Friday 3 July 2015

Makalah : Epistimologi

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya sehingga kita masih dapat menyelesaikan makalah tentang ” EPISTIMOLOGI”
Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengasuh mata kuliah yang atas bimbingannya saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini, walaupun makalah ini tidak sempurna mungkin tapi setidaknya saya telah berusaha membuatnya dengan sebaik mungkin, dan saya sangat mengharapkan saran dari teman-teman untuk memperbaiki makalah yang telah saya siapkan ini.
Dengan ini saya ucapkan terima kasih dan semoga Allah SWT memberi pertolongan kepada saya yang telah membuat makalah ini, sehingga yang telah saya buat ini sempurna amin, Ya Rabbal Alamin…………


                                                            Matangglumpangdua, 24 September 2014

                          Penulis Kelompok 2









DAFTAR ISI
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
B.     Rumusan masalah
C.     Tujuan pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
A.    Hakikat manusia dan keingintahuannya
B.     Perkembangan fisik, sifat dan pikiran manusia
C.     Sejarah pengetahuan manusia
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran










BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Manusia hidup didunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja. Akan tetapi manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi, manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak jarang manusia harus mempelajari Epistemologi. Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan karena mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi segala ilmu dan pengetahuan.
Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik yang paling sulit. Sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang membentang luas, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh disingkirkan darinya. Selain itu pengetahuan merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja. Oleh sebab itu, perlu diketahui apa saja yang menjadi dasar-dasar pengetahuan yang dapat digunakan manusia untuk mengembangkan diri dalam mengikuti perkembangan informasi yang pesat






B.Rumusan Masalah
1.      Apa maksud Hakikat manusia dan keingintahuannya ?
2.      Bagaimana Perkembangan fisik, sifat dan pikiran manusia ?
3.      Kapan sejarah pengetahuan manusia dimulai ?

C.Tujuan Masalan
1.      Untuk mengetahui pengertian Epistemologi.
2.      Untuk mengetahui maksud Hakikat manusia dan keingintahuannya.
3.      Untuk mengetahui Perkembangan fisik, sifat dan pikiran manusia.
4.      Untuk mengetahui sejarah pengetahuan manusia.















BAB 11
PEMBAHASAN

1.Hakikat manusia dan keingintahuannya
            Epistimologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
            Mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalannya ia dapat mencapai  realitas sebagaimana adanya. Para filosof pra Sokrates, yaitu filosof pertama di dalam tradisi Barat, tidak memberikan perhatian pada cabang  filsafat  ini sebab mereka memusatkan perhatian, terutama pada alam dan kemungkinan perubahannya, sehingga mereka kerap dijuluki filosof alam.
            Mereka mengandaikan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai kodrat itu mungkin, meskipun beberapa diantara mereka menyarankan bahwa pengetahuan mengenai struktur kenyataan dapat lebih dimunculkan dari sumber-sumber  tertentu ketimbang sumber-sumber lainnya. Herakleitus, misalnya, menekankan penggunaan indera, sementara Permanides menekankan penggunaan akal. Meskipun demikian,tak seorang pun di antara mereka yang meragukan kemungkinan adanya pengetahuan mengenai kenyataan (realitas).
            Baru pada abad ke-5 SM, muncul keraguan terhadap adanya kemungkinan itu, mereka yang meragukan akan kemampuan manusia mengetahui realitas adalah kaum sophis. Para sophis bertanya,seberapa jauh pengetahuan kita mengenai kodrat benar-benar merupakan kenyataan objektif, seberapa jauh pula merupakan sumbangan subjektif manusia? Apakah kita mempunyai pengetahuan mengenai kodrat bagaimana adanya? Sikap skeptic inilah yang mengawali munculnya  epistemologi.
            Metode empiris yang telah di buka oleh Aristoteles mendapat sambutan yang besar pada zaman Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561-1626). Dua diantara karya-karyanya yang menonjol adalah The Advancement of Learning (1606) dan Novum Organum (organum baru).
            Filsafat Bacon mempunyai  peran  penting dalam metode induksi dan sistematisasi prosedur ilmiah menurut Russel, dasar  filsafatnya sepenuhnya bersifat praktis, yaitu untuk memberi  kekuasaan pada manusia atas alam melalui penyelidikan ilmiah. Bacon mengkritik filsafat Yunani yang menurutnya lebih menekankan perenungan dan akibatnya tidak mempunyai praktis bagi kehidupan manusia. Ia menyatakan, “The great mistake of Greek philosophers was that they spent so much time in theory, so little in observation”.
            Karena itu, usaha yang ia lakukan pertama kali adalah menegaskan tujuan pengetahuan. Menurutnya, pengetahuan tidak mengalami perkembangan dan tidak akan bermakna kecuali ia mempunyai kekuatan yang dapat membantu manusia meraih kehidupan yang lebih baik, “Knowledge is power, it is not opinion to be held, but a work to be done, I am laboring to lay the fondation  not of any sector of doctrine, but of utility and power”.
            Sikap khas Bacon mengenai cirri dan tugas filsafat tampak paling mencolok dalam Novum Organum. Pengetahuan dan kuasa manusia di dekatkannya satu sama lain, menurutnya, alam tidak dapat dikuasai kecuali dengan jalan menaatinya,agar dapat taat pada alam, diperlukan observasi, pengukuran, penjelasan dan pembuktian.
            Sementara bagi Descartes (1596-1650 M), persoalan dasar filsafat pengetahuan bukan bagaimana kita tahu, tetapi mengapa kita dapat membuat kekeliruan? Salah satu cara untuk menentukan sesuatu yang pasti dan tidak dapat di ragukan ialah dengan melihat seberapa jauh hal itu bias di ragukan. Bila kita secara sistematis mencoba meragukan sebanyak mungkin pengetahuan kita, akhirnya kita akan mencapai titik yang tak bisa diragukan sehingga pengetahuan kita dapat di bangun di atas kepastian absolut.
            Prosedur yang disarankan Descartes untuk mencapai kepastian ialah keraguan metodis universal, keraguan ini bersifat universal karena direntang tanpa batas, atau sampai keraguan ini membatasi diri. Artinya usaha meragukan itu akan berhenti bila ada sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi. Usaha meragukan ini disebut metodik karena keraguan yang ditetapkan di sini merupakan cara yang di gunakan oleh penalaran reflektif filosofis untuk mencapai kebenaran. Bagi dia,kekeliruan tidak terletak pada kegagalan melihat sesuatu, melainkan di dalam mengira tahu apa yang tidak diketahuinya atau mengira tidak tahu yang diketahuinya.


