KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini membahas tentang “Standar Praktik dan Hukum Perundangan”.
Penyusunan makalah ini
telah kami selesaikan dengan lancar,tetapi kami menyadari bahwa penyusunan
tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna,jadi kami mohon untuk
memberikan masukan,kritik,dan saran yang membangun demi perbaikan dalam
penyusunan tugas makalah ini.
Saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat Saya harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini memberikan
manfaat bagi kita semua.
Matangglumpangdua, 7
Maret 2015
Penyusun
BAB
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Bidan sebagai tenaga perawat mempunyai
tanggung jawab utama yaitu melindungi masyarakat / publik, profesi keperawatan
dan praktisi perawat.Praktek Bidan ditentukan dalam standar organisasi profesi
dan system pengaturan serta pengendaliannya melalui perundang – undangan yang
ada, dimanapun bidan itu bekerja.Kebidanan hubungannya sangat banyak
keterlibatan dengan segmen manusia dan kemanusiaan,Penerimaan dan pengakuan
organisasi profesi bidan sebagai pelayanan profesional diberikan oleh bidan
profesional sejak tahun 1983, maka upaya perwujudannya bukanlah hal mudah di
Indonesia. Disisi lain kebidanan di Indonesia menghadapi tuntutan dan kebutuhan
eksternal dan internal yang kesemuanya membutuhkan upaya yang sungguh – sungguh
dan nyata keterlibatan berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan.
Dalam menjalankan tugas dan praktiknya, bidan
bekerja berdasafrkan pada pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode
kerja, standar praktik pelayanan, dank ode etik profesi yang dimilikinya
1.2.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami membahas topic yang
berhubungan dengan standar praktik profesi bidan, yang meliputi :
a.
Definisi Standar Praktik dan Hukum
Perundangan
b. Standar Praktik Bidan di Indonesia
c. Hukum Perundangan di Indonesia.
d. Hubungan Standar Profesi dan Hukum Perundangan di Indonesia
b. Standar Praktik Bidan di Indonesia
c. Hukum Perundangan di Indonesia.
d. Hubungan Standar Profesi dan Hukum Perundangan di Indonesia
1.3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Memberi
dukungan perlindungan hukum pada bidan yang telah melaksanakan pelayanan sesui
standar praktik bidan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
2. Agar mahasiswa dapat memahami masalah Peraturan dan
Perundang-Undangan yang Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek bidan sehingga
mahasiswa dapat mengatasi masalah dengan tanggung jawab tenaga kesehatan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Standar
· Pengertian
standar Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan
sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal ( Clinical Practice
Guideline , 1990) Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai
diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan
(Donabedian, 1980) Standar adalah spesifikasi dari fungsi tau tujuan yang harus
dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan agar pemakai jasa pelayanan dapat
memperoleh keuntungan maksimal dari pelayanan yang diselenggarakan
( Rowland and
Rowland, 1983)
· Standar
adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai,
berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan yaitu standar pelayanan
kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem pelayanan yang
bertujuan untuk meningkatan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan
kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
2.2.Definisi Standar Praktik dan Hukum
Perundangan
Praktik kebidanan
adalah penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan / asuhan kebidanan
kepada klien dengan pendekatan managemen kebidanan.
Standar praktik kebidanan
adalah uraian pernyataan tentang tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga
kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan kebidanan
berarti pernyataan kualitas yang diinginkan dan dapat dinilai dengan pemberian
asuhan kebidanan terhadap pasien/klien. Hubungan antara kualitas dan standar
menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena malelui standar dapat
dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk.
Hukum perundangan adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang mengatur tata tertib didalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat yang bersangkutan.Hukum perundangan dilihat dari isinya terdiri dari norma atau kaidah tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak, apa yang dilarang atau apa yang diperbolehkan.
