya) dalam arti bahwa perubahan itu terjadi karena.



Sabda Rasulullah Saw :
اَلْمَاءُ لاَ يُنَجِسُهُ شَيْءٌ اِلاَّ مَا غَلَبَ طَعْمِهِ اَوْلَوْنِهِ اَوْرِيْحَهِ
“Air itu tidak menajdi najis kecuali jika berubah rasanya atau warnanya atau baunya” (R. Ibnu Majah & Baihaqi)

Sabda Rasulullah Saw :

لَمَا يُقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ اَحَدِكُمْ اِذَا اَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّاءَ
“Allah tidak menerima shalat seseorang yang berhadas hingga ia berwudu (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalil yang mewajibkan istinjak

تَنَزَّ هُوَا مِنَ الْبَوْلِ فَاِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ
Bersucilah kamu setelah buang air kecil, karena sesungguhnya kebanyakan siksa kubur adalah lantaran buang air kecil. (R. Daruqutni)

Adapun cara bersuci bagi orang yang sakit adalah:
1.      Orang yang sakit harus bersuci dengan air, wudhu dan hadats kecil dan mandi dari hadats besar.
2.      Jika tidak sanggup bersuci dengan menggunakan air karena kondisinya yang memang lemah atau karena khawatir sakitnya bertambah parah atau menunda kesembuhannya, maka dia boleh bertayammum.
3.      Adapun cara bertayammum: Telapak tangan ditempelkan di debu yang bersih dengan sekali tempelan, lalu ditepis-tepiskan agar debunya tidak terlalu banyak, lalu mengusap ke seluruh wajah. Kemudian menempelkan lagi di debu, lalu saling diusapkan tangan antara yang satu dan lainnya.
4.      Jika dia sendiri tidak bisa wudhu atau tayammum, maka orang lain bisa mewudhukan atau menayammuminya.
5.      Jika di sebagian anggota thaharah terdapat luka, maka dia tetap harus membasuhinya dengan air. Namun jika terkena air, luka itu bertambah parah, maka tangannya cukup dibasahi air, lalu diusapkan di permukaan luka sekedarnya saja. Jika ini pun tidak memungkinkan, maka dia bisa bertayammum.
6.      Jika anggota thaharah ada yang patah, lalu ditutup perban atau digips, maka dia cukup mengusapnya dengan air dan tidak perlu bertayammum. Sebab usapan itu sudah dianggap sebagai pengganti dari mandi.
7.      Boleh mengusapkan tangan ke dinding saat tayammum, atau ke tempat lain yang memang suci dan juga mengandung debu. Jika dinding itu dilapisi sesuatu yang bukan dari jenis tanah, seperti dicat, maka tidak boleh tayammum padanya, kecuali memang di situ ada unsur debunya.
8.      Jika tidak memungkinkan tayammum di tanah atau di dinding atau sesuatu yang ada debunya, maka boleh saja meletakkan tangan di sapu tangan umpamanya, yang di atasnya ditaburi debu.
9.      Jika dia tayammum untuk satu shalat, kemudian tetap dalam keadaan suci hingga masak waktu shalat berikutnya, maka dia bisa shalat dengan tayammum untuk shalat yang pertama. Sebab dia masih dalam keadaan suci dan tidak ada sesuatu pun yang membatalkannya.
10.  Orang yang sakit harus membersihkan badannya dari berbagai jenis najis selagi dia sanggup untuk melakukannya. Jika tidak bisa, maka dia bisa shalat dalam keadaan seperti apa pun, dan tidak perlu mengulang shalatnya setelah suci.
11.  Orang yang sakit harus shalat dengan pakaian yang suci. Jika di pakaiannya ada najis, maka dia harus mencucinya atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci. Jika tidak memungkinkan, maka dia bisa shalat dalam keadaan seperti apa pun, dan tidak perlu mengulang shalatnya setelah suci.
12.  Orang yang sakit harus shalat di atas sesuatu atau di tempat yang suci. Jika tempatnya itu ada najisnya, maka harus dicuci atau diganti dengan yang suci atau dilapisi sesuatu yang suci. Apabila tidak memungkinkan, maka dia bisa shalat dalam keadaan seperti apa pun dan tidak perlu mengulang shalatnya setelah suci.
13.  Orang yang sakit tidak boleh menangguhkan shalatnya dari waktunya karena alasan ketidakmampuan dalam bersuci. Dia harus bersuci menurut kesanggupannya, kemudian shalat pada waktunya, sekalipun di badan, pakaian atau tempatnya terdapat najis.