            Pengetahuan yang di peroleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah:
1.      Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Dan menurut suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilmu empiris ditandai oleh metode induktif, suatu inferensi bisa disebut induktif bila bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan-pernyataan universal.
David Hume (1711-1716), telah membangkitkan pertanyaan mengenai induksi yang membingungkan para filosof dari zamannya sampai sekarang. Menurut Hume, pernyataan yang berdasarkan observasi tunggal betapapun besar jumlahnya, secara logis tak dapat menghasilkan suatu pernyataan umum yang tak terbatas.
Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa  kalau logam dipanasi, ia mengembang, bertolak dari teori ini kita akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh di atas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut juga dengan pengetahuan sintetik.
2.      Metode Deduktif
               Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiric diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
            Poper tidak pernah menganggap bahwa kita dapat membuktikan kebenaran-kebenaran teori dari kebenaran pernyataan-pernyataan yang bersifat tunggal. Tidak pernah ia menganggap bahwa berkat kesimpulan-kesimpulan yang telah diverifikasikan, teori-teori dapat dikukuhkan sebagai benar atau bahkan hanya mungkin benar, contoh: jika penawaran besar, harga akan turun. Karena penawaran beras besar, maka harga beras akan turun.


3.      Metode Positivisme
               Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala.
            Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap: teologis, metafisika, dan positif. Pada tahap teologis,orang berkeyakinan bahwa dibalik segala sesuatu tersirat pernyataan kehendak khusus.
            Pada tahap metafisik, kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstrak, yang kemudian dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam dan dipandangnya sebagai asal dari segala gejala.
            Pada tahap ini, usaha mencapai pengenalan yang mutlak, baik pengetahuan teologis ataupun metafisis dipandang tak berguna,menurutnya, tidaklah berguna melacak asal dan tujuan akhir seluruh alam; melacak hakikat yang sejati dari segala sesuatu. Yang penting adalah menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta dengan pengamatan dan penggunaan akal.
4.      Metode Kontemplatif
               Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harus dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan instuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat instuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
            Instuisi dalam tasawuf disebut dengan ma’rifah yaitu pengetahuan yang dating dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran. Al-Ghazali menerangkan bahwa pengetahuan instuisi atau ma’rifah yang disinarkan oleh Allah secara langsung merupakan pengetahuan yang paling benar. Pengetahuan yang diperoleh lewat instuisi ini hanya bersifat individual dan tidak bisa dipergunakan untuk mencari keuntungan seperti ilmu pengetahuan yang dewasa ini bisa dikomersilkan.