Hukum perundangan adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang mengatur tata tertib didalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat yang bersangkutan.Hukum perundangan dilihat dari isinya terdiri dari norma atau kaidah tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak, apa yang dilarang atau apa yang diperbolehkan.
2.3.Standar Praktik Bidan
di Indonesia
Standar I : Metode Asuhan
Asuhan kebidanan
dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah: pengumpulan data
dan analisis data, penentuan diagnosa perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
dokumentasi.
Difinisi Operasional:
1. Ada format manajemen
kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis.
2. Format manajemen
kebidanan terdiri dari: format pengumpulan data, rencana format
pengawasan resume dan
tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi
Standar II: Pengkajian
Data tentang status
kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh
dicatat dan dianalisis.
Difinisi Operasional:
1) Ada format pengumpulan data
2) Pengumpulan data dilakukan secara
sistimatis, terfokus,yang meliputi data:
• Demografi identitas
klien.
• Riwayat penyakit
terdahulu.
• Riwayat kesehatan
reproduksi.
• Keadaan kesehatan saat
ini termasuk kesehatan reproduksi.
• Analisis data.
3) Data dikumpulkan dari:
• Klien/pasien, keluarga
dan sumber lain.
• Tenaga kesehatan.
• Individu dalam lingkungan
terdekat.
4) Data diperoleh dengan cara:
• Wawancara
• Observasi.
• Pemeriksaan fisik.
• Pemeriksaan penunjang.
Standar III : Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan
dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulan.
Difinisi Operasional
Difinisi Operasional
1.
Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh klien
atau suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai dengan
wewenang bidan dan kebutuhan klien.
2.
Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas sistimatis mengarah pada
asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien.
Standar IV :Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan
dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Difinisi Operasional :
Difinisi Operasional :
1) Ada format rencana
asuhan kebidanan
2)
Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan
evaluasi.
Standar V: Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan
rencana dan perkembangan keadaan klien: tindakan kebidanan dilanjutkan dengan
evaluasi keadaan klien.
Difinisi Operasional
1. Ada
format tindakan kebidanan dan evaluasi.
2. Format
tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi.
3. Tindakan
kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.
4. Tindakan
kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan
5. Tindakan
kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan etika kebidanan
serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman.
6. Seluruh
tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.
Standar VI : Partisipasi Klien
Tindakan kebidanan
dilaksanakan bersama-sama/partisipasi klien dan keluarga dalam rangka
peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Difinisi Operasional
1)
Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang:
• Status kesehatan saat ini
• Rencana tindakan yang akan dilaksanakan.
• Peranan klien/keluarga dalam tindakan
kebidanan.
• Peranan petugas kesehatandalam tindakan
kebidanan.
• Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan.
2) Klien dan keluarga
bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindal kegiatan.
Standar VII :Pengawasan
Monitor/pengawasan terhadap
klien dilaksanakan secara terus menerus den, tujuan untuk mengetahui
perkembangan klien.
Difinisi
Operasional
1.
Adanya format pengawasan klien.
2.
Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus
sistimatis un¬mengetahui keadaan perkembangan klien.
3.
Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat
pada catatan yang telah disediakan
Standar
VIII :Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus
menerus seiring dengan tindak kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari
rencana yang telah dirumuskan.
Difinisi
Operasional
•
Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan
tindakan kebidanan. Men sesuai dengan standar ukuran yang telah ditetapkan.
•
Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana
yang telah dirumuskan
•
Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah
disediakan.
Standar
IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai
dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan.
Definisi
oprasional :
1.
Dokumentasi dilaksanakan untuk di setiap
langkah managemen kebidanan.
2.
Dokumentasi dilaksanakan secara jujur,
sistematis, jelas, dan ada yang bertanggung jawab.
3.
Dokumentasi merupakan bukti legal dari
pelaksanaan asuhan kebidanan.
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran, pasal 50 penjelasan menyatakan bahwa : Yang dimaksud
dengan” standar profesi ”adalah batasan kemampuan ( knowledge, skill and
professional attitude ) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk
dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat
oleh organisasi profesi.