2.5.Fatwa-fatwa tentang Thaharah


1.         Thaharah dan shalat orang yang tidak kuat menahan keluarnya kencing.
Syaikh berkata, “Dia tidak boleh wudhu untuk shalat kecuali setelah masuk waktu shalat. Setelah mencuci kemaluannya, dia bisa melapisi dengan sesuatu agar air kencingnya tidak mengenai pakaian dan badannya. Sesudah itu dia bisa wudhu dan shalat. Dia bisa shalat beberapa kali shalat wajib dan nafilah. Jika ingin mengerjakan shalat nafilah bukan pada waktu shalat, maka dia bisa mengerjakan cara serupa, lalu wudhu dan shalat.”
2.         Orang yang terus-menerus kentut, bagaimana cara bersuci dan shalatnya?
Syaikh berkata, “Jika tidak memungkinkan baginya untuk menahan kentut, artinya kentut itu keluar tanpa disengaja, maka hukumnya sama dengan hukum orang yang tidak kuat menahan keluarnya kencing. Dia bisa wudhu setelah masuk waktu shalat lalu mendirikan shalat. Jika waktu kentut itu disertai keluarnya kotoran tepat pada waktu shalat, maka shalatnya tidak batal. Allah telah berfirman:
“Bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupan kalian.” (At-Taghabun: 16)
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)
3.         Apakah wudhu menjadi batal karena pingsan?
Syaikh menjawab pertanyaan ini, “Benar. Pingsan membatalkan wudhu, sebab pingsan lebih parah daripada tidur. Sementara tidur sendiri membatalkan wudhu jika terlalu lelap. Sebab orang yang tidur terlelap tidak bisa tahu andaikata ada sesuatu yang keluar darinya.”
4.         Jika ada di badan orang yang sakit, bisakah dia bertayammum?
Syaikh menjawab pertanyaan ini, “Dia tidak boleh bertayammum dalam keadaan seperti itu. Jika memungkinkan, dia harus mencuci najis itu. Jika tidak, maka dia bisa shalat dalam keadaan seperti apa pun tanpa harus tayammum. Sebab tayammum tidak berpengaruh terhadap hilangnya najis. Yang dituntut darinya adalah kebersihan badannya dari najis. Jadi, sekalipun dia tayammum, toh najisnya tidak hilang dari badan dan tidak bisa menghilangkan najis dari badan.”



5.         Jika orang yang sakit mengalami junub, padahal dia tidak memungkinkan menggunakan air, maka apakah dia boleh tayammum?
Syaikh menjawab, “Jika orang yang sakit junub, padahal dia tidak bisa menggunakan air, maka dia boleh bertayammum. Hal ini didasarkan kepada firman Allah,
“Dan, jika kalian sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kalian tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih), sapulah muka kalian dan tangan kalian dengan tanah itu.” (Al-Maidah: 6)
6.         Muntah bukan najis dan tidak membatalkan wudhu.
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya tentang muntah, apakah ia najis dan membatalkan wudhu?
Syaikh menjawab, “Yang benar, muntah itu tidak membatalkan wudhu, dan segala hal yang keluar dari badan manusia tidak membatalkan wudhu, kecuali dari dua jalan: kemaluan dan dubur. Karena memang dalil tidak ada. Lalu apakah muntah itu najis? Menurut jumhur, muntah adalah najis. Tetapi kami tidak mendapatkan satu dalil pun yang mendukung pendapat ini. Kalau begitu, pada dasarnya muntah adalah suci hingga ada dalil yang menunjukkan bahwa ia adalah najis. Muntah ini tidak bisa diqiyaskan kepada kencing atau kotoran, karena ada perbedaan hakekat antara keduanya jika dilihat dari segi kotor, bau dan kebusukannya. Maka kentut yang keluar dari dubur (anus) membatalkan wudhu, sedangkan sendawa tidak membatalkan wudhu, sekalipunkedua-duanya berupa angin yang keluar dari perut. Jadi apa yang ada di dalam perut bukanlah kotoran. Sebab kalau tidak, tidak ada perbedaan antara keduanya. Memang tidak diragukan, jika harus berhati-hati dengan menghindarinya atau mencuci pakaian atau badan yang terkena muntah.”












BAB III

PENUTUP


3.1.KESIMPULAN

Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah, merupakan masalah yang sangat penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalam beribadah yang menghantarkan manusia berhubungan dengan Allah SWT. Tidak ada cara bersuci yang lebih baik dari pada cara yang dilakukan oleh syarit Islam, karena syariat Islam menganjurkan manusia mandi dan berwudlu. Walaupun manusia masih dalam keadaan bersih, tapi ketika hendak melaksanakan sholat dan ibadah-ibadah lainnya yang mengharuskan berwudlu, begitu juga dia harus pula membuang kotoran pada diri dan tempat ibadahnya dan mensucikannya karena kotoran itu sangat menjijikkan bagi manusia
Hikmah thaharah :
1.      Thaharah termasuk tuntutan fitrah.
2.      Memelihara kehormatan dan harga diri orang Islam.
3.      Memelihara kesehatan.
4.      Menghadap Allah dalam keadaan suci dan bersih.
5.      Thaharah berfungsi menghilangkan hadas dan najis juga berfungsi sebagai penghapus dosa kecil dan berhikmah membersihkan kotoran indrawi.

3.2.SARAN

1.        Dari beberapa penjelasan diatas ada saran yang ingin kami sampaikan, sebagai generasi islam yang turut menyumbang dalam pembangunan bangsa, sebaiknya kita memperhatikan dengan seksama masalah thaharah, karena karena itu kita dituntut untuk memahaminya agar praktik ibadah kita benar menurut ajaran syar’i.
2.        Dari pengertian thaharah tersebut, penulis simpulkan bahwa thaharah tidak hanya terbatas masalah lahiriyah, yaitu membersihkan hadats dan nasjis, namun thaharah memiliki arti yang lebih luas, yaitu menjaga kesucian rohani (batiniah) agar tidak terjerumus pada perbuatan dosa dan maksiat.
3.        Seorang muslim diperintahkan menjaga pakaiannya agar suci dan bersih dari segala macam najis dan kotoran, karena kebersihan itu membawa keselamatan dan kesenangan. Apabila kita berpakaian bersih, terjauhlah kita dari penyakit dan memberi kesenangan bagi si pemakai dan orang lain yang melihatnya.

Daftar pustaka



https://fadhlihsan.wordpress.com/2010/06/16/thaharah-dan-shalat-bagi-orang-yang-sakit/

No comments:

Post a Comment

Makalah : Sistem Pedidikan Nasional