5.      Metode Dialektis
               Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialetika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan , juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
            Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melakukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan,bertolak paling kurang dua kutub.
            Hegel menggunakan metode dialektis untuk menjelaskan filsafatnya, lebih dari itu, menurut Hegel dalam realitas ini berlangsung dialektika. Dan dialektika di sini berarti mengompromikan hal-hal yang berlawanan seperti:
·         Diktator. Di sini manusia diatur dengan baik, tapi tidak punya kebebasan (tesis).
·         Keadaan diatas menampilkan lawannya, yaitu Negara anarki (anti tesis) dan warga Negara mempunyai kebebasan tanpa batas, tetapi hidup dalam kekacauan.
·         Tesis dan anti tesis ini disintesis, yaitu Negara demokrasi. Dalam bentuk ini kebebasan warga Negara dibatasi oleh undang-undang dan hidup masyarakat tidak kacau.
2,Perkembangan Ilmu Pada Masa Modern dan Kontemporer secara Epistimologi
            Sebagian cirri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologis perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan.Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung, namun harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung,artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini.



            Pada abad-abad berikutnya,di dunia Barat dan mau tak mau juga di dunia luar Barat, dijumpai keyakinan dan kepercayaan bahwa kemajuan yang dicapai oleh pengetahuan manusia khususnya ilmu-ilmu alam, akan  membawa perkembangan  manusia pada masa depan yang semakin gemilang dan makmur. Sebagai akibatnya lmu pengetahuan selama masa modern sangat mempengaruhi dan mengubah manusia dan dunianya. Terjadila Revolusi Industri I (mulai sekitar tahun 1800 dengan pemakaian mesin-mesin mekanis), lalu Revolusi Industri II (mulai sekitar tahun 1900 dengan pemakaian listrik dan titik awal pemakaian sinar-sinar),dan kemudian Revolusi III yang ditandai dengan penggunaan computer yang sedang kita saksikan dewasa ini.
            Dengan demikian adanya perubahan pandangan tentang ilmu pengetahuan mempunyai peran penting dalam membentuk peradaban dan kebudayaan manusia, dan dengan itu pula tampaknya, muncul semacam kecenderungan yang terjalin pada jantung setiap ilmu pengetahuan dan juga para ilmuan untuk lebih berinovasi untuk penemuan dan perumusan berikutnya.
            Kecenderungan yang lebih ialah adanya hasrat untuk selalu menerapkan apa yang di hasilkan ilmu pengetahuan, baik dalam dunia teknik mikro maupun makro. Dengan demikian tampaklah bahwa semakin maju pengetahuan, semakin meningkat keinginan manusia, sampai memaksa, merajalela, dan bahkan membabi buta. Akibatnya ilmu pengetahuan dan hasilnya menjadi tidak manusiawi lagi,bahkan cenderung memperbudak manusia sendiri yang telah merencanakan dan menghasilkannya. Kecenderungan yang kedua inilah yang lebih mengerikan dari kecenderungan yang pertama.
            Kedua kecenderungan ini secara nyata paling menampakkan diri  dan paling mengancam keamanan dan kehidupan manusia dewasa ini dalam bidang lomba persenjataan, kemajuan dalam bidang kedokteran yang telah mengubah batas-batas paling pribadi dalam hidup manusia dan perkembangan ekonomi yang mengakibatkan melebarnya jurang kaya dan miskin.
            Ilmu pengetahuan dan teknologi akhirnya mau tak mau mempunyai kaitan langsung ataupun tidak, dengan struktur social dan politik yang pada gilirannya berkaitan dengan jutaan manusia yang kelaparan, kemiskinan, dan berbagai macam kesimpangan yang justru menjadi pandangan yang menyolok di tengah keyakinan manusia akan keampuhan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghapus penderitaan manusia.