Dalam melaksanakan
profesinya, Bidan memiliki 9 (sembilan) kompetensi yaitu :
1.
Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan
keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang
membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk
wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.
2.
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh
dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat,
perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.
3.
Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi
untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini,
pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
4.
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama
persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu
untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
5.
Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan
mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
6.
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
7.
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif
pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).
8.
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi
dan komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya
setempat.
9.
Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu
dengan gangguan sistemreproduksi.
Setiap Kompetensi dilengkapi dengan Pengetahuan dan keterampilan dasar, pengetahuan dan keterampilan tambahan, yang wajib dimiliki dan dilaksanakan dalam melakukan kegiatan asuhan kebidanan
Setiap Kompetensi dilengkapi dengan Pengetahuan dan keterampilan dasar, pengetahuan dan keterampilan tambahan, yang wajib dimiliki dan dilaksanakan dalam melakukan kegiatan asuhan kebidanan
Setiap Bidan harus bekerja Secara profesional
dalam melaksanakan profesi asuhan kebidanan , dan dalam melaksanakan profesi
tersebut Bidan harus bekerja sesuai standar yang meliputi meliputi : standar
pendidikan, standar falsafah, standar organisasi, standar sumber daya
pendidikan, standar pola pendidikan kebidanan, standar kurikulum, standar
tujuan pendidikan, standar evaluasi pendidikan, standar lulusan, standar
Pendidikan Berkelanjutan Bidan, standar organisasi, standar falsafah, standar
sumber daya pendidikan, standar program pendidikan dan pelatihan, standar
fasilitas, standar dokumen penyelenggaraan pendidikan berkelanjutan, standar
pengendalian mutu,Standar Pelayanan Kebidanan, standar falsafah, Standar
Administrasi Dan Pengelolaan, Standar Staf Dan Pimpinan, Standar Fasilitas Dan
Peralatan, Standar Kebijakan Dan Prosedur, Standar Pengembangan Staf Dan
Program Pendidikan, Standar Asuhan, Standar Evaluasi Dan Pengendalian Mutu,
standar praktik kebidanan, Standar metode asuhan, Standar pengkajian, Standar
Diagnosa kebidanan, standar rencana asuhan, standar tindakan, standar
partisipasi klien, standar pengawasan, standar evaluasi, standar dokumentasi.
2.4. Hukum
Perundangan di Indonesia
Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan
dengan praktik kebidanan:
1.
UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah
mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
2.
UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga
kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter
gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau
tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah,
termasuk bidan dan asisten farmasi dimana
dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker.
Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan
kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga
kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga
tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan
pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana
keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang
secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung
pada tenaga kesehatan lainnya.
3.
UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib
Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan
sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah
selama 3 tahun.Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah,
tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai
negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan
terhadapnyaUU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah
dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas
dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta
wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan
lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat
dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis
termasuk dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih
jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
4.
SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk
bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu
dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk
katagori tenaga keperawatan.
5.
Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun
1980 Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga
keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik
swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat
membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong
persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau
adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan
membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan
atau mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati
terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi
terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara
resmi tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan
kuratif atau pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.
6.
SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional
tenaga keperawatan dan sistem kredit point. Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa
tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun
bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang
dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a,
Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan
Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik
pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
7.
UU
Kesehatan No. 23 Tahun 1992
Merupakan UU yang banyak
memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional
karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien,
kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk
keperawatan.
I.
BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 3
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
II.
Pasal 1 Ayat 4
Sarana Kesehatan adalah tempat yang
dipergunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
III.
Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:1239/MENKES/SK/XI/2001
tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK
No.647/MENKES/SK/IV/2000)
IV.
BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 :
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud
dengan :
1.
Perawat adalah orang yang telah lulus
pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP
adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan
keperawatan di seluruh Indonesia (garis bawah saya).