            Kedua kecenderungan di atas yang ternyata condong menjadi lingkaran setan ini perlu dibelokkan manusia sendiri sehingga tidak menimbulkan ancaman lagi. Kesadaran akan hal ini sudah muncul dalam banyak lingkungan ilmuan yang prihatin akan perkembangan teknik, industry, dan persenjataan yang membahayakan masa depan kehidupan umat manusia dan bumi kita.
            Gregory Bateson misalnya, melihat secara mendasar permasalahan yang ditimbulkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Menurutnya, sebab-sebab utama yang menimbulkan krisis-krisis di atas ialah kesalahan epistemology yang mendasari ilmu pengetahuan dan teknologi modern.Dalam hubungan ini ia menegaskan: ‘’Jelas kini bagi banyak orang,bahwa telah muncul berbagai bencana sebagai akibat kesalahan epistemology barat.Ini semua berkisar dari insektisida sampai polusi, jarahan radioaktif dan kemungkinan mencairnya es antartika. Di atas itu semua, desakan kuat kita untuk menyelamatkan kehidupan individual telah mendatang. Adanya, kita cukup beruntung andai saja dapat melampaui 20 tahun yang akan dating tanpa bencana yang lebih dahsyat ketimbang kehancuran besar yang dihadapi manusia adalah hasil yang ditimbulkan akibat kekeliruan dalam kebiasaan pemikiran kita pada tingkat yang paling dalam tanpa sepenuhnya kita sadari.
            Dengan demikian ilmu pengetahuan harus bernilai praktis bagi manusia, di antaranya  dalam bentuk teknologi. Akibatnya, menaklukkan alam dan mengeksploitasinya habis-habisan tidalah dapat dianggap sebagai kesalahan. Kedua metode yang digunakan ialah deduksi-induksi sebagai pengaruh pemikiran positivism.
            Metode ini amat dominan dalam epistemology modern, khususnya dalam metode keilmuan, ketiga objek yang dikaji adalah realitas empiris, inderawi, dan dapat dipikirkan dengan rasio. Dalam kaitan ini, Herman Khan menyebutkan budaya yang dihasilkan dari epistemology  diatas adalah budaya inderawi yaitu budaya yang bersifat empiris, duniawi, secular,humanistic, utiliter, dan hedonistik.
            Tentang tujuan ilmu pengetahuan modern ialah bahwa ilmu pengetahuan bertujuan menundukkan alam, alam dipandangnya sebagai sesuatu untuk dimanfaatkan dan dimanfaati semaksimal mungkin,. Dalam hubungan ini Nars mengemukakan bahwa akibat yang akan terjadi dari pandangan demikian ,alam diperluakukan oleh manusia modern seperti pelacur, mengambil manfaat dan kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan tanggung jawab apa pun.
            Lebih  lanjut,Nasr  mengritik ilmu pengetahuan  modern barat, bahwa ilmu modern  mereduksi seluruh esensi dalam  pengertian metafisik,kepada material dan subtansial.Dengan demikian ,pandangan dunia metafisik nyaris sirna dalam ilmu pengaahuan modern.Kalaupun ada meafisik mereduksi menjadi filsafat rasional  yang selanjutnyar  sekedar   pelengkap  ilmu pengetahuan  alam dan matematika.Bahkan kosmologi   dituunkan  derajatnya dengan memandangnya  hanya semacam supertsisi.Dengan pandangan  itu,ilmu pengetahuan  itu,ilmu pengeahuan modern menyikirkan  p engeahuan. Kosmologi  dari   rencananya.Padahal  menurut   Nasr,kosmologi  adalah ilmu sakral  ,yang menjelaskan  kaitan  materi  dengan   wahyu dan dokrin  metafisis.
            Dalam bidang filsafat,Descaretes   mewaiskan  suatu  mewariskan  suatu metode berpikir   yang  menjadi   landasan  berpikir  dalam  ilmu  pengeahuan  modern.Langkah –Langakah  terserbut  adalah :
1.      Tidak menerima apa pun  sebagai  hal  yang  benar,kecuali kalau  diyakini  sendiri  bahwa  itu memang  benar,
2.      Memilah-milah masalah menjadi bagian-bagian  terkecil unuk  mempermudah  penyelesaian . 
3.      Berfikir runtut dengan mulai dari hak yang sederhana sedikit demi sedikit untuk mencapai ke hal yang paling rumit.