3.
Surat Ijin Kerja selanjutnya disebut SIK
adalah bukti tertulis untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah
Indonesia (garis bawah saya).
ketentuan Pidana yang
diatur dalam Pasal 359, 360, 351, 338 bahkan bisa juga dikenakan pasal 340
KUHP. Salah satu contohnya adalah pelanggaran yang menyangkut Pasal 32 Ayat (4)
Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam ketentuan tersebut
diatur mengenai pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Pelanggaran atas pasal
tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat
(1a) Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan :“barang siapa yang
tanpa keahlian dan kewenagan dengan sengaja : melakukan pengobatan dan atau
peraywatan sebagaimana dimaksud pasal 32 ayat (4), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
perorangan/berkelompok (garis bawah saya).
perorangan/berkelompok (garis bawah saya).
Standar Profesi adalah pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik
II.1.2.
BAB III Perizinan, Pasal 8 :
1.
Perawat dapat melaksanakan praktek
keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan, praktek perorangan/atau
berkelompok.
2.
Perawat yang melaksanakan praktek keperawatan
pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki SIK (garis bawah saya).
3.
Perawat yang melakukan praktek
perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP (garis bawah saya).
Pasal 9 Ayat 1 SIK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 Ayat 2 diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota setempat.
Pasal 10 SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 12 (1).SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Pasal 10 SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 12 (1).SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
2.5. Hubungan
Standar Profesi dan Hukum Perundangan di Indonesia
Hubungan hokum perundang-undangan dan hokum
yang berlaku dengan tenaga kesehatan adalah:
Klien sebagai penerima jasa kesehatan
mempunyai hubungan timbal balik dengan tenaga kesehatan yang dalam hal ini
adalah pemberi jasa. Hubungan timbale balik ini mempunyai dasar hokum yang
merupakan peraturan pemerintah. Klien sebagai penerima jasa kesehatan dan
tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa sama-sama mempunyai hak dan kewajiban
Hak
dan kewajiban tersebut adalah:
Hak
dan kewajiban bidan
a.Hak
bidan
•
Bidan berhak mendapat perlindungan hokum
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya
•
Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan
standar profesi pada setiap timgkat jenjang pelayanan kesehatan
•
Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien
dan keluarga yang bertentangan dengan peraturan perundangan, dank ode etik
profesi.
•
Bidan berhak atas privasi/kerahasiaan dan
menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun
profesi lain.
•
Bidan berhak atas kesempatan untuk
meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
•
Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk
meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai
•
Bidan berhak mendapat kompensasi dan
kesejahteraan yng sesuai.
b.Kewajiban
bidan
•
Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit
sesuai dengan hubungan hokum antara bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin
dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
•
Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan
kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan menghormati hak-hak pasien.
•
Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit
kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan
pasien.
•
Bidan wajib member kesempatan kepada pasien
untuk didampingi suami atau keluarga.
•
Bidan wajib memberikan kesempatan kepada
pasien untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
•
Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien.
•
Bidan wajib memberikan informasi yang akurat
tentang tindakan yang akan dilakukan serta resiko yang mungkin dapat timbul.
•
Bidan wajib meminta persetujuan tertulis atas
tindakan yang akan dilakukan
•
Bidan wajib mendokumentasikan asuhan
kebidanan yang diberikan
•
Bidan wajib mengikuti perkembangan iptek dan
menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal dan non formal.
•
Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain
dan pihak yang terkait secara timbal balik dalam memberikan asuhan kebidanan.
Hak
dan kewajiban pasien
a.Hak
pasien
1.
Pasien mempunyai hak untuk mempertimbangkan
dan menghargai asuhan keperawatan/keperawatan yang akan diterimanya.
2.
Pasien berhak memperoleh informasi lengkap
dari dokter yang memeriksanya berkaitan dengan diagnosis, pengobatan dan
prognosis dalam arti pasien layak untuk mengerti masalah yang dihadapinya.