       Sedangkan perkembanagan ilmu pengetahuan di zaman kontemporer ditandai dengan berbagai teknologi canggih. Teknologi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan yang pesat. Mulai dari penemuan computer, satelit, komunikasi, internet, dan lain-lain. Manusia dewasa ini memiliki mobilitas yang begitu tinggi, karena pengaruh teknologi komunikasi dan informasi.
            Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuan kontemporer mengetahui hal yang sedikit tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran pun semakin menajam dalam spesialis dan subspesialis. Demikian bidang-bidang ilmu lain di samping kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya, sehingga dihasilkannya bidang ilmu baru seperti bioteknologi dan psikolinguistik.

3.Sejarah pengetahuan manusia.
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem, dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sementara itu, pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, sedangkan ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan mekanisme tertentu. Jadi ilmu lebih khusus daripada pengetahuan, tetapi tidak berarti semua ilmu adalah pengetahuan.
            Comte menyatakan bahwa ada tiga tahap sejarah perkembangan manusia, yaitu tahap teologi (tahap  metafisika), tahap filsafat dan tahap positif (tahap ilmu). Mitos termasuk tahap teologi atau tahap metafisika. Mitologi ialah pengetahuan tentang mitos yang merupakan kumpulan cerita-cerita mitos. Cerita mitos sendiri ditularkan lewat tari-tarian, nyanyian, wayang dan lain-lain.
Tonggak sejarah pengamatan, pengalaman dan akal sehat manusia ialah Thales (624-546) seorang astronom, pakar di bidang matematika dan teknik. Ia berpendapat bahwa bintang mengeluarkan cahaya, bulan hanya memantulkan sinar matahari, dan lain-lain. Setelah itu muncul tokoh-tokoh perubahan lainnya seperti Anaximander, Anaximenes, Herakleitos, Pythagoras dan sebagainya.
            Secara garis besar, periodeisasi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menjadi empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam, pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer. Periodeisasi ini mengandung dua kemungkinan. Pertama, menafikan adanya pengetahuan yang tersistem sebelum zaman Yunani kuno. Kedua, tidak adanya data historis tentang adanya ilmu sebelum zaman Yunani kuno yang sampai pada kita. 
Menurut George J. Mouly, permulaan ilmu dapat disusur sampai pada permulaan manusia. Tak diragukan lagi bahwa manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yang bersifat empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan dunia. Masa manusia purba dikenal juga dengan masa pra-sejarah. Menurut Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, masa sejarah dimulai kurang lebih 15.000 sampai 600 tahun Sebelum Masehi. Pada masa ini pengetahuan manusia berkembang lebih maju.
 Mereka telah mengenal membaca, menulis, dan berhitung. Kebudayaan mereka pun mulai berkembang di berbagai tempat tertentu, yaitu Mesir di Afrika, Sumeria, Babilonia, Niniveh, dan Tiongkok di Asia, Maya dan Inca di Amerika Tengah. Mereka sudah bisa menghitung dan mengenal angka. Meski agak berbeda dengan pendapat tersebut, Muhammad Husain Haekal (1888-1956) berpendapat lebih spesifik bahwa sumber peradaban sejak lebih dari enam ribu tahun yang lalu (berarti sekitar 4000 SM) adalah Mesir. Zaman sebelum itu dimasukkan orang ke dalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu, sukar sekali akan sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah.
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai permulaan zaman pra-sejarah dan zaman sejarah, dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu lahir seiring dengan adanya manusia di muka bumi hanya saja penamaan ilmu-ilmu itu biasanya muncul belakangan. Penekanan terhadap kegunaan dan aplikasi cenderung lebih diutamakan daripada penamaannya. Teori ini berlaku secara umum terhadap beberapa – untuk tidak dikatakan semua– disiplin ilmu dari generasi ke generasi. Berbekal otak, pengalaman, dan pengamatan terhadap gejala-gejala alam, manusia purba sudah barang tentu memiliki seperangkat pengetahuan yang dapat membantu mereka mengarungi kehidupan. Seperangkat pengetahuan tersebut semakin lama akan semakin tersusun rapi karena inilah karakteristik dasar ilmu. Jika kita menafikan adanya ilmu tertentu yang mereka miliki, maka kita akan sulit menjawab pertanyaan: mungkinkah mereka bisa bertahan hidup bertahun-tahun tanpa bekal apapun?









BAB 111
 PENUTUP

A.Kesimpulan
Pengetahuan dapat diperoleh melalui beberapa hal yaitu:
1.      Pengetahuan diperoleh dari akal, yakni pengetahuan yang didapatkan melalui proses berpikir yang logis sehingga dapat diterima oleh akal. Dari sini memunculkan aliran rasionalisme.
2.      Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, yakni pengetahuan baru muncul ketika indera manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan mengamati berbagai kejadian dalam kehidupan, jadi ketika manusia lahir benar-benar dalam keadaan yang bersih dan suci dari apapun. Aliran yang mempunyai paham ini adalah aliran empirisme.
3.      Pengetahuan diperoleh dari intuisi, yakni pengetahuan yang bersifat personal, dan hanya orang-orang tertentu yang mendapatkan pengetahuan ini.

B.Saran
            Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap daru yang telah ditetapkan atau seharusnya. Apalagi dalam kegiatan menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis harapkan dan pembaca, mohon kritik dan sarannya guna perbaikan penyusunan selajutnya.






Daftar Pustaka
Amsal Bakhtiar, 2010. Filsafat Ilmu. Rajawali Pers: Jakarta (16-17)
Betrand Russell, 2002. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga sekarang, Pustaka Pelajar: Yogyakarta (567)
George J. Mouly, 1991. “Perkembangan Ilmu”, dalam Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, Gramedia: Jakarta (87)



No comments:

Post a Comment

Makalah : Sistem Pedidikan Nasional