3.
Pasien berhak untuk menerima informasi
penting dan memberikan suatu persetujuan tentang dimulainya suatu prosedur
pengobatan, serta resiko penting yang kemungkinan akan dialaminya, kecuali
dalam situasi darurat.
4.
Pasien berhak untuk menolak pengobatan sejauh
diizinkan oleh hukum dan diinformasikan tentang konsekuensi tindakan yang akan
diterimanya.
5.
Pasien berhak mengetahui setiap pertimbangan
dari privasinya yang menyangkut program asuhan medis, konsultasi dan pengobatan
yang dilakukan dengan cermat dan dirahasiakan
6.
Pasien berhak atas kerahasiaan semua bentuk
komunikasi dan catatan tentang asuhan kesehatan yang diberikan kepadanya.
7.
Pasien berhak untuk mengerti bila diperlukan
rujukan ketempat lain yang lebih lengkap dan memperoleh informasi yang lengkap
tentang alasan rujukan tersebut, dan RS yang ditunjuk dapat menerimanya.
8.
Pasien berhak untuk memperoleh informasi
tentang hubungan RS dengan instansi lain, seperti instansi pendidikan atau
instansi terkait lainnya sehubungan dengan asuhan yang diterimanya.
9.
Pasein berhak untuk memberi pendapat atau
menolak bila diikutsertakan sebagai suatu eksperimen yang berhubungan dengan
asuhan atau pengobatannya.
10.
Pasien berhak untuk memperoleh informasi
tentang pemberian delegasi dari dokternya ke dokter lainnya, bila dibutuhkan
dalam rangka asuhannya.
11.
Pasien berhak untuk mengetahui dan menerima
penjelasan tentang biaya yang diperlukan untuk asuhan keehatannya.
12.
Pasien berhak untuk mengetahui peraturan atau
ketentuan RS yang harus dipatuhinya sebagai pasien dirawat.
b.Kewajiban
pasien
1.
Pasien atau keluarganya wajib menaati segala
peraturan dan tata tertib yang ada diinstitusi kesehatan dan keperawatan yang memberikan
pelayanan kepadanya.
2.
Pasien wajib mematuhi segala kebijakan yanga
da, baik dari dokter ataupun perawat yang memberikan asuhan.
3.
Pasien atau keluarga wajib untuk memberikan
informasi yang lengkap dan jujur tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter atau perawat yang merawatnya.
4.
Pasien atau keluarga yang bertanggungjawab
terhadapnya berkewajiban untuk menyelesaikan biaya pengobatan, perawatan dan
pemeriksaan yang diperlukan selama perawatan.
5.
Pasien atau keluarga wajib untuk memenuhi
segala sesuatu yang diperlukan sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan yang
telah disetujuinya.
Di dalam praktek apabila terjadi pelanggaraan
praktek kebidanan, aparat penegak hukum lebih cenderung mempergunakan
Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
BAB
III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Dalam melaksanakan
praktiknya terdapat sembilan standar praktik kebidanan yaitu metode asuhan, pengkajian,
diagnosa kebidanan, rencana asuhan, tindakan, partisipasi klien, pengawasan,
evaluasi,dan dokumentasi.
Dalam pelaksanaan
praktiknya bidan berpegang pada beberapa peraturan perundangan, yaitu :
1. UU
no 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
2. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004.
3. Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional.
4. Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
5. Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi
Sebagai Daerah Otonom.
6. Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
7. Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan Praktik
Bidan.
8. Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
9. keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.
3.2.Saran
Bidan merupakan suatu
profesi kesehatan yang bekerja untuk pelayanan masyarakat Standar praktik bidan
yang berhubungan dengan profesi, wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap
bidan dalam mengamalkan amanat profesi kebidanan
DAFTAR
PUSTAKA
http://ifacabii.blogspot.com/2014/05/standar-praktik-dan-hukum-perundangan.html
No comments:
Post a Comment